Skandal Pipa Impor: Jokowi Pecat Orang, Ternyata Ini Otaknya!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 March 2021 06:34
Cover Fokus, luar, thumbnail, kecil, Jokowi Marah
Foto: Cover Topik/Jokowi Marah/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan ihwal impor pipa migas menjadi buah bibir karena berujung pemecatan salah satu pejabat tinggi di BUMN Pertamina. Persoalan pipa impor ini erat kaitan dengan upaya pemerintah mengupayakan peningkatan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam setiap pengadaan barang dan jasa pemerintah dan BUMN.

Bahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan jauh sebelumnya sempat memberi peringatan agar BUMN wajib memenuhi regulasi mengenai penggunaan TKDN untuk setiap belanja barang dan jasa.

Luhut bahkan sudah mengajukan usulan secara langsung kepada Presiden Jokowi soal kebijakan TKDN ini agar dibahas secara khusus dalam penerapan di lapangan. Ia mendorong sanksi denda hingga pencopotan jabatan direksi BUMN yang tak patuh atau bandel dengan ketentuan minimum TKDN 25% dalam belanja barang dan jasa.

"Saya akan meminta kepada presiden agar dapat dibuat ratas (rapat terbatas) mengenai penggunaan produk dalam negeri, jadi kita tahu dimana kelemahan selama ini, ini saya minta agar diperhatikan secara sungguh-sungguh, jadi apabila tidak ada yang melaksanakan TKDN ini, agar bisa diganti saja (direksi)," kata Luhut saat rakor virtual Laporan Hasil Audit TKDN di Jakarta, pada Selasa (28/07/2020).

Pijakan soal TKDN untuk lembaga pemerintah mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri. Pasal 57 mengatur jelas, yaitu Produk Dalam Negeri wajib digunakan oleh pengguna Produk Dalam Negeri sebagai berikut:

a. lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, lembaga pemerintah lainnya, dan satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan Barang/Jasa apabila sumber pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, termasuk pinjaman atau hibah dari dalam negeri atau luar negeri; dan

b. badan usaha milik negara, badan hukum lainnya yang dimiliki negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha swasta dalam pengadaan Barang/Jasa yang:

1. pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
2. pekerjaannya dilakukan melalui pola kerja sama antara Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan badan usaha; dan/atau
3. mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.

Pasal 61

(1) Dalam pengadaan Barang/Jasa, pengguna Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 wajib menggunakan Produk Dalam Negeri apabila terdapat
Produk Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan minimal 40% (empat puluh persen).
(2) Produk Dalam Negeri yang wajib digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki nilai TKDN paling sedikit 25% (dua puluh lima persen).

Sementara itu pasal 107 mengatur soal sanksi:

(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan surat rekomendasi dari Aparatur Pengawas Internal Pemerintah serta pejabat pengawas internal dan Tim P3DN jika pejabat pengadaan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal
61 ayat (1) dan ayat(21.
(4) sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan terhadap pelanggaran pertama sampai dengan pelanggaran ketiga.
(5) sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan terhadap pelanggaran keempat.
(6) sanksi denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sebesar 1 o/o (satu persen) dari nilai kontrak pengadaan Barang/Jasa dengan nilai paling tinggi
Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
(7) Sanksi pemberhentian dari jabatan pengadaan Barang/ Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dikenakan terhadap pelanggaran kelima.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta dengan tegas proyek pemerintah maupun proyek yang dikerjakan melalui perusahaan pelat merah tidak menggunakan barang impor.

Hal tersebut ditegaskan Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Rapat Kerja Nasional XVII Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Tahun 2021 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

"Saya selalu menyampaikan ke kementerian dan lembaga, kepada BUMN, semua BUMN untuk memperbesar TKDN, komponen dalam negeri ini harus terus. Jangan sampai ada proyek pemerintah, proyek BUMN memakai barang impor," tegas Jokowi.

Menurut Jokowi, kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur dalam negeri sejatinya sudah bisa dipenuhi oleh industri domestik. Jokowi bahkan tak habis pikir masih ada saja yang mengimpor barang yang sudah ada di dalam negeri.

"Pipa kita produksi banyak. Tapi masih impor untuk apa? Padahal dipakai untuk proyek pemerintah, BUMN. Kalau saya ngomong itu enggak boleh loh pak, gak boleh," kata Jokowi.

