
Ramai-ramai Kader Partai Republik era Bush Membelot, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa kader Partai Republik Amerika Serikat (AS) yang pernah menduduki jabatan penting dalam kabinet Presiden George W Bush menyatakan mundur beramai-ramai.
Hal ini didasari oleh rasa malu atas kemampuan partai tersebut yang gagal membendung klaim tak berdasar Donald Trump, presiden AS sebelumnya, mengenai kecurangan atas pemilu November lalu. Trump kalah oleh Joe Biden dalam Pilpres di November tahun lalu.
Para pejabat ini mengatakan mereka tidak lagi mengakui partai yang mereka layani.
Menurut beberapa mantan pejabat Bush yang berbicara dengan Reuters, beberapa kader Republik mulai mengakhiri keanggotaan mereka, yang lain membiarkan keanggotaannya tidak berlaku lagi, sementara lainnya hanya terdaftar sebagai anggota yang independen saja.
"Partai Republik yang saya tahu sudah tidak ada lagi. Saya akan menyebutnya kultus Trump," kata Jimmy Gurulé, yang merupakan Wakil Menteri Keuangan untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan di pemerintahan Bush.
George Walker Bush adalah politisi AS dan pebisnis yang menjadi Presiden AS ke 43 pada era 2001-2009.
Kristopher Purcell, yang bekerja di kantor komunikasi Gedung Putih era Bush selama 6 tahun, mengatakan sekitar 60 hingga 70 mantan pejabat Bush telah memutuskan untuk meninggalkan partai atau memutuskan hubungan dengannya.
Dari beberapa percakapan yang ia lakukan, ia mengatakan bahwa "jumlahnya bertambah setiap hari."
Pembelotan mereka dari Partai Republik setelah masa bakti seumur hidup bagi banyak orang adalah tanda jelas lainnya tentang bagaimana konflik antar partai yang berkembang karena Trump.
Partai tersebut saat ini terjebak di antara kelompok moderat yang tidak terpengaruh dan orang-orang independen yang merasa muak dengan basis setia Trump yang sangat kuat.
Partai Republik AS atau sering disingkat GOP yang merupakan singkatan dari Grand Old Party adalah salah satu dari dua partai politik besar di Negeri Paman Sam, yang didirikan sejak 20 Maret 1854.
Saat ini parlemen AS sudah memakzulkan Trump atas insiden pengepungan gedung parlemen The Capitol oleh para pendukung Trump. Saat itu, para penyokong setia Trump menilai ada konspirasi besar dalam kekalahan jagonya itu saat melawan Biden.
Proses pemakzulan ketika itu masuk ke tahap Senat. Dalam dinamikanya terlihat bahwa sebagian besar Senator Republik mengindikasikan bahwa mereka tidak akan mendukung pemakzulan Trump, sehingga hampir pasti bahwa mantan presiden tersebut tidak akan dihukum dalam persidangan Senatnya.
Trump dimakzulkan pada 13 Januari oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipimpin Demokrat dengan tuduhan "menghasut pemberontakan." Ia merupakan satu-satunya presiden yang akan dimakzulkan dua kali.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Update Pemilu Paruh Waktu AS: Partai Republik Unggul
