
Ternyata Tak Semua Pengusaha Setuju Vaksinasi Mandiri

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana vaksinasi mandiri yang bakal dilakukan dunia usaha ternyata tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari pengusaha. Kenapa?
Salah satu pengusaha nasional yang tidak ingin disebutkan namanya menilai program vaksinasi mandiri bakal membuat ketimpangan antara masyarakat atau perusahaan yang mampu dengan yang tidak.
"Prinsip saya beda dengan kawan-kawan, setuju perlu untuk sektor ekonomi itu prioritas sama lah. Tapi gini, kita harus tau pandemi ini nasional sehingga semestinya domain pemerintah yang sangat penting, karena itu dari segi keadilan dan dari segi moral juga perlu perhatian," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (5/2).
Program vaksinasi mandiri memang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Tidak sedikit yang kontra karena bakal membuat usaha kecil sulit untuk mengaksesnya akibat dana terbatas. Pengusaha itu memang mendukung pelaku ekonomi menjadi prioritas selain tenaga kesehatan. Namun, jangan membedakan antara pengusaha besar dan kecil.
"Ngga perlu dilihat besar atau kecil, termasuk ibu-ibu di pasar pun harus dikasih. Jangan karena dia jualan di pasar, mikro ekonomi ya udah nanti aja tunggu dulu. Kan nggak bisa gitu, secara moral ini kan nggak benar," katanya.
Artinya yang mendapat vaksin itu tetap harus orang-orang prioritas, penerima vaksin mendapat prioritas bukan karena mampu, melainkan kedudukan atau fungsinya di tengah masyarakat penting.
"Pengusaha yang tadinya rela bayar mandiri, dana itu aja sumbang ke pemerintah, katakan tadinya saya siapkan miliaran untuk vaksin pekerja saya yang ribuan. Tapi karena diambil alih pemerintah seluruhnya padahal saya sudah niat untuk bayar, maka uang itu aja disumbang supaya pemerintah bisa mengadakan vaksin yang lain-lain," jelasnya.
Selain itu, menurutnya perlu ada transparansi mengenai anggaran yang keluar. Jangan sampai ada orang-orang yang mengambil untung dari program vaksinasi ini. Vaksin yang merupakan kategori public good harus menjadi komoditas yang terbuka bagi masyarakat.
"Pemerintah dalam hal ini Menkes harus tahu harga di pabrik sana berapa, jadi kalau ada orang membantu atau mengadakan itu harus tahu. Apalagi ini suasana Emergency Use Authorization (EUA), ini kan suasana darurat, jadi benar-benar dikontrol pemerintah, karenanya peranan Menkes penting. Harga vaksin boleh beda, umpama satu yang dapat Sinovac lebih murah, tapi satu lebih mahal. Tapi karena harga nggak ada standar, siapa yang kontrol harga itu? umpama US$10 ke US$20 siapa yang kontrol?" sebutnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 7 Ribu Kantor Mau Vaksin Mandiri, Wajib Gratis ke Karyawan!