Jokowi mengajak seluruh pemangku kepentingan menyadari produk industri dalam negeri tidak kalah dengan luar negeri. Menurutnya, para pemangku kepentingan harus sadar betul akan hal itu.

"Itu harus dimulai dan kita harus benar-benar memulai, paling tidak dari pemerintah dan BUMN gede sekali angkanya.  Kemudian dari cinta produk Indonesia dan tidak suka pada produk dari luar," tegasnya.

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan salah satu pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram. Presiden Jokowi bahkan mengambil langkah keras dengan memecat pejabat tersebut.

"Ada pejabat tinggi Pertamina itu kemarin dipecat presiden langsung," kata Luhut dalam rakornas BPPT 2021, Selasa (9/3/21).

Luhut mengungkapkan bahwa Jokowi kesal pejabat tersebut tidak bisa mengikuti regulasi penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada proyek yang terutama terkait pipa Pertamina.

"Bikin pipa. Pertamina itu ngawurnya minta ampun. Masih impor pipa padahal bisa dibuat di Indonesia. Bagaimana itu?" tanya Luhut.

adahal aturan TKDN menjadi salah satu cara agar ketergantungan Indonesia pada produk impor tidak berkepanjangan. Jika pejabat tinggi di BUMN saja tidak bisa mengikutinya, maka wajar jika Jokowi geram.

Namun, Luhut enggan menyebut siapa nama pejabat yang terdepak dari kursi panas perusahaan pelat merah tersebut. "Kamu cek saja siapa yang diganti itu," sebutnya.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi dan Migas Bobby Gafur Umar,  mengatakan dalam program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) sudah disebutkan bahwa penggunaan produk dalam negeri oleh kementerian/ lembaga (K/L), BUMN, BUMD atau swasta adalah wajib.

Dalam kasus pipa menurutnya pipa impor dari China masih lebih murah daripada produksi dalam negeri. Penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang/ jasa apabila memiliki penjumlahan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan 40%. Produk dalam negeri yang digunakan harus mencapai TKDN 25%.

"Industri dalam negeri wajib menggunakan produk dalam negeri. Sampai Pak Luhut bilang ada pejabat Pertamina diganti karena Pak Presiden nggak berkenan. Pertamina masih ada ada yang belum bisa memaksimalkan pemakaian produk dalam negeri," paparnya dalam webinar 'Membedah Peluang Bisnis 70 Triliun Di Sektor Hulu Migas', Rabu (10/03/2021).

Lebih lanjut dia mengatakan, pipa dari China sampai di Surabaya harganya tidak beda jauh dengan bahan baku dari Krakatau Steel. Dari bahan baku Krakatau Steel, begitu dilakukan pengelasan, maka ongkosnya bertambah 20-25%, sehingga pipa di Indonesia jauh lebih mahal.

"Harga pipa China sampai di Surabaya, pipa jadi sama bahan baku Krakatau Steel. Itu nggak beda jauh harganya, begitu las jadi pipa sudah nambah 20-25% ongkos pipa," jelasnya.

Kenapa pipa China bisa jadi lebih murah? Bobby menjelaskan, ini karena negara China memberikan kredit ekspor yang sangat murah. Jika perusahaan di China hanya ekspor bahan baku, mereka akan kena pajak yang begitu tinggi.

"Begitu ekspor produk jadi, dapat tax incentives. Di Indonesia malah belum apa-apa kena pajak," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bijih besi dari Krakatau masih impor karena Indonesia belum ada sumber yang cukup. Menurutnya, pemerintah harus membantu agar perusahaan bisa mendapatkan bahan bakunya, sehingga produk bisa kompetitif.

"Instrumen penting penunjang TKDN, industri harus didukung teknologi. Kita harus kuasai kemampuan teknologi," paparnya.

Di sektor teknologi menurutnya perlu didukung dengan riset dan pengembangan (Research and Development/ R&D). Penelitian ini menurutnya penting, sehingga pemerintah harus memberikan dukungan.

"Pemerintah harus berikan dukungan ke R&D, dan pendanaan karena R&D ini sering dianggap cost (biaya), padahal ini investasi," tegasnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular