Bisnis Festival dan Konser Musik Masih Mendung Tahun Ini

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
08 January 2021 15:12
Konser U2/Evan Agostini/Invision/AP, File)
Foto: Konser U2/Evan Agostini/Invision/AP, File)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2021 seharusnya bisa menjadi menjadi harapan untuk industri festival dan konser musik. Namun dari aturan 'gas dan rem' pemerintah membuat membuat promotor musik resah akan keberlangsungan bisnis di Industri acara musik.

Pemerintah juga semakin menekan ruang gerak masyarakat melalui Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang akan dilakukan pada 11-25 Januari 2021 untuk wilayah Jawa dan Bali. Dalam aturan itu melarang melakukan kegiatan sosial dan penutupan fasilitas umum.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), Emil Mahyudin, melihat hal ini sebagai tanda belum ada titik cerah kegiatan acara langsung bisa diselenggarakan. Industri ini salah satu yang sampai sekarang belum sama sekali beroperasi sejak adanya larangan pertama kali.

"Ini pukulan untuk industri musik dan festival, 2021 padahal kita sudah mulai berharap lebih baik tapi sepertinya belum bisa tahun ini. Kita padahal yang paling pertama disuruh berhenti dan sampai sekarang belum beroperasi," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/1/2021).

Padahal jajarannya masih sudah menyiapkan standar operasi baru yang akan diajukan kepada Pemerintah untuk menggelar acara musik langsung. Namun dengan adanya aturan ini akibat lonjakan penularan Covid -19 terlihat sulit untuk mendapat lampu hijau dari pemerintah.

Menurut Emil hingga saat ini belum terbentuk klaster akibat dari konser music. Namun dari pelanggaran promotor ilegal membuat sektor acara selalu menjadi kambing hitam jika ada naiknya angka positif Covid - 19.

"Contoh heboh konser dangdut di Tegal itu bukan event promotor professional, pool party di Medan itu bukan event profesional, " katanya.

Sehingga hampir semua perusahaan promotor musik sedang mati suri menunggu restu dari pemerintah untuk menjalankan acara. Bahkan beberapa perusahaan promotor banting stir untuk berjualan minuman kopi untuk bertahan.

Emil menambahkan sampai saat ini belum ada bantuan dari pemerintah untuk sektor ini. Namun, dia mengakui masih banyak promotor ilegal yang beroperasi serampangan.

Walaupun ada dana hibah sektor pariwisata tahun 2020 lalu hanya untuk hotel dan restoran. Tahun ini pemerintah juga berkomitmen untuk memperluas penerima Dana Hibah Pariwisata di 2021, tapi belum merinci bisnis apa saja yang bisa menerima bantuan itu.

"Saat ini kita sedang melakukan pendataan untuk promotor profesional yang sedang aktif. Sehingga kita bisa tahu berapa orang pekerja yang terlibat, dan apakah mereka dapat bantuan bansos," katanya.

Dia pun berharap adanya insentif dari Pemerintah untuk industri ini. Agar bisa memberi nafas untuk promotor musik bertahan.

"Kita butuh kesempatan dalam berusaha, tidak ada relaksasi, insentif, atau hibah tidak ada. Paling yang bisa kita rasakan dari sektor kredit Bank kemarin misal cicilan leasing mereka dapat restrukturisasi, Januari Februari ini makin berat," katanya.

Pemotor Banting Setir

Sudah 10 bulan promotor-promotor musik mati suri akibat pandemi Covid -19. Banyak perusahaan yang gulung tikar dan mengubah strategi bisnisnya sementara menunggu lampu hijau dari pemerintah untuk Kembali menjalankan acara.

Emil Mahyudin, mengatakan banyak promotor yang saat ini menunggu lampu hijau dari pemerintah. Sehingga mereka menutup sementara bisnisnya, atau mengalihkan ke jenis usaha lain.

"Bahkan sampai ada yang buka coffee shop sekarang karena susah tidak bisa membuat acara," katanya.

Dia menjelaskan di tahun ini belum kelihatan bisa Kembali menjalankan live event karena adanya pengetatan. Padahal tahun kemarin sudah pihaknya sudah memberikan contoh live event yang berhasil tidak menjadi cluster Covid-19 dari acara konser drive in di Kemayoran.

"Waktu drive in di Kemayoran dilaksanakan protokol kesehatan ketat. Seluruh pengunjung pekerja pihak terlibat masih di monitor sampai sekarang. Bandingkan dengan kerumunan lain seperti di mall apa tidak lebih rawan pelaksanaan pertunjukan musik yang dikontrol," katanya.

Emil menjelaskan promotor juga masih kesulitan untuk menjalankan konser virtual. Melihat biaya yang dikeluarkan hampir sama dengan live event, namun income jauh berbeda karena jumlah penonton sedikit dan tipisnya pendapatan dari tiket.

Pendapatan dari promotor hanya didapatkan dari Sponsor dan sedikit dari penjualan tiket. Ketidakseimbangan ini juga diberatkan dari harga Artis yang masih cukup mahal, dan tidak sebanding dari pendapatan dan biaya yang dikeluarkan.

"Kita masih mencari keseimbangan dari konser virtual ini karena masih hal baru. Ini terkait ada harga Artis, biaya publisher untuk tayang virtual itu juga beratkan promotor," katanya.

Emil melihat hype yang dihasilkan juga sangat berbeda dengan live event, sehingga banyak kalangan yang kurang minat untuk menyaksikan konser virtual. Dengan traffic yang rendah berarti pendapatan juga menipis.

Dia mengingatkan bisnis event organizer dan live event ini sangat memberikan multiplier effect ke sektor lain seperti hotel, sewa mobil, catering, dan industri turunan lainnya. Untuk mendongkrak industri pariwisata juga sangat bergantung dari adanya acara yang digelar untuk menarik wisatawan.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Layak Ditiru, Cara Inggris Lindungi Bisnis Konser Saat Corona

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular