Penanganan Covid-19

Beda Mekanisme dengan PSBB, Airlangga Kenalkan PPKM Jawa-Bali

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
07 January 2021 13:40
Airlangga Hartarto (Tangkapan Layar Youtube)
Foto: Airlangga Hartarto (Tangkapan Layar Youtube BNPB)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akan menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang mulai berlaku 11 Januari 2021 hingga 25 Januari 2020. Kebijakan PPKM memiliki perbedaan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), salah satunya dari sisi mekanisme. 

Dalam keterangan pers secara virtual, Kamis (7/1/2021, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto memberikan penjelasan terkait PPKM.

"Ditegaskan bahwa ini bukan pelarangan kegiatan masyarakat. Kedua, masyarakat jangan panik. Ketiga, kegiatan ini adalah mencermati perkembangan Covid-19 yang ada kita," ujarnya.

Salah satu basis kebijakan itu adalah perkembangan Covid-19 di Indonesia. Per hari ini, kasus aktif mencapai 112.593. Kemudian yang meninggal 23.296 dan yang sembuh 652.513. Dengan demikian, tingkat kesembuhan 82,76% dan tingkat kematian 2,95%.

"Nah salah satu yang kita lihat adalah ada laju penambahan kasus per minggu yang per Desember kemarin itu ada 48.434, nah ini per Januari ini sudah meningkat menjadi 51.986," kata Airlangga.

"Nah kita melihat ada beberapa daerah atau zonasi yang kasusnya tinggi sehingga ini semua berbasis pada data-data dan kemudian secara level kabupaten/kota ini juga sudah terinci. Pemerintah melihat ada beberapa daerah yang tingkat BOR 62,8 %," lanjutnya.

Kemudian apa yang diatur pemerintah?

Airlangga mengungkapkan pemerintah menggunakan empat kriteria. Perinciannya sebagai berikut:



Tingkat kematian itu di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau tingkat kematiannya di atas 3%

Tingkat kesembuhan di bawah rata-rata kesembuhan nasional atau 82%

Tingkat kasus aktif di atas rata-rata tingkat kasus aktif nasional

Tingkat keterisian rumah sakit (BOR) untuk ICU dan isolasi di atas 70%.

"Nah apa yang diatur? Bukan menghentikan seluruh kegiatan. Jadi kegiatan-kegiatan sektor esensial, yaitu kesehatan, bahan pangan, dan lain-lain seluruhnya bisa berjalan. Dan ini diberlakukan pada 11 hingga 25 Januari 2021 dan instruksi mendagri sudah diterbitkan dan beberapa gubernur akan memberikan surat edaran. Yang sudah menerbitkan kemarin di Bali dan hari ini direncanakan Gubernur DKI Jakarta," kata Airlangga.

PPKM yang dilakukan meliputi penerapan work from home (WFH) 75%, mal dibatasi sampai jam 7 malam, dine in tetap dibolehkan sebesar 25%, kapasitas tempat ibadah 50%, fasilitas umum dihentikan, kegiatan sosial disetop, dan transportasi akan diatur daerah masing-masing.

"Daerahnya itu sudah ditentukan, yaitu berbasis kota dan kabupaten, bukan keseluruhan provinsi Jawa dan Bali," ujar Airlangga.

Berikut beberapa kota yang jadi prioritas dalam aturan itu:

1. DKI Jakarta (seluruh wilayah)
2. Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi dan Bandung Raya
3. Banten (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan)
4. Jawa Tengah (Semarang Raya, Banyumas Raya dan Kota Surakarta sekitarnya)
5. Yogyakarta (Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Sleman dan Kabupaten Kulonprogo)
6. Jawa Timur (Surabaya Raya dan Malang Raya)
7. Bali (Kabupaten Badung dan Kota Denpasar)

"Jadi sekali lagi ini tidak di seluruh wilayah tetapi di kota-kota dan kabupaten yang memenuhi empat kriteria yang disebutkan tadi," kata Airlangga.

Salah satu perbedaan PSBB dengan PPKM, yaitu terkait mekanismenya. Pada intinya, jika dalam mekanisme PSBB inisiatif awal berupa pengajuan pembatasan ada di pemerintah daerah, dalam PPKM inisiatif ada di pemerintah pusat.

Inisiatif pemerintah pusat itu berupa pemberian kriteria awal terhadap daerah-daerah untuk dilakukan pembatasan. Daerah yang masuk dalam kriteria itu, mau tak mau harus menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat.

Adapun aturan PSBB tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Dalam aturan itu, dijelaskan bahwa kepala daerah mengajukan PSBB kepada pemerintah pusat.

Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:
a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
b. penyebaran kasus menurut waktu; dan
c. kejadian transmisi lokal.

Pasal 5
Selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19) dapat mengusulkan kepada menteri untuk menetapkan PSBB di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

Kriteria PSBB dan Pembatasan Baru
Pertimbangan penerapan PSBB dan PPKM pun berbeda. Aturan mengenai kriteria PSBB tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).



Pasal 4
(1)

Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:


a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;


b. penyebaran kasus menurut waktu; dan


c. kejadian transmisi lokal.


(2) Data peningkatan jumlah kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disertai dengan kurva epidemiologi.

(3) Data penyebaran kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan peta penyebaran menurut waktu.

(4) Data kejadian transmisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.


(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.

Selain itu, penerapan PSBB tetap memperhatikan kesiapan daerah. Hal itu dijelaskan dalam Pasal 9:

Pasal 9
(1)

Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan atas dasar:


a. peningkatan jumlah kasus secara bermakna dalam kurun waktu tertentu;


b. terjadi penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu; dan


c. ada bukti terjadi transmisi lokal.



Pasal 9(2)

Selain berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar juga mempertimbangkan kesiapan daerah dalam hal-hal yang terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyat terdampak, dan aspek keamanan.

Berita selengkapnya >>> Klik di sini

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular