Internasional

Kapan Bumi Tenang, Rusia Ngamuk Disanksi AS

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
04 March 2021 14:40
Russian President Vladimir Putin gestures while speaking during a meeting with business community in the Kremlin in Moscow, Russia, Wednesday, Dec. 25, 2019. (Alexander Nemenov/Pool Photo via AP)
Foto: Vladimir Putin (Alexander Nemenov/Pool Photo via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia menolak sanksi baru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Joe Biden terhadap mereka. Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan mereka akan membalas tindakan "kontraproduktif" yang memperburuk hubungan bilateral kedua negara.

"Ini hanya dalih untuk terus mencampuri urusan dalam negeri kami, dan kami tidak akan menerima ini," kata Maria Zakharova, juru bicara kementerian luar negeri Rusia, dalam sebuah pernyataan pada Rabu (3/3/2021), dikutip dari CNBC International.

"Berdasarkan prinsip timbal balik, kami akan merespons tetapi tidak harus dengan ukuran yang simetris," lanjutnya, menambahkan bahwa sanksi akan gagal.

"Setiap harapan untuk memaksakan sesuatu di Rusia melalui sanksi atau tekanan lain telah gagal di masa lalu dan akan gagal sekarang."

Komentar itu muncul setelah Biden memberikan hukuman kepada Rusia. Sekitar tujuh anggota pemerintah dan 14 entitas diberi sanksi dengan dugaan meracuni kritikus Kremlin, Alexei Navalny, serta penahanannya di Moskow tahun lalu.

Gedung Putih percaya bahwa sayap intelijen militer Rusia, yang dikenal sebagai GRU, dan Dinas Keamanan Federal Rusia, atau FSB, terlibat dalam aksi percobaan pembunuhan itu.

Navalny, seorang kritikus sengit Presiden Rusia Vladimir Putin, diracuni dengan agen saraf Novichok tingkat militer pada Agustus 2020. Navalny diterbangkan ke Jerman untuk dirawat, dan sembuh dari keracunan. Kremlin membantah terlibat dalam keracunan yang diklaim Navalny bermotif politik.

Sekembalinya Navalny ke Rusia dari Jerman pada Januari 2021, dia langsung ditahan dan didakwa melanggar masa percobaannya untuk hukuman yang ditangguhkan sebelumnya.

Pada persidangan berikutnya awal Februari, Navalny menyatakan dia tidak dapat menghadiri sidang karena dia dalam keadaan koma setelah keracunan. Meskipun demikian, dia dijatuhi hukuman penjara 3½ tahun dengan pengurangan 10 bulan untuk waktu yang dihabiskan di bawah tahanan rumah.

AS dan UE telah menunda pemberian sanksi setelah hukuman tersebut, menyerukan pembebasan segera Navalny. Keduanya terpaksa bertindak karena kurangnya gerakan dari Kremlin.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan bahwa AS telah mengirimkan "sinyal yang jelas bahwa penggunaan senjata kimia oleh Rusia dan pelanggaran hak asasi manusia memiliki konsekuensi yang parah." Tetapi beberapa orang tidak berpikir langkah tersebut telah cukup jauh untuk mencegah Rusia dari pelanggaran serupa di masa depan.

Rusia sudah beroperasi di bawah sanksi atas pencaplokannya 2014 atas Krimea dari Ukraina, campur tangan pemilu AS 2016, dan keracunan Novichok 2018 terhadap mantan mata-mata dan agen ganda Sergei Skripal di Inggris Raya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awas Putin "Ngamuk" ke AS, Dubes Rusia Dipanggil Pulang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular