
Beda Gaya Penanganan Covid-19 antara Biden & Trump

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara dengan kasus corona (Covid-19) terbanyak dunia. Berdasarkan data Worldomenters, sudah 25 juta warga terinfeksi dengan 429 ribu kematian.
Pada saat Presiden ke-45 Donald Trump berkuasa, meski kasus tinggi, AS tidak memberlakukan pengetatan secara nasional. Namun hal berbeda diambil Presiden ke-46 Joe Biden.
Saat masih menjabat dahulu, Trump sempat mengatakan akan menang melawan Covid-19 tetapi angka kasus positif dan kematian yang selalu bertambah setiap harinya mengatakan sebaliknya. Di situs web kampanye Trump tahun 2020 saat itu, tidak ada informasi terkait rencananya melawan Covid-19.
Bahkan saat ia dan Melania Trump positif Covid-19, tidak ada tanda-tanda gugus tugas virus corona, mandat masker nasional, rencana pengujian komprehensif atau bantuan ekonomi setelah tahun 2020 bagi mereka yang sangat terpengaruh oleh dampak ekonomi. Hingga pada Oktober 2020 lalu, Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows mengatakan "kami tidak akan mengendalikan pandemi".
Ini menunjukkan bahwa pemerintahan Trump mengibarkan bendera putih sebagai tanggapan terhadap kasus Covid-19 yang meningkat pesat. Pada Agustus 2020, Trump sempat merilis agenda masa jabatan keduanya dan itu menjelaskan beberapa rencananya untuk menangani pandemi virus corona namun tidak memberikan banyak detail.
Tujuan yang ditetapkan administrasi Trump ialah mengembangkan vaksin pada akhir tahun 2020. Lalu kembali normal pada 2021, buat obat-obatan dan persediaan penting yang cukup untuk pekerja perawatan kesehatan di AS dan isi ulang persediaan dan persiapkan diri untuk pandemi di masa depan.
Sementara Biden memiliki rencana yang jelas untuk mengendalikan virus corona dalam situs resminya sebelum terpilih menjadi presiden ke-46. Saat itu Biden menjelaskan bahwa mengendalikan virus corona adalah prioritas utamanya, dalam hubungannya dengan membantu perekonomian.
Berikut cara dia menangani keduanya:
- Buat pengujian Covid-19 gratis tersedia secara luas
- Memberikan hingga 12 minggu pembayaran keluarga dan tunjangan cuti medis untuk pekerja yang sakit, pekerja yang merawat orang yang dicintai dan mereka yang tidak dapat bekerja karena komplikasi kesehatan dari Covid-19
- Meningkatkan upaya medis termasuk penelitian, pelacakan kontak, dan persiapan untuk keadaan darurat medis di masa mendatang
- Mempersiapkan sumber daya medis melalui Departemen Pertahanan termasuk personel dan fasilitas
- Arahkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk membuat dasbor waktu nyata yang melacak data Covid-19 termasuk penerimaan rumah sakit dan informasi rantai pasokan.
Selain rencananya, Biden menyerukan mandat masker nasional, karena menurut para ahli medis itu dapat menyelamatkan puluhan ribu nyawa. Biden mengakui bahwa perintah eksekutif Presiden kemungkinan tidak akan terjadi, tetapi memberdayakan pemerintah negara bagian dan lokal untuk melaksanakan mandat akan menjadi prioritas.
Pasca dilantik, Biden mulai memberlakukan kembali larangan masuk pada hampir semua pelancong non-AS yang pernah berada di Afrika Selatan, China, Brasil, Inggris Raya, Irlandia, dan 26 negara di Eropa yang mengizinkan perjalanan melintasi perbatasan terbuka.
Kepala Direktur CDC Rochelle Walensky juga akan menandatangani aturan yang mewajibkan penggunaan masker di pesawat, feri, kereta api, kereta bawah tanah, bus, taksi, dan kendaraan angkutan untuk semua pelancong berusia dua tahun dan lebih tua.
Persyaratan baru tersebut akan berlaku dalam beberapa hari mendatang dan masker dapat dilepas untuk waktu singkat saat makan atau minum.
Pada Selasa, aturan CDC baru mulai berlaku dan mewajibkan semua pelancong udara internasional berusia 2 tahun ke atas untuk menunjukkan tes virus korona negatif yang diambil dalam tiga hari kalender perjalanan atau bukti pemulihan dari Covid-19 untuk memasuki AS.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Trump Belum Kelar, Ini Jurus Baru Jegal Biden Jadi Presiden
