
Rest In Peace Artidjo Alkostar, Sang Algojo Para Koruptor

Sepak terjang Artidjo dikenal publik tatkala menjadi Hakim Agung. Sebagaimana dikatakan Mahfud, Artidjo ditakuti oleh para koruptor lantaran kerap memperberat hukuman yang telah diputuskan pengadilan. Ia pensiun dari posisi itu per 22 Mei 2018.
"Saya per tanggal 22 Mei sudah purnatugas. Saya berkontribusi 18 tahun, saya sudah menangani 19.708 berkas perkara. Saya meluangkan waktu berkhidmat kepada Mahkamah Agung khusus dalam penegakan hukum di MA. Tentu masih banyak kekurangan. Untuk selanjutnya mudah-mudahan MA menjadi lebih baik. Saya percaya pengganti saya jadi lebih baik," kata Artidjo saat jumpa pers perpisahan pada 2018.
Puluhan ribu perkara ia adili. Salah satunya kasus korupsi mantan Presiden Soeharto. Saat itu, kasus Soeharto ditutup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) karena Soeharto menderita sakit permanen.
Jaksa kasasi dan perkara itu diadili oleh Syafiuddin Kartasasmita (Ketua Muda MA bidang Pidana), Sunu Wahadi, dan Artidjo. Ketiganya menyatakan penuntutan JPU terhadap terdakwa HM Soeharto sudah dapat diterima dan memerintahkan JPU melakukan pengobatan terhadap terdakwa sampai sembuh atas biaya negara.
Setelah sembuh, terdakwa dapat dihadapkan kembali ke persidangan. MA juga menyatakan melepaskan terdakwa dari tahanan kota dan membebankan biaya perkara dalam semua tingkat pengadilan kepada negara.
"Waktu awal saya jadi hakim agung tahun 2000-an, saya pernah tangani perkara Presiden Soeharto. Waktu itu presiden sakit lalu ketua majelisnya, Pak Syafiuddin Kartasasmita, yang ditembak, saya menjadi salah satu anggotanya," kata Artidjo.
"Waktu itu dianukan, karena supaya berkas dikembalikan tapi keputusan di majelis, Soeharto harus tetap diadili sampai sembuh dengan biaya negara. Jadi ada alasan argumentasi yuridisnya," lanjutnya.
Setelah menangani kasus korupsi Presiden Soeharto, langkah Artidjo menjadi enteng.
"Saya kira banyak (kasus) lainnya karena saya anggota juga tentang pembubaran Golkar dulu juga yang lain-lain. Presiden masalah aja saya adili, apalagi presiden partai. Nggak ada masalah bagi saya, tidak ada kendala apa pun. Jadi selama saya tangani perkara Soeharto, perkara lain kecil aja buat saya," ujarnya.
Petinggi partai yang dia adili sudah banyak. Seperti saat Artidjo mengadili eks Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dalam kasus korupsi. Artidjo menambah hukuman penjara Luthfi dari 16 tahun menjadi 18 tahun, serta mencabut hak politik mantan anggota DPR dari Fraksi PKS itu.
Artidjo pula yang menjadi ketua majelis terhadap mantan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi dan pencucian uang. Artidjo memperberat hukuman Anas dari 8 tahun penjara menjadi 14 tahun penjara. Belakangan, hukuman Anas disunat menjadi 8 tahun penjara.
Siapa yang menyunat hukuman Anas? Yaitu Wakil Ketua MA Sunarto.
Selain itu ada pula mantan Ketua MK Akil Mochtar. Akil mendagangkan putusan di lembaganya. KPK mengendus dan mencokoknya pada 2013. Terungkap permainan jahat Akil di mahkamah yang menjaga konstitusi itu.
Akil lalu dihukum penjara seumur hidup atau ia harus meninggal hingga mati. Vonis ini diketok oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dan kasasi. Duduk sebagai majelis kasasi adalah Artidjo, MS Lumme, dan Krisna Harahap.
Ada pula Angelina Sondakh. Eks Politisi Partai Demokrat dan Putri Indonesia 2001 itu dihukum 12 tahun penjara oleh Artidjo, MS Lumme, dan M Askin, di tingkat kasasi.
Tapi di tingkat PK, hukuman Angie diubah menjadi 10 tahun oleh trio Syarifuddin-Andi-Syamsul. Selain itu, harta Angie yang dirampas dikurangi setengahnya menjadi Rp 20 miliaran.
Kasus terakhir yang menarik perhatian publik dan ditangani Artidjo adalah saat menjadi ketua majelis PK atas terdakwa Ahok. Putusan itu diketok secara bulat oleh Artidjo Alkostar, Salman Luthan, dan Margiatmo. Ketiganya menyatakan tidak menemukan kekhilafan dalam putusan Ahok.
Artikel selengkapnya >>> Klik di sini
