PPKM Ketat Saja Covid Meroket, Gimana Kalo Longgar...!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 February 2021 11:45
Suasana Borobudur Departmen Store, Ciledug Raya, Tangerang Selatan yang Sepi Pengunjung (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Suasana Borobudur Departmen Store, Ciledug Raya, Tangerang Selatan yang Sepi Pengunjung (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi melonggarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Aktivitas Masyarakat (PPKM). Sebelumnya, kebijakan PPKM yang lebih ketat terbukti ampuh menurunkan mobilitas masyarakat. Meski tidak berbanding lurus dengan penambahan kasus positif virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No 3/2021 mengubah sejumlah pengaturan dalam PPKM sebelumnya. Kini pusat perbelanjaan diperbolehkan buka hingga pukul 21:00.

Dalam PPKM tahap I (11-25 Januari 2021), pusat perbelanjaan hanya boleh beroperasi hingga pukul 19:00 WIB. Kemudian diperlonggar dalam PPKM tahap II (26 Januari-8 Februari 2021) menjadi maksimal pukul 20:00.

Kemudian dalam PPKM tahap I dan II, restoran hanya boleh melayani pengunjung yang makan-minum di tempat maksimal 25% dari kapasitas. Kini dengan PPKM terbaru (yang diberi nama PPKM Mikro), kapasitas maksimal dinaikkan menjadi 50%.

Lalu ada soal kehadiran karyawan perkantoran. PPKM tahap I dan II mensyaratkan karyawan yang bekerja dari rumah (work from home) setidaknya 75%. Dalam PPKM Mikro, dikurangi menjadi 50%.

Apakah masyarakat di Jawa-Bali yang daerahnya masuk zona PPKM mematuhi arahan pemerintah? Ternyata lumayan patuh lho...

Mengutip data Covid-19 Community Mobility Report keluaran Google, rata-rata tingkat kepadatan di tempat perbelanjaan ritel dan lokasi wisata pada 11 Januari-2 Februari 2021 adalah 26,48% di bawah normal. Jauh lebih sepi dibandingkan rerata 23 hari sebelumnya yaitu 15,48% di bawah hari biasa.

Sementara di tempat kerja, rata-rata kehadiran karyawan pada 11 Januari-2 Februari 2021 adalah 28,57% di bawah normal. Lebih sepi ketimbang rata-rata 23 hari sebelumnya yaitu 26,6% di bawah normal.

HALAMAN SELANJUTNYA >> Warga Patuh PPKM, Tapi Pandemi Makin Ganas

Namun memang harus diakui tujuan penerapan PPKM belum tercapai. Meski ada pembatasan kegiatan warga, tetapi kasus positif corona bukannya turun malah semakin 'menggila'.

Kurva kasus corona di Indonesia belum melandai. Per 7 Februari 2021,Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona adalah 1.157.837 orang. Bertambah 10.827 orang (0,94%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Selama masa PPKM yang berlangsung 28 hari, rata-rata penambahan pasien positif adalah 11.779 orang per hari. Naik tajam dibandingkan rata-rata 28 hari sebelumnya yaitu 7.507 orang setiap harinya.

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkeluh-kesah. Kepala Negara tidak terima, karena sudah ada PPKM tetapi kasus corona malah semakin bertambah. Di sisi lain, ekonomi dikorbankan karena pembatasan aktivitas dan mobilitas rakyat tentu membuat roda ekonomi tidak bergeliat.

"Ada PPKM, ekonomi turun. Sebetulnya nggak apa-apa asal Covid-nya juga turun, tapi ini nggak," tegas Jokowi.

Halaman Selanjutnya >> Suara Pesimisme Mulai Muncul

Oleh karena itu, sebagian kalangan mulai pesimistis terhadap perekonomian Indonesia pada kuartal I-2021. Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, memperkirakan Produk Domestk Bruto (PDB) Indonesia masih akan tumbuh negatif pada Januari-Maret 2021.

"Kami merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021 dari 2,15% menjadi 1,5%. Sementara untuk keseluruhan 2021, kami juga merevisi jadi 3,85% dari sebelumnya 4,15%," sebut Kevin dalam risetnya.

Dari sisi pasokan, lanjut Kevin, sebetulnya ada perbaikan. Ini terlihat dari kenaikan aktivitas manufaktur yang dicerminkan dari Purchasing Managers' Index (PMI). Pada Januari 2021, skor PMI manufaktur Indonesia ada di 52,2, tertinggi dalam 6,5 tahun.

Namun, perbaikan di sisi pasokan tidak diimbangi oleh permintaan. Pandemi virus corona yang semakin menghkhawatirkan membuat masyarakat (terutama kelas menengah-atas yang merupakan motor penggerak konsumsi domestik) masih menahan diri untuk berbelanja.

Helmi Arman, Ekonom Citi, juga memberikan proyeksi yang lebih pesimistis terhadap prospek perekonomian Tanah Air. Citi memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 3%, lebih kecil ketimbang proyeksi sebelumnya yaitu 3,6%.

"Pemulihan konsumsi rumah tangga untuk sektor dengan dampak ikutan (multiplier effect) tinggi seperti pariwisata dan akomodasi sepertinya lebih lemah dari perkiraan. Investasi memang membaik pada kuartal IV-2020, tetapi masih di bawah level pra-pandemi.

"Proses normalisasi permintaan domestik berjalan lambat. Kami perkirakan pertumbuhan permintaan kredit ke teritori positif akan makan waktu sehingga kami melihat tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan sampai akhir tahun," jelas Helmi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Jangan PPKM Ketat! Ini Caranya Bikin Covid-19 Endgame

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular