Dampak Perubahan Iklim Makin Nyata, RI Kudu Kurangi BBM dkk

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
02 March 2021 18:38
Kilang
Foto: Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak perubahan iklim kini kian terasa, termasuk di Indonesia. Curah hujan tinggi sampai menyebabkan banjir di beberapa daerah di Tanah Air, tak hanya di ibu kota DKI Jakarta, namun juga di sejumlah daerah, termasuk Kalimantan Selatan pada Januari lalu.

Adapun dampak perubahan iklim ini berkaitan dengan emisi karbon yang kian meningkat.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan 70% emisi gas rumah kaca disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, di antaranya sektor listrik, industri, dan transportasi.

Di sektor kelistrikan, Indonesia masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara, pun di sektor transportasi masih didominasi oleh energi fosil seperti bahan bakar minyak (BBM).

Untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin ekstrem ini, menyusul adanya Perjanjian Paris, maka penggunaan bahan bakar fosil harus diturunkan.

"Mau nggak mau, harus diturunkan bahan bakar fosil yang dipakai. Ada studi yang menyatakan kalau mau batasi temperatur di bawah 2 derajat, maka dua per tiga dari bahan bakar fosil yang dipunyai tidak bisa lagi dipakai," papar Fabby dalam 'Kompas Talks bersama IESR' melalui kanal YouTube, Selasa (02/03/2021).

Ini artinya, lanjutnya, jika pemerintah serius ingin menyelamatkan bumi demi generasi masa depan, maka menjadi sebuah keharusan ke depannya hidup tanpa bahan bakar fosil.

"Artinya, harus kurangi bahan bakar fosil, bahkan sampai hidup tanpa bahan bakar fosil adalah keharusan, agar menyelamatkan bumi untuk generasi anak-anak kita," tegasnya.

Fabby menegaskan, waktu yang dimiliki untuk menekan emisi gas rumah kaca semakin pendek. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebut, untuk mencapai target tersebut, maka pada 2030 sebesar 45% emisi gas rumah kaca global harus diturunkan.

"Jalur ke target tersebut, pada 2030 sebesar 45% emisi gas rumah kaca global harus turun," ujarnya.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, setidaknya ada tujuh cara dalam menekan emisi gas rumah kaca di Tanah Air.

Pertama, terkait sektor transportasi. Dia mengatakan, Kementerian ESDM berupaya mempercepat program kendaraan listrik, dengan menyiapkan mulai dari kebutuhan hulunya. Selain itu, Kementerian ESDM juga menyiapkan dari sisi pengisian daya (charging) dengan membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

"Terkait dengan infrastruktur kendaraan listrik, harus diatur dari sisi standar dan keselamatan, segala jenis kendaraan listrik bisa dicas dengan baik di setiap SPKLU-nya, bagaimana proses perizinan dan sertifikasi laik operasi," paparnya, Rabu (24/02/2021).

Kedua, adalah sektor bangunan gedung. Perlu diperhatikan bagaimana membuat gedung menjadi hemat energi, namun tidak melupakan aspek kenyamanan. Ketiga, adalah di sektor rumah tangga, yakni penggunaan peralatan yang hemat energi.

Keempat, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. PLTS Atap sudah banyak dilakukan baik dalam skala besar dan skala kecil.

Kelima, melalui bahan bakar berbasis non fosil yakni biofuel, seperti biodiesel maupun bio gasoline. Keenam, melalui penerangan jalan umum (PJU). Dan Ketujuh, adalah pengolahan sampah.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Bergantung Impor BBM, Mampukah RI Bebas Energi Fosil?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular