
Priok & Patimban Saingan? Bos Pelindo II Komentar Begini!

Jakarta,CNBC Indonesia - Pelabuhan Tanjung Priok kini punya 'pesaing' di sisi timur dengan kehadiran Pelabuhan Patimban, Subang. Pemerintah justru menegaskan bahwa dua pelabuhan ini bisa saling kolaborasi. Apakah terjadi persaingan?
Direktur Utama Pelindo II Arif Suhartono mengatakan justru akan terjadi sinergi antara Pelabuhan Tanjung Priok dan Patimban dalam rangka melihat kebutuhan di 10-30 tahun mendatang. Saat ini utilisasi Pelabuhan Tanjung Priok sudah mencapai 70% kapasitas sehingga butuh adanya penambahan kapasitas.
"Seperti yang disampaikan Pak Menhub (Budi Karya), Pak Menko (Luhut Pandjaitan) ada upaya kolaborasi dengan Patimban, kita bicara 10-30 tahun mendatang," katanya, Selasa (30/12).
Makanya dari Pelindo II juga akan terus melanjutkan dua proyek utama di terminal Kali Baru dan New Priok East Access (NPEA). Arif menjelaskan pengembangan terminal baru di Tanjung Priok dibutuhkan sebagai antisipasi kebutuhan yang saat ini terbatas. Selain itu untuk meningkatkan ketahanan energi nasional dan kemudahan aksesibilitas logistik produk BBM.
Dia melihat pembangunan Patimban dibutuhkan untuk menciptakan biaya logistik yang lebih efisien di wilayah greater Jakarta.
"Tanjung Priok ini ada titik ultimate-nya melihat kebutuhannya. Kalau Tanjung Priok bisa reklamasi tapi infrastruktur pendukung yaitu infrastruktur kota ada batasnya, jadi penting sekali membangun Patimban," tambahnya.
Pembangunan Terminal Kali Baru di Tanjung Priok tahap selanjutnya meliputi area reklamasi dan breakwater seluas 178 hektare. Saat ini untuk terminal container tahap satu sudah beroperasi dengan kapasitas 1,5 juta TEUs. Ke Depan tambahan kapasitas terminal akan meningkat secara bertahap mencapai 10 juta TEUs di 2027. Adapun pembangunan proyek ini akan dilanjutkan pada kuartal I tahun 2021.
Nantinya terminal baru ini akan berhubungan dengan akses baru NPEA yang mengkoneksikan Pelabuhan Kali Baru dengan jalan tol Cibitung - Cilincing dengan Kawasan industri di Timur Jakarta.
"NPEA (New Priok East Akses) akan mengkoneksikan Pelabuhan Kali Baru dan Tol Cibitung - Cilincing sehingga akses dari timur ada jalan tol Jakarta - Cikampek, utara ada JOR," katanya.
Biaya Logistik Mahal
Beberapa bulan terakhir harga logistik kapal dikatakan terus meningkat akibat dari adanya kelangkaan kontainer di pelabuhan yang disebabkan sepinya arus perdagangan di beberapa jalur. Namun bukan hanya itu ternyata ada masalah lain yang membuat harga logistik kapal tinggi.
Arif Suhartono mengatakan ada tiga masalah yang membuat harga logistik ini meningkat. "Pertama performa dari Pelabuhan dari infrastruktur yang berimbas pada service yang lambat," katanya.
Kedua shipping line dan shipping road yang tidak optimal yang berimbas kepada service. Sebagai gambaran kapal vessel terbesar di dunia itu mencapai 25 ribu TEUs atau setara empat kali lapangan sepak bola, sementara di Indonesia hanya 3500 TEUs.
"Itu pun tidak terisi semua secara maksimal," katanya.
Selain itu adanya inefisiensi transportasi di darat dan cargo imbalance akibat rendahnya konektivitas antar Pelabuhan dan jeleknya infrastruktur di hinterland.
Selain itu akibat adanya pandemic Covid-19 membuat arus peti kemas juga menurun. Dari perusahaannya hingga November arus peti kemas turun mencapai 9,5 persen. Sementara secara global arus peti kemas juga menurun mencapai 11,3%.
Arif menjelaskan Pelabuhan adalah kunci dalam rantai logistik guna terciptanya rantai logistik yang lebih efisien. Yaitu dengan memperpendek waktu kapal di pelabuhan sehingga sailing time lebih banyak sehingga tujuan akhirnya tercapai untuk mengurangi cost biaya logistik.
Sebelumnya Ketua Forum Angkutan Logistik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Ibrahim Khoirul Rohman mengatakan kelangkaan kontainer yang terjadi saat ini bukan dalam bentuk fisik. Namun, disebabkan adanya ketidakseimbangan aktivitas ekspor-impor yang terjadi.
"Jadi Jadwal pengangkutan yang berkurang akibat dari penurunan volume ekspor-impor dari negara lain. Misalnya Costo dari Singapura ke Rotterdam yang sebelumnya tiga kali seminggu jadi dua kali seminggu," katanya Senin (28/12/2020).
Kondisi ini menyebabkan supply shortage yang ditandai dengan kenaikan freight rate karena volume yang menurun. Dia mengatakan banyak perusahaan global logistic yang mengurangi volume ekspor dan impor untuk rute-rute tertentu.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pelabuhan Priok Vs Patimban, Siapa yang Paling 'Raksasa'?