Hasil Inspeksi IMF: Indonesia Bangkit!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 January 2021 13:49
Logo IMF
Foto: CNBC

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah Bank Dunia, kini giliran Dana Moneter Internasional (IMF) yang memberikan pandangannya untuk prospek ekonomi Indonesia tahun 2021. IMF memberikan outlook lebih baik untuk perekonomian Indonesia tahun ini dibandingkan dengan Bank Dunia.

Berdasarkan perkiraan IMF, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 2021 berada di 4,8% lebih besar 40 basis poin (bps) ketimbang perkiraan IMF di 4,4%.

Untuk tahun 2022, IMF bahkan lebih optimis dari Bank Dunia. Ekonomi RI diproyeksi tumbuh di angka 6% tahun 2022 sementara ramalan Bank Dunia menyebutkan pertumbuhan PDB RI tahun depan di angka 4,8%.

Kebijakan makroekonomi yang akomodatif untuk tahun ini masih akan ditempuh. Tema kebijakan fiskal yang mendukung pemulihan ekonomi menjadi sorotan oleh lembaga keuangan global tersebut.

Pemerintah masih akan mengalokasikan anggaran untuk mengatasi pandemi Covid-19 seperti yang sudah dilakukan di tahun 2020. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk investasi yang memiliki dampak besar salah satunya adalah infrastruktur. 

Setelah sempat dinomorduakan, pemerintah berupaya menggenjot kembali pembangunan infrastruktur di tahun 2021. Sebanyak Rp 417,8 triliun digunakan untuk pembangunan infrastruktur sebagai salah satu upaya pemulihan ekonomi nasional.

Dari sisi moneter kebijakan Bank Indonesia (BI) yang non-konvensional seperti menurunkan suku bunga acuan serta ikut berpartisipasi untuk menambal defisit anggaran lewat pembelian surat utang pemerintah disebut tepat di tengah kondisi krisis akibat pandemi seperti sekarang ini. 

Era suku bunga rendah, tren pelemahan dolar AS dan imbal hasil berinvestasi di negara-negara maju yang rendah akan memicu adanya inflow ke negara-negara berkembang. Hal ini akan turut mendongkrak harga-harga aset keuangan seperti saham. 

Namun momentum tersebut juga tidak ingin dilewatkan oleh pemerintah untuk mengundang investor asing menanamkan modalnya ke Indonesia. Deregulasi kebijakan yang selama ini tumpang tindih dan birokrasi yang berbelit-belit lewat pengesahan UU Cipta Kerja dinilai satu hal yang positif.

Peran Indonesia dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang merupakan blok kerjasama ekonomi terbesar di dunia diharapkan mampu untuk membangun kembali rantai pasok yang terdisrupsi hingga mendongkrak kinerja perekonomian.

Pembentukan Souvereign Wealth Fund (SWF) bernama Indonesia Investment Authority (INA) yang dimaksudkan untuk menarik dana dari investor asing guna dialokasikan untuk pembiayaan berbagai proyek infrastruktur juga diharapkan mampu menjadi solusi atas kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional non-utang.

Fokus pada pembangunan infrastruktur diharapkan tidak hanya akan menyerap tenaga kerja di tengah tingginya angka pengangguran di Tanah Air (hampir 10 juta orang pada Agustus 2020) tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan permintaan domestik yang berujung pada pertumbuhan ekonomi.

IMF memandang sistem perbankan tetap stabil, berkat intervensi kebijakan yang berani dan tepat waktu. Namun, pencadangan kerugian pinjaman yang memadai akan menjadi penting bagi kemampuan bank untuk menyerap peningkatan risiko kualitas aset.

Berkat kebijakan restrukturisasi kredit yang diatur OJK, rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) masih tetap terjaga meskipun mengalami sedikit kenaikan. Namun di saat yang sama rasio kredit yang berisiko (Loan at Risk/LaR) juga meningkat lebih dari 20% hingga akhir tahun lalu.

Pandemi Covid-19 masih menjadi risiko utama bagi pemulihan ekonomi global dan domestik. Tren kasus infeksi harian yang tinggi dan tembus rekor di Tanah Air membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk menutup diri dari warga negara asing (WNA) mulai dari 1-14 Januari 2021. PSBB di Jawa dan Bali pun diperketat selama 2 pekan.

Memang pengetatan yang terjadi selama 11-25 Januari tersebut tidak tersebar merata. Namun daerah yang terdampak merupakan kota-kota besar jantung perekonomian di regional Jawa Bali. Pemerintah memang sudah mengantisipasi bahwa kebijakan ini tentu akan menekan aktivitas perekonomian. 

Untuk kembali memacu perekonomian yang sekarat, vaksin adalah kuncinya. RI merupakan salah satu negara yang sudah mengamankan ratusan juta dosis vaksin Covid-19. Program vaksinasi masal akan dilakukan mulai bulan ini. 

Namun untuk melaksanakan program tersebut butuh waktu lebih dari satu tahun. Apabila waktunya molor lebih lama dan ternyata efektivitas vaksin lebih rendah dari yang diharapkan tentu saja ini akan menjadi risiko lain. 

Di luar Covid-19 sebenarnya ada risiko-risiko lain yang patut untuk dicermati. Economist Intelligence Unit (EIU) lembaga konsultasi tersebut melihat ada beberapa risiko yang membayangi perekonimian Indonesia baik dari segi politik hingga risiko keuangan.

Di sektor keuangan risiko datang dari kemungkinan terjadinya fenomena credit crunchi dimana penyaluran kredit oleh perbankan terhambat karena bank menjadi enggan untuk menyalurkan kreditnya.

Fenomena ini terjadi di sepanjang 2020 ketika penyaluran kredit terus melambat tetapi rasio dana pihak ketiga (DPK) meningkat meski pemerintah terus berupaya untuk mendongkrak penyaluran kredit. Apabila hal ini terjadi tentunya akan berdampak besar bagi perekonomian nasional.

Kemudian risiko terbesar kedua yang dihadapi di Indonesia adalah ketika perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia diminta untuk menjual sahamnya ke pemerintah. Kendati deregulasi untuk investasi telah ditempuh oleh pemerintah tetapi secara historis fenomena seperti ini pernah terjadi dan dianggap sebagai risiko besar oleh EIU.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular