Seperti Sri Mulyani, Semua Bicara Tentang Ancaman Ekonomi RI

Lidya Julita Sembiring & Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
16 March 2021 10:03
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Indonesia sepertinya tidak punya pilihan lain, selain pulih lebih cepat. Sehingga ancaman besar yang baru saja diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak melanda ekonomi tanah air. Khususnya untuk jangka pendek.

Diketahui ucapan Sri Mulyani mengacu kepada laporan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) bertajuk The Global Risk Report 2021.

"Kita harus cepat pulih di dalam negeri," ungkap Kepala Ekonom BCA David Sumual kepada CNBC Indonesia.

Pemulihan yang dimaksud dari sisi pandemi yang artinya vaksinasi bisa selesai paling lambat sebelum akhir tahun 2021. Kemudian dilanjutkan dengan pemulihan ekonomi.

"Pemulihan ini kan salah satu fungsinya adalah confident masyarakatnya pulih dalam aktivitas ekonomi. Mulai konsumsi, investasi, belanja rumah tangga, dan lain-lain," ujarnya.

Pemerintah sudah mengeluarkan banyak stimulus yang mendorong limpahan likuiditas. Akan tetapi likuiditas tersebut tidak mengalir ke sektor rill, justru hanya berputar di pasar keuangan. Sehingga tidak mencapai sasaran yang diinginkan. Kondisi ini cukup buruk dan sudah terjadi di Amerika Serikat (AS).

"Orang mau jalan-jalan ke sana juga nggak ada, beli barang sulit. Akhirnya mereka belanjakan di pasar modal. Dananya masuk ke sana. Ini yang dimaksud asset bubble," jelas David.

Di samping itu, pemulihan yang lebih cepat menurut David juga mengantisipasi tappering yang dilakukan oleh AS. Pasar keuangan dalam negeri bisa porak poranda bila tidak ada antisipasi. Harga komoditas juga pasti akan terdampak seperti halnya 2013.

"Ketika itu terjadi (ekonomi negara maju pulih), stimulusnya mungkin mulai dikurangi di negara-negara maju, di Eropa, Amerika. Nah tapering itu bisa dilakukan jika lebih cepat dari yang kita perkiran. Itu bisa saja menghancurkan, kenapa US Treasury ada kenaikan akhir-akhir ini. Itu suatu hal," paparnya.

Terkait dengan ancaman geopolitik dalam waktu dekat, menurut David, patut dikhawatirkan. Berkaca pada beberapa tahun lalu ketika ada pertikaian di Timur Tengah yang mendorong kenaikan harga minyak dunia dan komoditas lainnya seperti gandum.

"Di sana kan konsumsi gandumnya banyak. Komoditas gandum yg mereka impor. Itu yang mungkin Sri Mulyani anggap sebagai salah satu risiko," kata David.

(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular