Sepatu Adidas-Nike Cs Buatan RI Terhambat Ekspor, Kok Bisa?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
29 January 2021 08:45
Infografis: PHK Massal Pabrik Sepatu 'Menular' Kini Menghantam Nike
Foto: Infografis/PHK Massal Pabrik Sepatu 'Menular' Kini Menghantam Nike/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki banyak pabrik sepatu yang memproduksi untuk brand kenamaan dunia, mulai dari Adidas, Nike hingga Puma. Namun, di tengah pandemi Covid-19 ada persoalan hambatan jalur distribusi ke Amerika Serikat dan Eropa.

Pasalnya, Indonesia sempat mengetatkan arus keluar-masuk barang. Akibat kebijakan itu, produksi sepatu yang sudah jadi menemui hambatan untuk diekspor ke negara pemesan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengakui pengusaha harus berputar otak untuk mengirimnya. Di sisi lain, pabrikan Indonesia sudah terikat kontrak dengan brand-brand besar tersebut.

"Yang dilakukan perusahaan mencari alternatif cepat dengan tanggungan sendiri, dan itu mengurangi margin resiko kita. Kedua negosiasi dengan buyer, melalui sharing beban Alhamdulillah. Kemudian kalau itu sudah kontrak ini kan jadi nego, yang berat kalau ini masuk ke ekspektasi komponen harga ke depan, itu kan harganya jadi nggak kompetitif," sebut Firman kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (29/1/21).

Proses negosiasi itu pun terkadang tidak mudah, beberapa brand kenamaan dunia memiliki aturan ketat dalam hal-hal teknis, mulai dari kualitas produk hingga pengiriman barang. Untuk itu, pemerintah perlu mengambil langkah tepat dalam menyikapi aktivitas keluar masuk barang.

"Karena itu berpengaruh pada aktivitas kapal kontainer, berdampak pada aktivitas ekspor. Kita nunggu kapal lama, biaya lebih mahal termasuk kontainer berebut Keseimbangan ini harus mulai dibangun Pemerintah. Tidak bisa ketat 100% padahal kita tertolong dengan pasar ekspor. ketika domestik hilang, ekspor kita bisa tumbuh, ketika biaya logistik mahal itu akan jadi kesulitan kita," sebutnya.

Ketika aktivitas logistik terkena hambatan, Industri sepatu Indonesia menghadapi kenaikan biaya produksi di tengah persaingan dengan negara-negara lain terutama Vietnam. Naiknya biaya produksi mulai dari fasilitas publik seperti tarif tol hingga kenaikan upah minimum kota (UMK) membuat pabrikan sepatu harus berputar otak untuk bertahan, salah satunya perluasan investasi ke wilayah dengan UMK rendah.

"Kemungkinan ada perluasan industri di daerah yang kompetitif, yang kemarin sudah investasi di daerah baru, di 2021 expand kapasitas di daerah baru. Investasi baru ini bukan benar-benar baru, lebih ke perluasan kapasitas atau existing industri yang ada di Jateng atau Jabar pinggiran seperti Majalengka dan Cirebon," kata Firman.

Meski terkesan pindah pabrik, namun bukan berarti pabrik tersebut pindah seluruhnya ke tempat baru, melainkan penambahan pabrik baru di lokasi yang kompetitif. Hal ini seperti yang dilakukan banyak pabrikan sepatu tahun lalu, dimana tetap memiliki pabrik di Banten atau Jawa Barat sekitar Bekasi, juga menambah pabrik lain di Jateng.

"Lebih ke perluasan, karena ternyata biaya produksi meningkat, dari logistik bahan baku lebih mahal, bea masuk bahan baku lebih mahal. Ternyata di masa pandemi UMK naik. Fasilitas publik seperti tol itu juga cost logistic, premium kan bisa dikatakan hilang walau ada tapi tertentu aja, itu bagian dari cost logistik. Jadi komponen-komponen tadi naik semua tapi daya beli turun," sebut Firman.

Keputusan untuk memilih tempat yang lebih kompetitif memang bukan tanpa alasan. Jika tidak, maka produk sepatu Indonesia sulit bersaing dengan meningkatnya produksi.

Di sisi lain, Vietnam yang menjadi saingan utama Indonesia memiliki kesepakatan perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan tergabung dalam Trans-Pacific Partnership, kesepakatan perdagangan regional yang sempat diikuti Amerika Serikat.

"Bea masuk mereka lebih rendah dibanding dengan Indonesia. Dan jangan lupa kita juga sekarang kita berkompetisi dengan kebutuhan lain. Di seluruh dunia pasti ada penurunan daya beli, sekarang kompetisi nggak hanya produk sejenis, tapi dengan kebutuhan pokok. Harga jadi elemen penting untuk bisa survive di masa pandemi," sebutnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Malaysia Lewat, Produksi Sepatu RI Lebih Diakui Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular