
Di Aturan Baru Kena Pesangon Tak Full, Buruh Komentar Begini

Jakarta, CNBC Indonesia - Aturan baru soal pesangon untuk buruh atau pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan penyebab tertentu mendapat reaksi serikat buruh.
Misalnya jika terjadi pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, pada aturan sebelumnya buruh bisa mendapatkan 1 kali ketentuan, kini dengan aturan turunan Omnibus Law, nilainya terpangkas menjadi setengahnya.
Kalangan buruh memprotes keras aturan tersebut. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat menilai aturan baru itu membuat kondisi buruh kian terhimpit, terutama di tengah menurunnya daya beli akibat pandemi Covid-19.
"Bicara uang pesangon nggak pernah terjadi, nggak terlaksana, buruh nggak dapat. karena di PP diatur pengusaha yang membuat pekerja kontrak terus menerus. Padahal untuk mendapat pesangon harus jadi karyawan tetap dulu. Ada celah di situ Pengusaha mengambil celah yang murah, ini sudah terjadi," kata Mirah kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/2/21).
Terjadinya PHK memang hanya untuk karyawan tetap, sementara karyawan yang masih terikat kontrak bisa dengan mudahnya dilepas oleh pengusaha. Mirah mengaku banyak orang terdekatnya yang hanya mendapatkan kontrak dalam jangka waktu pendek.
"Ketika paling lama mendapat kontrak 6 bulan, nggak ada harapan akan dapat uang pesangon. Kalau pun dapat nantinya, nilainya pun dipotong setengahnya, ini benar-benar membuat buruh terhimpit," sebut Anggota Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) itu.
Potongan pesangon buruh dari ketentuan sebelumnya tercantum dalam turunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja) yakni dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta Pemutusan Hubungan Kerja.
Pada pasal Pasal 40 ayat 1 berbunyi "dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Padahal, di Pasal 163 ayat 1 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha harus membayarnya dua kali lipat untuk alasan sama.
Sementara pada Pasal 43, pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena alasan perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian maka pekerja/buruh berhak atas: uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat 2.
Kemudian jika PHK karena perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar satu kali ketentuan Pasal 40 ayat 2.
Jika perusahaan tutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 tahun berturut-turut maka buruh berhak mendapat uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat 2.
Sementara jika tutup bukan karena perusahaan mengalami kerugian maka pekerja/buruh berhak atas: a. uang pesangon sebesar satu kali ketentuan Pasal 40 ayat 2.
"Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena alasan perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure) maka pekerja/buruh berhak atas: a. uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat 2," tulis Pasal 44 ayat 2.
Pada pasal Pasal 40 ayat 1 berbunyi "dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau
uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Sedangkan Pasal 40 ayat 2 merinci:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan Upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah; dan
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.
Pengusaha juga tidak boleh lupa akan uang penghargaan masa kerja, pemberiannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan Upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan Upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan Upah; dan
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan Upah.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perusahaan Bisa PHK Buruh Tanpa Pesangon Full, Ini Detailnya!