
Denyut Industri Negara Lain Menggeliat, RI Kok Malah Melempem

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia yaitu G20 berhasil menunjukkan kinerja sektor manufaktur yang ekspansif di bulan Februari tahun ini.
Hal tersebut tercermin dari indeks manajer pembelian atau purchasing manager's index (PMI) yang berada di atas angka 50. Angka pembacaan di bawah 50 artinya sektor tersebut mengalami kontraksi. Angka PMI merupakan leading indicator yang biasanya menunjukkan ramalan arah pergerakan aktivitas ekonomi ke depannya.
Mayoritas negara-negara anggota G20 mencatatkan ekspansi di bulan Februari, kecuali Mexico yang angka PMI manufakturnya tetap di bawah angka 50. Kendati mengalami perbaikan dibanding bulan Januari angka PMI manufaktur Mexico masih berada di 44,2 pada Februari lalu.
Beberapa negara di Eropa seperti Jerman, Swiss dan Belanda bahkan angka PMI manufakturnya sudah tembus 60. Melihat angka tersebut, pemulihan ekonomi pun mulai terasa.
Hanya saja ada beberapa negara anggota G20 yang justru mengalami perlambatan PMI. Mereka adalah Amerika Serikat (AS), China, India, Turki dan Indonesia sektor manufakturnya justru mengalami perlambatan.
Bagi negara-negara yang perekonomiannya bertumpu pada sektor manufaktur, perlambatan yang terus menerus atau bahkan dalam sampai terkontraksi mengisyaratkan bahwa suatu negara berada dalam ancaman resesi ekonomi yang nyata.
Di Indonesia sektor manufaktur menyumbang hampir seperlima output perekonomian nasional. Ketika angka PMI manufaktur konsisten berada di bawah 50 selama lima bulan berturut-turut pada Maret-Juli 2020, produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh di zona negatif.
Angka PMI manufaktur Indonesia berhasil menunjukkan adanya ekspansi dalam tiga bulan berturut-turut sejak November 2020. Bulan lalu angka PMI manufaktur Tanah Air masih menunjukkan adanya ekspansi. Namun melambat.
Pada Januari 2021, IHS Markit melaporkan angka PMI manufaktur Indonesia di 52,2. Sementara di bulan Februari lalu angkanya melambat menjadi 50,9.
Angka PMI manufaktur mengukur beberapa sub-indikator seperti pemesanan baru, produksi, penggunaan tenaga kerja, harga, backlog produk hingga permintaan ekspor dan impor.
Output tumbuh paling pada laju paling rendah dalam empat bulan dan pesanan baru meningkat pada tingkat terlemah dalam tiga bulan. Sementara itu, pesanan ekspor turun selama lima belas bulan berturut-turut.
Untuk indikator lapangan kerja menyusut selama 12 bulan berturut-turut. Stok pembelian mendekati stabilisasi karena terjadinya penurunan persediaan pra-produksi selama sepuluh bulan berturut-turut.
Dari sisi biaya, harga input naik ke level paling tinggi sejak Oktober 2018, di tengah biaya bahan baku yang lebih tinggi, dan kesulitan mendapatkan input dari luar negeri.
Inflasi harga output mencapai level tertinggi sejak November 2018. Waktu pengiriman dari pemasok diperpanjang dalam periode tiga belas bulan berturut-turut. Terakhir, sentimen para pelaku usaha tetap optimistis.