
China Sukses Imlek #dirumahaja, Maukah Kita Lebaran No Mudik?

Jakarta, CNBC Indonesia - China menjadi negara pertama di dunia yang pertama kali terinfeksi wabah Covid-19. Namun China juga menjadi negara pertama yang berhasil lepas dari jerat pandemi sehingga ekonominya bisa berputar lagi. Ternyata kunci kesuksesannya terletak pada kontrol mobilitas publik.
Terlepas dari perdebatan seputar validitas data hingga teori konspirasi yang terdengar terlalu mengada-ada, kasus Covid-19 di China memang terus menurun. Total kasus kumulatif Covid-19 di China 'hanya' sekitar 101.000 saja. Padahal secara populasi, China merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Tak kurang dari 1,45 miliar orang tinggal di China. Sementara India sebagai negara dengan populasi terpadat kedua dan AS di posisi ketiga, keduanya justru kewalahan dengan ledakan kasus sehingga total infeksi yang tercatat lebih dari 10 juta kasus sejak awal merebak hingga sekarang.
Tambahan kasus baru per harinya di China cenderung konsisten di bawah 50 kasus sejak Februari tahun ini. Kondisinya mirip dengan periode Agustus pertengahan November tahun lalu.
Kasus harian kembali tembus ke atas 100 orang per hari di akhir tahun hingga Januari. Namun setelah itu kasus harian drop. Unik memang. Saat akan Imlek kasus tidak meledak. Usut punya usut Imlek tahun ini ternyata berbeda dengan perayaan tahun baru sebelum-sebelumnya.
Saat kasus Covid-19 kembali menanjak, pemerintah memutuskan untuk kembali melakukan pembatasan. Alhasil mobilitas publik pun turun signifikan. Berbagai data yang dipublikasikan oleh instansi pemerintah maupun swasta mencerminkan betapa sepinya Imlek tahun ini di China.
Sebagai informasi, momen Imlek biasanya digunakan untuk bersilaturahmi dengan sanak famili di kampung halaman. Fenomena mudik besar-besaran sudah menjadi tradisi jelang libur panjang Imlek satu minggu di Negeri Tirai Bambu.
Hanya saja lalu lalang mudik tahun 2021 jelas tak seramai biasanya. Data Kementerian Perhubungan China menunjukkan adanya penurunan 70% dalam jumlah perjalanan di seluruh negeri dalam dua minggu sebelum Imlek dibandingkan dengan periode yang sama dua tahun lalu.
![]() |
Indeks perjalanan yang dipublikasikan oleh Baidu Inc berdasarkan data GPS dari penggunanya menunjukkan penurunan wisatawan sebesar 41% dibandingkan dengan tahun 2019.
![]() |
Menurut firma analisis perjalanan ForwardKeys, pemesanan penerbangan untuk dua minggu sebelum liburan mencapai 32,8% dari periode yang sama pada 2019, sementara tiket yang diterbitkan selama periode liburan hanya 14,7% dari level 2019.
Keberhasilan China dalam menjinakkan pandemi pun berujung pada kinerja ekonomi yang tetap kinclong. Ketika ekonomi global jatuh ke dalam resesi, output perekonomian China masih mampu tumbuh 2,3% (yoy) tahun lalu.
Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Panda hanya menyusut 6,8% (yoy) pada kuartal pertama tahun lalu. Setelahnya ekonomi China justru ekspansif dan tumbuh di zona positif selama 3 kuartal berturut-turut. Tahun ini pemerintah menargetkan ekonomi bisa tumbuh dengan laju 6% sama seperti sebelum pandemi melanda.
Sekarang mari beralih ke Indonesia. Di Indonesia fenomena mudik juga terjadi. Momennya adalah hari raya Idul Fitri. Saat lebaran biasanya ada eksodus belasan juta orang dari Jabodetabek ke wilayah-wilayah lain.
Tahun lalu saat pandemi Covid-19 juga sedang 'meledak' fenomena eksodus juga masih terjadi. Inkonsistensi kebijakan dari pemerintah antara kementerian membuat publik bingung. Dampaknya pun serius. Kasus Covid-19 langsung melesat tajam dua minggu setelah lebaran usai.
Tahun ini, lebaran akan jatuh di pertengahan bulan Mei. Tepatnya pada 12-13 Mei. Biasanya arus mudik akan terpantau dua minggu sebelum dan arus balik dua minggu sesudahnya.
Artinya kurang dari dua bulan lagi kata mudik akan berseliweran di berbagai pemberitaan media. Program vaksinasi berpotensi membuat masyarakat lebih berani untuk mudik.
Namun ada hal yang perlu dikhawatirkan. Pasalnya virus Corona jenis baru penyebab Covid-19 yaitu SARS-CoV-2 terus bermutas. Mutan paling baru adalah B117 yang merebak di Inggris. Belum diketahui apakah varian baru ini lebih mematikan atau tidak. Namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa varian ini jauh lebih menular.
Seramnya lagi, mutan B117 sudah ditemukan di Indonesia. Tentu saja ini adalah hal yang harus diantisipasi baik oleh pemerintah maupun masyarakat luas. Rencana mudik kembali menuai dilema.
Kendati vaksinasi tetap memiliki peran dalam menurunkan jumlah kasus infeksi. Namun jika laju vaksinasi masih lambat dan tidak dibarengi dengan kebijakan sesuai seperti pembatasan publik yang efektif, kasus bisa kapan saja meledak. Apalagi jika tes Covid-19 kembali digeber.
Saat ini pemerintah kembali dihadapkan pada dilema. Ketika mau mencontoh China, ekonomi bisa terus terpuruk. Namun jika dibiarkan saja maka kasus meledak. Seperti kata pepatah, bak makan buah simalakama. Dimakan ibu mati tak dimakan bapak mati. Dibiarkan orang mati, tak dibiarkan ekonomi mati.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tok! Maroko Resmi Tolak Masuk Pelacong Asal China