Cadangan Devisa Diramal Tembus US$ 135 Miliar, Ini Pemicunya!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 January 2021 17:47
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan cadangan devisa (cadev) bulan Desember akan lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Cadev di penghujung tahun bisa melampaui US$ 135 miliar.

Di bulan November, cadev Indonesia tercatat mencapai US$ 133,7 miliar. Tidak banyak mengalami perubahan dibanding bulan Oktober. 

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa cadev bisa tembus ke atas US$ 135 miliar. Pertama, penerbitan global bond oleh pemerintah dan kedua adalah minimnya kebutuhan stabilisasi nilai tukar pada Desember kemarin. 

Nilai tukar rupiah di sepanjang 2020 mengalami depresiasi 1% terhadap dolar AS. Namun pada kuartal kedua rupiah sempat terdepresiasi 19% di hadapan greenback akibat aliran dana keluar (outflow) masif di tengah kepanikan pasar keuangan global saat awal pandemi Covid-19 melanda.

Namun seiring dengan intervensi kebijakan di sektor kesehatan dan injeksi likuiditas yang masif oleh bank sentral global terutama bank sentral Amerika Serikat (AS) yakni Federal Reserve (The Fed), dolar AS terus melemah dan rupiah pun terapresiasi. 

Bank Dunia mencatat outflow mulai berbalik menjadi inflow mulai bulan Oktober. Aliran dana masuk di bulan Oktober hampir mencapai US$ 2 miliar. Hal tersebut membuat rupiah semakin menguat dan mendekati Rp 14.000/US$ di penghujung tahun.

Tren penguatan rupiah juga dibarengi dengan kenaikan harga-harga komoditas unggulan ekspor RI seperti minyak sawit (crude palm oil/CPO), batu bara hingga komoditas tambang berupa logam dasar (tembaga, bijih besi hingga nikel). 

Pemulihan ekonomi China menjadi salah satu pemicunya. Ketika mayoritas negara di dunia menderita resesi akibat pandemi Covid-19, output perekonomian China justru tumbuh positif di kuartal kedua dan ketiga. 

Tren pelemahan dolar AS masih akan berlanjut di tahun ini. Indeks dolar diproyeksikan bakal melemah 5-10% tahun ini setelah terjungkal 6,7% tahun lalu. Kondisi tersebut bakal mendorong investor mengalihkan uangnya ke aset berisiko dan aset keuangan negara berkembang seperti Indonesia karena memberikan imbal hasil yang lebih agresif.

JP Morgan memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah bisa tembus Rp 13.500/US$ di tahun 2021. IHSG ditargetkan bakal tembus ke 6.800. Dus, imbal hasil riil investasi di Indonesia setelah dikurangi inflasi yang diasumsikan 2% tahun depan masih di kisaran 5-12%.

Rupiah yang terus menguat membuat kebutuhan intervensi BI menjadi semakin minim. Namun dengan prospek pemulihan ekonomi global dan domestik yang lebih baik di tahun 2021, impor yang terkontraksi tajam pada 2020 akan mulai membaik.

Harga komoditas seperti minyak diperkirakan bakal menyentuh US$ 50/barel untuk jenis Brent di tahun ini. Kenaikan impor akan membuat defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) bakal membengkak di tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu.

Bank Dunia memperkirakan bahwa CAD tahun 2021 akan berada di -1,4% PDB, membengkak dibanding tahun 2020 sebesar -0,7% PDB. Dengan outlook pertumbuhan ekonomi RI yang berhasil tumbuh 4,4% secara tahunan, cadangan devisa untuk tahun 2021 diperkirakan sebesar 10% dari PDB atau masih tetap di atas US$ 130 miliar.

Dengan cadangan devisa yang kokoh, investor global pun bakal kian percaya diri menanamkan dananya di pasar keuangan nasional. Ini, tentu saja, terjadi dengan asumsi bahwa pandemi bakal semakin teratasi dan tak memicu Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB) yang berlarut-larut.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular