Pandemi Covid-19

Tutup Pintu WNA Masuk, Indonesia Lakukan 'Mini Lockdown'

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 December 2020 12:51
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, 28 Desember 2020. (Tangkapan layar Setpres RI)
Foto: Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, 28 Desember 2020. (Tangkapan layar Setpres RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia mulai 'keder' dengan munculnya varian baru virus Corona di Inggris yang juga ditemukan di negara lain. Sebagai salah satu langkah cari aman, RI memilih menutup pintu bagi kedatangan Warga Negara Asing (WNA) selama dua minggu awal tahun 2021.

Keputusan tersebut ditetapkan saat rapat terbatas yang berlangsung di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/12/2020) dan disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Kenaikan kasus harian Covid-19 di Inggris sejak awal Desember dikaitkan dengan penemuan varian baru virus Corona (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19. 

Menurut laporan resmi dari European Center for Disease Control & Prevention, varian baru yang juga dikenal dengan nama Variant Under Investigation (VUI 202012/1) atau B.1.1.7 tersebut banyak ditemukan di daerah Kent dan South Wales Inggris.

Laporan awal yang diperoleh dari Inggris menyatakan bahwa varian tersebut lebih menular daripada varian yang awalnya ditemukan dengan tingkat penularan diperkirakan antara 40% hingga 70%.

Penelitian terkait korelasi antara munculnya varian baru dengan tingkat penularan serta tingkat keparahan masih terus dilakukan di Inggris. Konsorsium Ilmuwan Genomik Negeri Ratu Elizabeth terus memetakan persebaran varian baru ini di negaranya.

Namun seiring dengan berjalannya waktu varian tersebut juga ditemukan di negara selain Inggris. Saat ini varian baru tersebut sudah ditemukan di setidaknya 27 negara selain Britania Raya.

Pada 20 Desember 2020, sembilan kasus varian baru telah dilaporkan di Denmark, empat di Belgia dan masing-masing satu di Belanda, Australia dan Italia. Tak lama kemudian kasus serupa juga dilaporkan di Islandia dan Gibraltar.

Singapura, Israel dan Irlandia Utara melaporkan kasus pertama mereka pada tanggal 23 Desember. Jerman dan Swiss mengkonfirmasi kasus pertamanya pada 24 Desember dan Republik Irlandia serta Jepang mengkonfirmasi kasus pertama pada 25 Desember.

Kasus pertama di Kanada, Prancis, Lebanon, Spanyol dan Swedia dilaporkan pada 26 Desember. Yordania, Norwegia, dan Portugal melaporkan kasus pertama mereka pada 27 Desember dan Finlandia serta Korea Selatan melaporkan kasus pertama mereka pada 28 Desember. 

Jelas semakin banyaknya temuan varian baru tersebut di berbagai negara membuat Indonesia khawatir. Apalagi saat ini Indonesia tengah menghadapi kenaikan kasus Covid-19 yang juga signifikan.

HALAMAN SELANJUTNYA >> Warning Epidemiolog Covid-19 Meledak di Jawa

Apabila menilik ke belakang, seiring dengan peningkatan kasus yang terjadi di Indonesia membuat milestone kasus Covid-19 secara kumulatif tercatat dalam waktu yang sangat singkat.

Untuk mencapai 100.000 kasus, Indonesia hanya membutuhkan waktu lima bulan. Namun untuk kasus bisa bertambah menjadi lima kali lipatnya hanya butuh waktu tiga bulan saja.

Hal tersebut diakibatkan oleh kenaikan kasus sampai dua kali lipat di setiap milestone-nya. Untuk sampai angka 50 ribu kasus maka waktu yang dibutuhkan dari saat posisi kasus di angka 10 ribu adalah 57 hari atau 2 bulan. Rata-rata kasus harian tercatat mencapai 709.

Kemudian dari 50 ribu kasus menjadi 100 ribu kasus hanya butuh waktu satu bulan saja dengan pertambahan kasus per hari mencapai 1.554. Sudah dua kali lipat dibandingkan dengan milestone sebelumnya.

Dari 100 ribu kasus ke 500 ribu kasus hanya butuh waktu tiga bulan dengan rata-rata pertambahan kasus per hari mencapai 3.361, juga dua kali lipat dari milestone sebelumnya.


Belakangan ini kenaikan kasus harian dan kematian di dalam negeri juga mengalami peningkatan. Pertambahan kasus baru sudah menyentuh angka 7.000 per harinya. Provinsi-provinsi besar di Jawa terutama DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah menyumbang lebih dari 60% dari total kasus baru nasional per harinya.

Hal ini membuat epidemiolog asal Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut bahwa kasus Covid-19 di Pulau Jawa berpotensi 'meledak'. Angka positivity rate yang tinggi juga dipermasalahkan oleh Dicky.

Positivity rate merupakan salah satu indikator epidemiologi yang digunakan untuk mengindikasikan berapa banyak orang yang teridentifikasi positif Covid-19 jika dibandingkan dengan total tes yang dilakukan.

Saat ini angka positivity rate di Indonesia sudah menyentuh angka 20%. Secara sederhana ini berarti bahwa setiap 100 orang yang dites Covid-19 ada 20 orang yang positif terjangkit Covid-19.

Angka positivity rate yang menyentuh level dobel digit menunjukkan setidaknya dua hal. Pertama adalah wabah tidak bisa dikendalikan dan yang kedua juga menunjukkan tes yang kurang representatif.


HALAMAN SELANJUTNYA >> Epidemiolog Sarankan PSBB Ketat

Tes yang diakui untuk perhitungan kasus Covid-19 di Indonesia menggunakan dua metode yaitu swab PCR dan tes cepat molekuler (TCM) untuk wilayah-wilayah tertentu.

Setiap harinya target jumlah orang yang dites mencapai 30 ribu orang, sehingga dalam seminggu harus ada 270 ribu orang yang dites menggunakan dua metode tersebut.

Namun seringkali tes yang dilakukan tidak sampai memenuhi target. Fluktuasi dan inkonsistensi sampel yang dikoleksi membuat kualitas data Covid-19 menjadi diragukan. Padahal data memiliki peranan penting untuk pengambilan kebijakan pengendalian wabah.

Ini menjadi perhatian serius para dokter, ahli kesehatan masyarakat dan epidemiolog Tanah Air.

Minimnya tes yang dilakukan dan kendornya contact tracing yang dibarengi dengan pelanggaran protokol kesehatan 3M oleh masyarakat membuat kasus harian Covid-19 riil bisa lebih besar dari yang dilaporkan saat ini.

Dengan data yang masih diragukan validitasnya saja jumlah pertambahan kasus baru melebihi jumlah pasien yang sembuh.

Apabila tren ini dibiarkan terjadi terus menerus dan kebanyakan orang yang positif memiliki gejala sehingga membutuhkan perawatan maka rumah sakit akan dipenuhi oleh pasien Covid-19.

Ini jelas membahayakan karena saat ini saja rumah sakit sudah kewalahan dalam menangani pasien Covid-19 yang terus bertambah. Sementara itu tenaga medis dan ketersediaan kasur rumah sakit di Indonesia bisa dibilang tidak mencukupi. 

Apabila mengacu pada laporan OECD yang bertajuk Healthcare at a Glance 2019, untuk 260 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki 1 kasur per 1.000 orang atau 100 kasur per 100.000 populasi.

Ini dilaporkan pada 2017 dan angkanya tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan Sen-Crowe dkk (2020) di bawah 200 kasur per 100.000 populasi. Sementara itu untuk tenaga medis Indonesia hanya memiliki 30 dokter per 100.000 penduduk dan 120 perawat untuk ukuran populasi yang sama.

Sen-Crowe, et al (2020). A Closer Look Into Global Hospital Beds Capacity and Resource Shortages During the COVID-19 Pandemic. Journal of Surgical ResearchSumber : Sen-Crowe, et al (2020). A Closer Look Into Global Hospital Beds Capacity and Resource Shortages During the COVID-19 Pandemic. Journal of Surgical Research

Melihat fenomena ini Dicky Budiman mengatakan bahwa Jawa harus bersiap untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara total. Apabila kebijakan ini ditempuh juga oleh pemerintah berbarengan dengan larangan masuk terhadap seluruh WNA pada 1-14 Januari 2021, kondisi di RI sudah seperti mini atau bahkan semi lockdown.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waspada! Deretan Gejala 'Tak Biasa' Mutan Baru Covid-19

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular