Infeksi & Kematian Akibat Covid di RI Turun, Pertanda Baik?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 February 2021 13:40
Mural Covid-19 di Tengah PPKM Mikro (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Mural Covid-19 di Tengah PPKM Mikro (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa hari terakhir, tren kasus baru infeksi virus Corona jenis baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19 di Tanah Air melandai. Tren angka kematian per hari pun ikut melandai. 

Di awal Februari, rata-rata kasus infeksi Covid-19 harian dalam periode satu minggu (tujuh hari) di Indonesia mencapai 13 ribu orang. Namun dalam satu minggu kemudian tren pertambahan kasus menurun 15,4% menjadi di kisaran 11 ribu. 

Jumlah kematian akibat Covid-19 per harinya juga tampak menurun. Jika pada 1 Februari lalu laporan kematian per hari mencapai lebih dari 300 orang, kini menjadi 212 orang per hari. Artinya tren kasus kematian turun 31,4% dalam sepekan.

Pemerintah terus berupaya untuk mengambil berbagai langkah intervensi guna terus menurunkan tingkat penularan Covid-19. Mulai awal Januari, Indonesia menutup diri dari Warga Negara Asing (WNA). Pemerintah juga memberlakukan pembatasan ketat yang kemudian disebut sebagai PPKM di Jawa-Bali sejak 14 Januari sampai sekarang.

Dianggap kurang efektif dalam menekan kasus infeksi Covid-19, pemerintah kembali membuat kebijakan baru. Kali ini namanya PPKM Mikro. Secara umum kebijakannya masih mirip dengan PPKM sebelumnya. Namun pengetatannya dilakukan sampai ke level rendah seperti di tingkat Rukun Tetangga (RT).

PPKM Mikro dilakukan di tujuh provinsi di Indonesia, tentunya dengan memperhatikan kondisi di setiap daerah. Berikut ini adalah wilayah yang terkena kebijakan PPKM Mikro:

  • Banten: Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.
  • DKI Jakarta: seluruh wilayah kota administratif
  • Jawa Barat: Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Bandung Raya.
  • Jawa Tengah: Semarang Raya, Banyumas Raya, dan Kota Surakarta.
  • DIY: Kota Yogyakarta, Kabupateb Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kulonprogo
  • Jawa Timur: Surabaya Raya, Madiun Raya, dan Malang Raya.
  • Bali: Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Tabanan, dan Kota Denpasar.

Pengetatan yang dilakukan pemerintah tercermin dari peningkatan stringency index yang diperoleh CNBC Indonesia dari data Our World in Data yang diinisiasi oleh Universitas Oxford. Kini angka stringency index di Indonesia sudah berada di 64,35 atau naik dari bulan November lalu yang masih berada di angka 50,5.

Angka yang semakin mendekati 100 menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan semakin ketat. 

Apabila dilihat secara sekilas setelah satu bulan pengetatan dilakukan, kasus infeksi harian Covid-19 dan kematian melandai, ini tentu saja menjadi berita baik. Namun memahami pandemi Covid-19 yang merebak di Indonesia dari dua indikator itu saja pastinya kurang lengkap.

Harus ada indikator lain untuk mendapatkan pemahaman komprehensif tentang perkembangan krisis kesehatan ini di dalam negeri. Indikator lain yang relevan untuk digunakan memahami perkembangan wabah di dalam negeri adalah laju reproduksi virus (Rt). 

Nilai Rt yang lebih dari 1 mengindikasikan bahwa wabah masih sangat menular. Tren nilai Rt di dalam negeri terus melandai. Namun secara nasional angkanya masih di atas 1 yang berarti memiliki potensi transmisi yang tinggi.

Meski tren orang yang dites Covid-19 dalam satu tahun terakhir meningkat. Namun seringkali jumlah tes yang dilakukan cenderung inkonsisten dan fluktuatif. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bahkan mengkritik cara tes yang dilakukan di Indonesia. 

Menurutnya langkah testing yang selama ini dilakukan telah salah kaprah karena hanya mengetes orang-orang yang hendak bepergian, sehingga ujung-ujungnya orang-orang itu saja yang dites. 

Jumlah tes harian sempat mencapai angka hampir 50 ribu orang per hari pada akhir Januari lalu. Namun belakangan jumlah tes juga menurun menjadi 40 ribu orang per hari. Pantas saja jumlah kasus positif juga menurun.

Padahal tingkat kasus positif yang melacak proporsi orang yang positif Covid-19 terhadap jumlah yang dites masih sangat tinggi. Tingkat kasus positif Covid-19 di Indonesia masih di atas 25% sejak awal Februari.

Tren tingkat kasus positif terus meningkat sejak akhir November lalu. Menurut standard WHO, suatu wilayah atau negara dikatakan aman ketika tingkat kasus positif berada di bawah angka 5% selama dua pekan berturut-turut. 

Apabila melihat data ini, tentu saja Indonesia masih belum bisa dikatakan aman. Indonesia perlu untuk lebih menggeber tes Covid-19 seperti yang dilakukan India. Namun jika hal ini dilakukan Menkes sudah mewanti-wanti jika akan ada ledakan kasus. Publik diminta untuk tidak kaget.

Halaman Berikutnya --> Bagaimana Perkembangan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia?

Saat ini program vaksinasi Covid-19 secara masal tengah berlangsung di Indonesia. Program vaksinasi darurat ini sudah dimulai sejak pertengahan Januari lalu setelah MUI dan BPOM memberi restu. Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19 buatan Sinovac. 

Sudah hampir 1 bulan berlangsung jumlah orang yang divaksinasi di Indonesia masih di bawah 1 juta atau tepatnya masih di angka 985.855 per kemarin (8/2/2021). Sebanyak 814.585 orang sudah mendapat suntikan pertama vaksin Covid-19.

Sementara itu sisanya sebanyak 171.270 orang termasuk Presiden Joko Widodo sudah menerima suntikan kedua. Dengan begitu orang-orang ini bisa dikatakan telah sah tervaksinasi karena setiap satu orang membutuhkan dua dosis atau dua suntikan vaksin Covid-19 buatan Sinovac.

Tren vaksinasi di Indonesia bisa dikatakan lambat. Rata-rata dosis vaksin yang disuntikkan per harinya masih di bawah 60 ribu dosis. Padahal jika ingin mengejar target 1 tahun vaksinasi kelar butuh 1 juta dosis vaksin disuntikkamn setiap harinya. Apabila melihat realita di lapangan tentulah masih sangat jauh dari target.

Bloomberg dalam laporannya menyebut butuh waktu lebih dari 10 tahun untuk Indonesia bisa memvaksinasi Covid-10 kepada 75% populasinya. Kaget? Jangan dulu! Itu berdasarkan perhitungan yang mengacu pada laju vaksinasi saat ini. Indikator ini akan bergerak secara dinamis.

Saat ini ada kurang lebih 270 juta penduduk Indonesia. Kalau diambil angka 75% maka ada kurang lebih 202,5 juta jiwa. Ini adalah jumlah orang yang harus divaksinasi. Maka total vaksin yang dibutuhkan mencapai 405 juta dosis.

Asumsikan 1 tahun ada 365 hari. Jumlah vaksinasi per hari mencapai 61 ribu terus secara konstan. Maka butuh waktu 18,2 tahun untuk memvaksinasi 75% dari total populasi di Indonesia.

Dengan begitu kalkulasi Bloomberg menjadi logis. Namun kalkulasi Bloomberg adalah kalkulasi kasar. Mengapa? Karena ada tren kenaikan jumlah orang yang divaksinasi setiap harinya, dan populasi juga terus bertumbuh setiap tahunnya.

Apabila dalam satu hari rata-rata jumlah vaksin yang disuntikkan mencapai 100 ribu, maka Indonesia butuh waktu setidaknya 10,3 tahun untuk mencapai herd immunity. Jika rata-rata per harinya naik 250 ribu dosis maka waktu yang dibutuhkan akan semakin pendek yaitu sekitar 4,1 tahun.

Kalau satu hari ada 500 ribu dosis yang disuntikkan maka butuh waktu setidaknya 2 tahun. Artinya skenario yang paling realistis dan optimistis sebenarnya di kisaran 2-5 tahun untuk memenuhi target herd immunity.

Ukuran populasi yang besar, wilayah geografis yang luas dan terfragmentasi, anggaran yang cekak, hingga kapasitas manufaktur yang masih terbatas juga menjadi faktor pengganjal untuk mewujudkan herd immunity di Indonesia.

Hanya negara-negara dengan ukuran populasi yang kecil dan kaya raya (pendapatan per kapita tinggi) serta akses terhadap vaksin Covid-19 yang memadai saja yang bakal mencapai target herd immunity terlebih dahulu.

Maka dari itu, ketimpangan akses terhadap vaksin Covid-19 dan juga perbedaan kecepatan vaksinasi membuat pemulihan ekonomi global juga tidak akan terjadi secara seragam.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular