Ekonomi China Tumbuh 6,5%! Iri Bilang, Bos...

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 January 2021 16:08
Mata uang yuan
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Awal tahun lalu China menjadi sorotan dunia karena merebaknya wabah yang diakibatkan oleh virus corona jenis baru (SARS-CoV-2). Awal tahun ini China kembali menjadi sorotan karena Covid-19 dan ekonominya. 

Keberhasilan China dalam karantina wilayah memang menimbulkan konsekuensi besar bagi output perekonomiannya. Ketik Wuhan yang menjadi sentra industri Negeri Panda dan sekitarnya dikunci, produk domestik bruto (PDB) negara tersebut minus 6,8% (yoy).

Sebagai negara berkembang yang selama ini ekonominya mampu tumbuh impresif perlambatan 100 basis poin saja sudah termasuk mengerikan, apalagi ini sampai menyusut, dan kontraksinya sangat dalam.

Namun lockdown berhasil membuat China menjadi satu-satunya negara yang paling awal terjangkit Covid-19 tetapi juga mampu menjadi negara pertama yang keluar dari krisis ekonomi dan kesehatan.

Pengetatan pun mulai dilonggarkan akhir Maret tahun lalu hingga akhirnya ekonomi China pun bangkit. Di kuartal kedua, PDB China berbalik arah. Artinya PDB China tumbuh di zona ekspansif. 

Data mencatat bahwa pada periode April-Juni 2020, PDB China tumbuh 3,2% (yoy). Pertumbuhan ekonomi berlanjut ke kuartal ketiga. PDB Negeri Panda mengalami ekspansi sebesar 4,9% (yoy). 

China berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif di kedua kuartal tersebut. Padahal di saat yang sama PDB negara-negara G20 yang memiliki sumbangsih lebih dari 70% PDB dunia sedang jatuh dalam resesi.

Tepat hari ini China mengumumkan angka keramat pertumbuhan ekonominya untuk kuartal keempat. Hasilnya pun di luar dugaan. Survei yang dilakukan Reuters menunjukkan bahwa ekonomi China diramal tumbuh 6,1% (yoy).

Namun kenyataannya China tumbuh lebih tinggi. Pada kuartal terakhir tahun 2020, PDB China mampu tumbuh 6,5% (yoy). Dengan begitu China mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif dalam tiga kuartal berturut-turut.

Geliat ekonomi China juga tercermin dari kenaikan kapasitas utilisasi industrinya. Seperti halnya dengan PDB China yang tumbuh tinggi, kapasitas utilisasi China juga meningkat ke level tertinggi sejak 2019 yakni di angka 78%.

Tidak hanya itu, ekspor China juga mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Di tahun 2020, ekspor China dilaporkan naik 3,6% dari tahun sebelumnya menjadi US$ 2,6 triliun, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Sementara itu, impor hanya turun 1,1% di tahun 2020 lalu. Artinya aktivitas ekonomi China sudah berputar cukup kencang saat negara-negara lain tersendat akibat menghadapi virus corona. 

Akibatnya dalam satu tahun terakhir mata uang China pun mengalami apresiasi terhadap dolar AS. Dalam setahun terakhir ketika indeks dolar mengalami koreksi hampir 7%, yuan atau renminbi berhasil menguat 5,43% di hadapan greenback.

Prospek pertumbuhan ekonomi China untuk tahun 2021 diramal akan lebih baik dari tahun 2020. Namun ada beberapa hal yang masih menjadi risiko besar bagi perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut. 

Setelah dinyatakan berhasil menekan kasus Covid-19 di dalam negeri, kini infeksi patogen ganas tersebut kembali merebak. Pertambahan kasus harian di China selalu tembus di atas 100 sejak sepekan terakhir.

Kendati tidak sebanyak awal tahun lalu tetapi jika tidak diwaspadai maka kasus akan kembali 'meledak'. Apalagi jika melihat momentumnya mendekati perayaan Tahun Baru Imlek 2021 yang akan jatuh pada Februari nanti. 

Masyarakat China bisasanya menggunakan momen Imlek untuk pulang kampung. Dengan adanya lonjakan kasus baru yang terjadi belakangan ini, ratusan juta warga AS terancam batal mudik seiring dengan dilakukannya kembali pengetatan mobilitas publik.

Pada Rabu lalu, Komisi Kesehatan Nasional melaporkan total 115 kasus baru yang dikonfirmasi di daratan, dibandingkan dengan 55 hari sebelumnya, peningkatan harian tertinggi sejak 30 Juli. Dikatakan 107 dari kasus baru adalah infeksi lokal.

Sebagian besar kasus baru dilaporkan di dekat ibu kota, Beijing, tetapi sebuah provinsi di timur laut jauh juga mengalami peningkatan infeksi. Hebei, provinsi yang mengelilingi Beijing, menyumbang 90 kasus, sementara provinsi Heilongjiang timur laut melaporkan 16 kasus baru.

Kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan membuat China kembali memutuskan untuk mengetatkan langkah-langkah pembatasan sosial. Setidaknya tiga kota di Provinsi Hebei yakni Shijiazhuang, Xingtai dan Langfang dikarantina (lockdown).

Dengan adanya pengetatan ini, perekonomian China yang sedang bergeliat kembali terancam. Apalagi China berpotensi kehilangan momentum perayaan Imlek yang turut mendongkrak perekonomian domestik yang ditopang oleh konsumsi masyarakat dan hanya terjadi satu tahun sekali.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular