Menteri ESDM Tinjau PLTU Tertua Suralaya, Ada Apa Ya?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
30 December 2020 18:35
PT Indonesia Power melalui Unit Pembangkitan (UP) Suralaya menegaskan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini tidak menyumbang polusi untuk Jakarta. (CNBC Indonesia/Nia)
Foto: PT Indonesia Power melalui Unit Pembangkitan (UP) Suralaya menegaskan jika Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ini tidak menyumbang polusi untuk Jakarta. (CNBC Indonesia/Nia)

Wakil Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLTU Suralaya dinilai lebih kompetitif dibandingkan PLTU yang dibangun oleh produsen listrik swasta (Independent Power Producer/ IPP).

Dia mengatakan, berdasarkan perhitungan internal Indonesia Power, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik yang dihasilkan PLTU Suralaya lebih murah.

"Total BPP dari fixed dan variable cost unit 1-7 hanya sekitar Rp 530,1/ per kWh. Sementara dari PLTU IPP rata-rata di atas Rp 800 per kWh," kata Darmawan.

Arifin menilai, dengan biaya yang efisien akan menciptakan industri yang kompetitif.

"Salah satu komponen kompetitif itu energi. Makanya, PLN harus bisa bersaing tidak hanya sebatas penyedia energi, tapi bisa sebagai pendukung industri," jelasnya.

Ke depannya, PLN akan menargetkan implementasi co-firing biomassa pada PLTU Suralaya sebagai bagian dari dukungan atas percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

"Secara sustainability dari lingkungan hidup juga bagus, makanya beberapa kali mendapatkan proper emas," tegas Darmawan.

Menanggapi hal tersebut, Arifin menegaskan upaya PLN ini sebagai langkah positif dalam dunia pergaulan internasional.

"Itu bagian dari komitmen dunia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan CO2. Kalau tidak melaksanakan komitmen tersebut, kita terpojokkan dalam dunia internasional," tegasnya.

Menurut Arifin, saat ini banyak negara-negara besar seperti Tiongkok dan India yang dikenal sebagai pengguna batu bara mulai beralih ke EBT.

"Banyak negara maju memindahkan dana pendanaan PLTU. Pemanfaatan batu bara ditutup. Tiongkok yang relatif besar-besaran menggunakan batu bara mulai berubah," ungkapnya.

Salah satu antisipasi yang dilakukan Kementerian ESDM, sambung Arifin, yaitu memasukkan EBT sebagai bagian dari bauran energi nasional dalam porsi besar.

"Perkembangan teknologi baru yang ada sekarang ini menunjukkan EBT terutama energi surya semakin kompetitif. Mitigasi EBT ini jadi jalan yang tepat," kata Arifin.

Kendati begitu, Arifin mengungkapkan penggunaan batu bara tidak serta merta hilang dari bauran energi nasional.

"Batu bara adalah simpanan kita di saat energi fosil lain habis. Ke depannya batu bara tetap dipakai, hanya di mulut tambang. Jadi memang dalam proses perencanaan energi perlu melihat aspek yang lain," pungkasnya.

(wia)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular