Roda Ekonomi Dunia Sudah Pulih? Nggak Semuanya Cassandra!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
23 February 2021 16:55
federal reserve
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemulihan ekonomi di negara-negara maju semakin terasa. Namun tidak semua sektor mengalami pemulihan yang sama. Masih ada sektor-sektor tertentu seperti jasa yang tetap tertekan.

Data indeks manajer pembelian (PMI) menjadi salah satu leading indicator, menunjukkan bahwa sektor manufaktur sudah mulai bergeliat. Bahkan angka PMI di negara-negara barat sudah berada di zona ekspansif. 

Angka PMI manufaktur Euro Zone, Jerman dan Prancis sudah berada di atas 50. Begitu juga dengan Jepang. Angka pembacaan awal di bulan Februari mengalami kenaikan dibanding bulan Januari.

Namun di AS, angka PMI manufakturnya meski berada di zona ekspansif mengalami perlambatan pada bulan ini dibanding dengan Januari lalu. Angka PMI AS turun dari 59,2 di bulan Januari menjadi 58,5 di Februari.

Berbeda dengan sektor manufaktur yang sudah menunjukkan tajinya, sektor jasa justru sebaliknya. Angka PMI Jasa negara-negara maju tetap tertekan. Hal ini dibuktikan dengan angka PMI yang lebih rendah dari 50. Artinya sektor jasa masih mengalami kontraksi.

Bahkan sektor jasa di Eropa kecuali Inggris mengalami perlambatan yang tercermin dari penurunan angka PMI di Euro Area, Jerman, Prancis dan Jepang cenderung turun. Sementara di Inggris angkanya naik tajam tetapi masih berada di zona kontraksi. 

Berkebalikan dengan sektor manufakturnya, sektor jasa AS yang juga sudah ekspansif malah semakin ekspansif di bulan Februari. Hal ini tercermin dari angka PMI jasa yang meningkat dari 58,3 menjadi 58,9.

Hal ini semakin menunjukkan bahwa sektor jasa yang salah satunya ditopang oleh pariwisata masih tertekan lantaran mobilitas masyarakat yang masih sangat terbatas. 

Tren pemulihan ekonomi yang semakin terlihat di AS membuat yield obligasi pemerintahnya mengalami kenaikan. Imbal hasil nominal surat utang AS bertenor 10 tahun yang menjadi acuan kini sudah naik ke 1,35%. 

Imbal hasil nominal aset safe haven tersebut bangkit dari tekanan ketika sebelumnya berada di bawah 1% kini semakin dekat dengan 1,5%. Ekspektasi inflasi yang tinggi turut mengereknya ke atas. 

Jumlah uang beredar (M2) di AS tercatat mencapai US$ 19,41 triliun di bulan ini atau naik 25,71% (yoy) dari periode yang sama tahun 2020. Per Februari 2020 nilai M2 di AS hanya tercatat sebesar US$ 15,45 triliun. 

Sektor manufaktur yang kian ekspansif dan likuiditas yang berlimpah menjadi salah satu pendorong kenaikan ekspektasi inflasi. Naiknya imbal hasil nominal obligasi di AS juga membuat pasar saham yang saat ini berada di tingkat valuasi tinggi menjadi goyang. 

Namun bank sentral AS masih akan terus mempertahankan kebijakan moneter longgarnya. Tapering belum akan dilakukan. Suku bunga acuan akan ditahan rendah mendekati nol persen setidaknya sampai tahun 2023.

Bos The Fed Jerome Powell berkali-kali menegaskan bahwa inflasi akan dibiarkan naik tinggi sementara waktu asalkan rata-ratanya masih berada di kisaran target 2%. The Fed tidak mau membuat keputusan yang prematur dan hanya akan membuat shock baik di sektor keuangan maupun riil. 

Duet Joe Biden-Janet Yellen juga masih berupaya untuk menerapkan kebijakan fiskal ekspansif melalui stimulus senilai US$ 1,9 triliun. Di AS dan negara-negara Eropa lain vaksinasi Covid-19 terus digenjot. Namun di saat yang sama aktivitas ekonomi masih terbatas. 

Well, sektor manufaktur boleh saja kembali bergeliat. Namun sektor jasa terutama pariwisata diramal baru akan pulih tahun 2023. Bisa lebih cepat dan tentu saja juga lebih lambat. Semua tergantung pada kecepatan vaksinasi yang dilakukan sehingga ikut mendongkrak optimisme pelaku ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Industri RI Ngegas Lagi, Kalahkan Malaysia Hingga Thailand

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular