
Proyek Masuk Tol Tak Buka Kaca Digarap Asing, Kembali Digugat

Jakarta, CNBC Indonesia - Gugatan kembali datang ke pemerintah terkait proyek sistem transaksi tol nir sentuh atau Multi Lane Free FLow (MLFF) yang dimenangkan perusahaan asal Hungaria. Sistem MLFF yang rencananya dimulai 2022 memungkinkan pengguna tol tak perlu membuka kaca pintu mobil saat masuk gerbang tol.
Sekelompok orang (class action) dalam perkara pelanggaran hak konsumen. Dari dokumen yang diterima CNBC Indonesia tertulis, Muhammad Rizal Siregar, S.H., Eva Lusyana, S.H. dan Griffinly Mewoh, S.H. sebagai advokat dan konsultan pada kasus ini. yang berasal dari Firma Hukum Evalya-Siregar-Sabara yang beralamat di Komplek Rasuna Epicentrum.
Gugatan diajukan pada 16 Februari lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan nomor pendaftaran online PN JKT. SEL-02202133K.
Dikonfirmasi kepada Kuasa Hukum yang mewakili Muhammad Rizal Siregar Dari Firma Hukum Evalya-Siregar-Sabara membenarkan gugatan sudah dilaporkan kepada didaftarkan ke Pengadilan Jakarta Selatan.
"Sudah hanya belum dapat nomor register dari pengadilan dan belum ada panggilan sidang. Dua minggu lagi infonya berdasarkan pendaftaran yang kita ajukan minggu lalu," kata Muhammad kepada CNBC Indonesia, Rabu (24/2/2021).
Sementara BPJT dan Kementerian PUPR belum mengetahui mereka kembali digugat. Pihaknya masih mempelajari tuntutan ini.
"Kami cek dulu," kata kata Sub Koordinator Hubungan Media Bagian Humas Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR, Wibisono kepada CNBC Indonesia.
"Belum terinfo," Kata Humas BPJT Tya melalui pesan singkat.
Adapun dalam kasus ini mewakili kepentingan 'Wakil Kelompok Konsumen Pengguna Jalan Tol di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Sebagai pengguna jalan tol di beberapa ruas yang berprofesi sopir taksi online, karyawan swasta, karyawan bank hingga mahasiswa.
Dengan nama :
Adventy Natalia Daeli (Karyawan Swasta) Wakil Kelompok I
Stenley Ludya Liap (Pelajar), Wakil Kelompok II
Charles Septiando (Pelajar), Wakil Kelompok III
Feryansyah (Karyawan Swasta), Wakil Kelompok IV
Susanti (Karyawan Swasta), Wakil Kelompok V
Minarni Sembiring (Wiraswasta), Wakil Kelompok VI
Wandi (Karyawan Swasta), Wakil Kelompok VII
Junaedi Abdullah (Karyawan Swasta), Wakil Kelompok VII
Tidak Bernama, (Wiraswasta), Wakil Kelompok VIII
Vivi Setiabudi (Karyawan Swasta), Wakil Kelompok IX
Iyan Achmad Sofiyan (komunitas Avanza, Karyawan Swasta), Wakil Kelompok X
Para kelompok itu mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dengan mekanisme perwakilan kelompok (class action), terkait rencana penerapan sistem transaksi tol non tunai Multilane Free Flow (MLFF) dengan teknolgi berbasis GNSS (Global Navigation Satellite System).
Menggugat Kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) serta Roatex Ltd,Zrt.
"Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa kesamaan dasar hukum yang diajukan mewakili kelompok dalam perkara a quo mengingat para penggugat mewakili kelompok konsumen pengguna jalan tol sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol Pasal 1 Angka (7) Pasal 86 ayat (1) di daerah Jabodetabek tidak mendapatkan informasi terkait rencana dimaksud para Tergugat," tulis dalam surat itu.
Di Dalam surat itu dijelaskan kronologi awal mula proyek itu dilelang yang dijadikan sebagai salah satu bukti. Tapi setelah penetapan Roatex Ltd perusahaan Hungaria sebagai pemenang tender pada 27 Januari 2021, para penggugat baru mendapatkan informasi tersebut di media online.
"Sehingga menimbulkan kerugian para penggugat, hal mana kerugian yang di maksud dapat diajukan pada persidangan apabila yang mulia Majelis Hakim memeriksa perkara a quo berkenan mengabulkan permohonan para penggugat," jelas surat itu.
Dari fakta yang dijabarkan disimpulkan oleh para penggugat terkait penetapan pemenang dalam tender tersebut tidak dilakukan secara profesional oleh Kementerian PUPR. Mengingat perencanaan sistem transaksi MLFF ini telah dibicarakan dalam pertemuan bilateral antara Pihak Hungaria dan Indonesia.
Selain itu pertimbangan gugatan karena kemampuan dari para masyarakat untuk menggunakan teknologi GNSS dan perpindahan dari teknolog electronic toll (E-Tol) juga dapat memberatkan penggugat. Maka bisa terjadi masyarakat tidak lagi memilih jalan tol untuk dilalui.
"Kondisi sistem transaksi tol Indonesia yang baru menyesuaikan pada electronic card , bukan mengambil loncatan menggunakan sistem transaksi tol non tunai MLFF sehingga tidak dapat bermanfaat bagi para penggugat," tulisnya.
Adapun beberapa tuntutanya adalah Menyatakan Menteri PUPR, BPJT, dan Roatex Ltd telah melakukan perbuatan hukum yang merugikan para penggugat sebagaimana diatur menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata.
Menyatakan Surat Penetapan Roatex sebagai pemenang tender sistem transaksi tol Non tunai nirsentuh MLFF tidak memiliki kekuatan hukum. Serta menyatakan rencana sistem pembayaran MLFF dengan teknologi GNSS dibatalkan karena merugikan penggugat.
Gugatan sebelumnya juga dilakukan oleh Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo). Bisa klik di sini.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sebentar Lagi! Masuk Tol Ini Tak Perlu Lagi Buka Kaca Mobil