Meski demikian, Jokowi juga kerap kali meluapkan kejengkelannya saat membahas topik lain. Mulai dari faktor rendahnya serapan anggaran, masalah defisit transaksi berjalan, hingga persoalan harga gas.
Harga Gas Tak Kunjung Turun
Pada awal tahun ini, Jokowi meluapkan kekesalannya karena harga gas industri yang tak kunjung turun. Kepala negara bahkan sempat ingin berkata kasar karena geram melihat harga gas yang masih terlampai mahal.
"Sudah beberapa kali kita berbicara mengenai hal ini, tetapi sampai detik ini kita belum bsia menyelesaikan mengenai harga gas kita yang mahal," kata Jokowi.
Program Tol Laut Melenceng
Saat memimpin rapat terbatas pada Maret lalu, Jokowi mengaku kecewa dengan jajaran menterinya lantaran program tol laut telah melenceng dari tujuan awal untuk mengurangi disparitas harga yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
"Saya ingin ingatkan bahwa tujuan awal dari tol laut adalah mengurangi disparitas harga baik itu antar wilayah, antar pulau, antar daerah, serta satu lagi memangkas biaya logistik yang mahal," kata Jokowi.
Namun, berdasarkan laporan yang diterima kepala negara, biaya logistik antar daerah saat ini masih mahal. Misalnya, seperti biaya pengiriman barang dari Jakarta ke Padang, Jakarta ke Medan, Jakarta ke Banjarmasin.
"Jauh lebih mahal dibandingkan biaya pengiriman dari Jakarta ke Singapura, Jakarta ke Hongkong, Jakarta ke Bangkok, dan Jakarta ke Shanghai," tegas Jokowi.
Kementerian Cuma Business As Usual
Di bulan yang sama, Jokowi meluapkan kemarahannya saat membuka rapat kerja Kementerian Perdagangan. Otoritas perdagangan, kata dia, dianggap hanya bekerja berdasarkan rutinitas tanpa adanya terobosan.
"Yang saya sering marah kepada menteri, dirjen gara-gara hal seperti ini. Tidak hanya di kementerian perdagangan karena urusan bukan hanya menteri perdagangan," katanya.
Kepala Daerah Jadi Sorotan
Jokowi beberapa waktu lalu terlihat geram lantaran masih ada pemerintah daerah yang belum melakukan realokasi dan refocusing anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penanganan Covid-19.
Berdasarkan data Jokowi, ada sekitar 103 pemerintah daerah yang belum mengalokasikan anggaran untuk jaring pengaman sosial. Sementara itu, ada 140 pemerintah daerah yang belum mengalokasikan penanganan dampak Covid-19.
"Potong rencana belanja yang tidak mendesak, perjalanan dinas, rapat-rapat, belanja lain yang tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat. Fokuskan semuanya, fokuskan kekuatan kita pada upaya penanganan Covid-19. Baik di bidang kesehatan maupun penanganan sosial ekonominya," kata Jokowi.
Kesal Penyaluran Bansos Ribet Bukan Main
Jokowi juga sempat menunjukkan kekesalannya terkait penyaluran bantuan sosial tunai. Kepala negara geram lantaran penyaluran bantuan sosial dibuat berbelit dan lambat hingga sampai ke penerima.
"Kecepatan yang kita inginkan agar bansos itu segera sampai di masyarakat, ternyata memang di lapangan banyak kendala dan problemnya, problemnya adalah masalah prosedur yang berbelit-belit," katanya.
Menteri Bersikap Acuh Terhadap Krisis
Amarah Jokowi tak terbendung saat memimpin sidang kabinet pada 18 Juni 2020. Meskipun mulanya acara digelar tertutup, Istana akhirnya mempublikasikan video sidang kabinet pada 10 hari kemudian, tepatnya 28 Juni 2020.
Dalam video tersebut, dengan nada tinggi Jokowi mengaku jengkel melihat masih ada segelintir menteri yang bekerja secara biasa-biasa saja dalam situasi pandemi yang telah menyebabkan krisis kesehatan maupun ekonomi.
"Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis," tegas Jokowi.
Jokowi mengaku geram karena jajarannya tidak sigap dalam menghadapi situasi krisis. Kepala negara bahkan meluapkan amarahnya lantaran kinerja pembantunya tidak membawa kemajuan yang signifikan.
"Tindakan-tindakan kita, keputusan kita, kebijakan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan yang biasa-biasa saja menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini?," tegasnya.
"Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini [harus] extraordinary. Saya harus ngomong apa adanya. Enggak ada progres yang signifikan, enggak ada," katanya.
Jokowi lantas melontarkan ancaman reshuffle kepada pembantunya yang dianggap masih bekerja begitu-begitu saja dalam situasi krisis.
"Langkah extra ordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah pemerintah akan saya buka," katanya.
"Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Udah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi, kalau memang diperlukan," tegasnya.
WFH Seperti Cuti Ala Menteri
Satu bulan setelah kemarahan itu, Jokowi kemudian menyinggung kinerja para menterinya yang turun selama pandemi. Jokowi menyebut, sistem kerja dari rumah justru bagaikan cuti.
"Jangan sampai 3 bulan yang lalu kita menyampaikan bekerja dari rumah, work from home, yang saya lihat ini kaya cuti malahan. Padahal pada kondisi krisis, kita harusnya kerja lebih keras lagi," katannya
Jengkel Investasi Berantakan
Menjelang akhir tahun, Jokowi menyentil secara langsung Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahaladia.
Kala itu, Jokowi menyebut telah memperingatkan kedua menterinya untuk mencari cara agar investasi tidak anjlok di masa pandemi. Pasalnya, realisasi investasi pada kuartal tiga di bawah -5%.
"Saya sudah wanti-wanti Kepala BKPM dan Menko Marimves, paling tidak kuartal ketiga [realisasi investasi] di bawah minus 5%. Tapi ternyata belum bisa," kata Jokowi.
Jokowi mengaku mendapatkan laporan investasi di kuartal III-2020 mencatatkan minus 5%, bahkan bisa sampai 6%. Kepala negara lantas meminta jajarannya untuk segera menyikapi hal tersebut.
"Oleh sebab itu, agar ini dikejar di kuartal IV dan nanti di kuartal I [2021] bulan Januari, Februari, Maret sudah mulai bergerak lagi," jelasnya.