
Simak, Ini 7 Mandat Jokowi kepada Industri Sawit RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Komoditas kelapa sawit mendapat tekanan dari dunia internasional, terutama Uni Eropa. Sebagai salah satu produsen terbesar minyak sawit, Indonesia tak akan tinggal diam dan akan terus memperjuangkan minyak sawit di perdagangan internasional.
Namun demikian, Indonesia tetap akan terus berupaya memperbaiki tata kelola industri sawit, termasuk dari unsur petani sawit.
Hal tersebut disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Dia mengatakan, demi mendukung sawit berkelanjutan, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.44 tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Kita semua harus paham bahwa sistem sertifikasi ISPO ini dilaksanakan dengan beberapa prinsip," paparnya dalam Webinar Nasional 'Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit', Rabu (10/02/2021).
Tujuh prinsip yang perlu dilakukan oleh industri sawit ini antara lain kepatuhan terhadap peraturan perundangan, penerapan praktik perkebunan yang baik, pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, tanggung jawab ketenagakerjaan, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, penerapan transparansi, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
"Dari tujuh prinsip tersebut, menurut pengamatan kami ada tiga hal yang masih perlu dapat perhatian atau dikuatkan bersama-sama," ujarnya.
Tiga hal yang perlu diperkuat itu antara lain:
1. Pengelolaan aspek lingkungan hidup, sumber daya alam dan keanekaragaman hayati.
Menurutnya, aspek ini selalu gagal dipahami pengusaha dan petani kelapa sawit. Karena tidak ada pengetahuan dan kurangnya alokasi dana khusus di aspek ini.
"Mohon ini jadi perhatian karena ini salah satu senjata kita untuk mencapai tantangan internasional. Artinya, ketika bisa membuktikan bahwa perkebunan sawit Indonesia memperhatikan aspek ini, maka akan mudah kita berargumen," jelasnya.
2. Pengelolaan dan tanggungjawab ketenagakerjaan.
Aspek ini menurutnya selalu tertinggal karena merasa jika sudah mendapatkan pekerjaan dan gaji, maka dianggap selesai.
"Padahal, ada hal lain seperti kebutuhan peralatan bagi tenaga kerja, hak asuransi kerja, dan hari tua," jelasnya.
3. Tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Aspek ini selalu menjadi zona abu-abu yang tidak dipahami sebagai tanggung jawab secara prinsip yang diatur Perpres, tanggungjawab pengusaha atau petani.
"Berdasarkan mandat Perpres, kita bisa melihat fokus pak Presiden terhadap keberlanjutan kebun sawit. Jadi, Perpres harus dilihat sebagai alat kontrol Presiden terhadap isu kelapa sawit dan sekaligus cara perlindungan terhadap lingkungan dan petani kecil," paparnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Konsumsi Minyak Sawit RI Tahun 2024 Diprediksi Naik 2 Juta Ton Lebih
