Miris! Pengusaha Konstruksi Gulung Tikar Dihantam Pandemi

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
19 March 2021 11:45
Pekerja menyelesaikan proyek infrastruktur di Jakarta, Kamis (25/10). Pemerintah tetap meningkatkan belanja infrastruktur untuk 2019. Anggaran infrastruktur dialokasikan sebesar Rp 420,5 triliun, naik 2,4% dari 2018 senilai Rp 410,4 triliun. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Pembangunan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak pengusaha jasa konstruksi gulung tikar pada 2020 lalu akibat minimnya proyek di tengah pandemi Covid-19. Dari total anggota Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) sekitar 42.000, sudah hampir separuh anggota yang menyetop usahanya.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Umum IX Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) Didi Iskandar Aulia. Didi mengatakan, tahun 2020 penurunan pendapatan pengusaha jasa konstruksi mencapai 50% dibandingkan 2019. Menurutnya, pengusaha sangat sulit untuk bertahan karena minimnya proyek konstruksi di tengah pandemi Covid-19.

"Proyek minim. Pengusaha kecil mengharapkan dari APBD I, APBD II, bahkan APBN, itu kalau ada. Sangat menyusahkan sekali," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (18/3/2021).

Dia menjelaskan, 78% pengusaha di Gapensi berasal dari perusahaan jasa konstruksi kecil kelas K. Dari catatannya, di 2019 anggota Gapensi mencapai sebanyak 42.000, lalu pada 2020 menyusut menjadi 28.000. Hal ini terlihat dari pendaftaran Kartu Tanda Anggota yang tidak diperbarui di 2020. Artinya, sudah hampir separuh lebih anggota Gapensi yang gulung tikar atau menyetop sementara usahanya.

"Sementara KTA (Kartu Tanda Anggota) ini harus diperbarui tiap tahun untuk mengikuti tender-tender. Artinya, dengan kondisi ini, saya perlu sampaikan ke pemerintah harus melihat industri konstruksi juga, industri turunannya pun banyak, mulai dari supplier dan lainnya," jelas Didi.

Dia juga berharap bunga bank di sektor konstruksi supaya semakin kompetitif. Tingkat bunga bank untuk sektor konstruksi saat ini menurutnya masih tinggi.

"Bunga perbankan di sektor konstruksi itu tidak manusiawi, saya pikir dari bank pemerintah. Pemerintah butuh menunjuk bank pelaksana untuk satu bank pemerintah siapa, dan ini nilai bunganya terlalu tinggi menurut kami," jelasnya.

"Dari kewajaran kami, kalau mau dihitung batas kewajaran ya di atas 3% BI Rate lah. Jadi menurut saya itu wajar. Ini bank pemerintah juga efisiensi dong, jangan ini itu belanja modal kebanyakan, kita sama-sama mau maju nih," tambahnya.

Sementara itu pengusaha menyambut baik penurunan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk jasa konstruksi yang sudah diberi kejelasan oleh Presiden Joko Widodo, seperti tercantum dalam Keputusan Presiden No. 4 tahun 2021 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah.

Melalui RPP ini, tarif PPh final atas pekerja konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa dengan kualifikasi usaha dan orang perseorangan dan kualifikasi usaha kecil dipatok 1,75% dari sebelumnya 2%.

Kemudian, tarif PPh final untuk pekerja konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha atau usaha orang perorangan dan kualifikasi usaha kecil dipatok 2,65%, dari sebelumnya 3%.

Pemerintah juga mematok tarif 3,5% tarif untuk konsultasi konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha dan tarif 6% untuk konsultasi konstruksi yang dilakukan penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keras! Jokowi Ingatkan Bahaya Efek Banting Harga Proyek Konstruksi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular