
Eropa Sukses Majukan Energi Terbarukan, RI Apa Kabar?

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa akhirnya berhasil mencapai targetnya untuk meningkatkan porsi bauran energi baru terbarukan dan mengurangi pemakaian energi fosil.
Pada 2020, porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) di Uni Eropa berhasil mencapai 38%, melampaui porsi energi fosil seperti batu bara dan gas yang menyumbang 37% dari sumber utama listrik.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Mampukah Indonesia mengikuti jejak Eropa tersebut?
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran energi baru terbarukan Indonesia hingga 2020 baru mencapai 11,51%, padahal pemerintah menargetkan bauran EBT pada 2025 minimal mencapai 23%.
Bila dibandingkan 2019 yang sebesar 9,2%, maka bauran EBT pada 2020 hanya meningkat 2,3%.
Dengan data tersebut, menurut Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), kondisi bauran energi baru terbarukan Indonesia saat ini masih jauh dari target Kebijakan Energi Nasional maupun Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
"Indonesia belum mencerminkan ambisi penurunan emisi dan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih besar yakni target (EBT) 23% di 2025 dan 31% di 2050," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (29/01/2021).
Jika pemerintah mau lebih ambisius, ujarnya, maka bauran energi terbarukan bisa mencapai di atas 50% pada 2040 dan 70% di 2050. Bila ini bisa direalisasikan, maka menurutnya, porsi energi terbarukan bisa lebih tinggi dibandingkan energi fosil pada 2040-2045 mendatang.
"Kalau didukung dengan phase out PLTU batu bara secara bertahap mulai 2025, maka bisa lebih cepat di kisaran 2035-2040. Banyak faktor yang berperan," imbuhnya.
Dia pun sempat menuturkan, jika ingin mencapai target yang tertuang dalam Perjanjian Paris untuk menekan dampak perubahan iklim, PLTU subcritical yang memproduksi sekitar 5.000 Tera Watt hours (TWh) harus berakhir pada 2030 dan semua jenis PLTU yang lebih maju harus berhenti sebelum 2040.
"Tapi mungkin banyak orang yang akan pertanyakan apakah skenario ini layak di Indonesia? Saya bayangkan argumentasinya lebih 3/4 kapasitas PLTU di bawah 20 tahun dan punya usia ekonomis," ungkapnya dalam 'Indonesia Energy Transition Outlook 2021', Selasa (26/01/2021).
Dia mengakui untuk melaksanakan ini bukanlah pekerjaan mudah. Menurutnya Indonesia akan menghadapi sejumlah kendala untuk bisa menerapkan hal tersebut. Jika semua PLTU di Indonesia yang masih bernilai ekonomis dihentikan operasinya, maka menurutnya ini tentu akan menimbulkan banyak pertanyaan terkait siapa yang akan menanggung biayanya.
Lalu, bila PLTU digantikan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) lainnya, pembangkit EBT juga dianggap masih belum ekonomis karena harga listrik dari PLTU masih jauh lebih murah.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gak Punah, Batu Bara Masih Akan Exist Walau Ada Netral Karbon