
Erdogan Mau Turki-Israel Akur, Terus Palestina Gimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan keinginannya untuk memperbaiki hubungannya dengan Israel. Pernyataan ini ia buat setelah bertahun-tahun dirinya menentang aksi negeri Yahudi itu di wilayah Palestina.
Dilansir dari Middle East Eye, pernyataan itu ia buat selepas Shalat Jumat pada Jumat kemarin (25/12/2020). Ia mengatakan bahwa dirinya mengalami banyak kesulitan berhubungan dengan pejabat Israel.
"Kami menghadapi masalah dengan orang-orang di tingkat atas (Pejabat Israel). Jika tidak ada masalah di level atas, hubungan kami bisa sangat berbeda," Kata Erdogan kepada wartawan di Istanbul.
"Kami ingin membawa hubungan kami ke titik yang lebih baik," tambahnya.
Namun salah satu figur pemimpin Muslim terkuat di dunia itu menegaskan pihaknya belum dapat menyetujui langkah ekspans Israel ke wilayah Palestina.
"Kebijakan Palestina adalah garis merah kami. Tidak mungkin kami menerima kebijakan Israel atas Palestina. Tindakan tanpa ampun mereka di sana tidak bisa diterima," kata Presiden berusia 66 tahun itu.
Langkah Erdogan ini timbul setelah sebelumnya beberapa negara Arab seperti Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Maroko, dan Sudan menormalisasi hubungan diplomatiknya dengan Tel Aviv.
Sebelumnya Israel dan Turki secara resmi mengakhiri keretakan diplomatik 6 tahun pada 2016.
Perselisihan itu dimulai pada 2010 ketika 10 aktivis Turki tewas dalam konfrontasi kekerasan dengan pasukan komando angkatan laut Israel di atas Kapal Mavi Marmara yang bertujuan untuk mematahkan blokade angkatan laut Israel dan mengirim bantuan Jalur Gaza.
Israel mengatakan tentara mereka diserang dengan kejam oleh para penumpang yang berada di dalam kapal itu.
Kemudian pada Mei 2018 ketegangan kembali terjadi setelah warga Palestina memprotes kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Protes itu dibalas Israel dengan beberapa tembakan yang menewaskan 60 orang. Erdogan menyalahkan Israel menyebutnya sebagai "negara teroris" yang melakukan "genosida".
Sementara itu awal bulan ini, Al-Monitor mengutip seorang sumber yang dapat dipercaya, di mana sumber tersebut mengatakan bahwa Ankara akan memilih Ufuk Ulutas untuk memimpin upaya rekonsiliasi dengan Israel.
Ulutas, yang bukan diplomat karier, saat ini mengepalai pusat penelitian Kementerian Luar Negeri Turki, setelah sebelumnya memimpin sebuah wadah pemikir pro-pemerintah. Ia merupakan lulusan ilmu bahasa Ibrani dan politik Timur Tengah di Universitas Ibrani Yerusalem.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sesumbar Erdogan: Angkatan Laut Turki di Posisi Terkuat!
