Eddy Hiariej, Guru Besar Pidana UGM yang Jadi Wamenkum HAM

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
23 December 2020 11:08
Prof Edward Omar Sharif Hiariej (Grandyos Zafna/detikcom)
Foto: Prof Edward Omar Sharif Hiariej (Grandyos Zafna/detikcom)

Jakarta, CNBC IndonesiaPresiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menunjuk dan sekaligus melantik Edward Komar Syarif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) pada Rabu pagi ini (23/12/2020).

Pelantikan ini bersamaan dengan pelantikan empat wakil menteri (wamen) lainnya, dan enam menteri baru yang lebih dahulu diumumkan pada Selasa kemarin.

Keenam menteri dilantik berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) 133/P Tahun 2020 tentang Pengisian dan Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode 2019 - 2024

Sementara itu, kelima wakil menteri, termasuk Eddy, dilantik berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) 76/M Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Wakil Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode 2019 - 2024.

Para menteri dan calon menteri laki-laki mengenakan setelan jas hitam, kemeja putih, dan kompak menggunakan dasi berwarna merah lengkap dengan peci hitam. Sementara menteri perempuan memakai kebaya

Eddy akan mendampingi Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menjalankan tugas di Kementerian Hukum dan HAM.

Berdasarkan penelusuran, Eddy dikenal sebagai Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Dia lahir di Ambon, Maluku, 10 April 1973.

Ia juga meraih gelar tertinggi di bidang akademis tersebut dalam usia yang terbilang masih muda yakni 37 tahun.

Selain itu, Eddy juga dikenal karena sering ditunjuk sebagai ahli dalam suatu persidangan. Bahkan, ia sempat ditunjuk sebagai ahli Jokowi-Ma'ruf Amin dalam sidang sengketa Pilpres pada 2019.

Di sidang sengketa itu, kala itu Eddy menghadapi Bambang Widjojanto yang merupakan Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

CNN Indonesia mencatat, Eddy juga pernah menjadi saksi ahli mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama pada tahun 2017.

Namun, kesaksian Eddy sempat ditolak jaksa penuntut umum (JPU). Pada saat itu yang menjadi Ketua JPU adalah Ali Mukartono.

Jaksa menjelaskan alasan menolak kesaksian karena ada hal yang tidak etis dilakukan oleh Eddy. Eddy sempat menghubungi jaksa dan menyatakan bahwa dirinya akan diajukan sebagai saksi ahli oleh penasihat hukum jika jaksa tak menghadirkannya sebagai ahli.

Padahal, menurut Ali, jaksa sendiri sudah berniat mengajukan Eddy sebagai ahli hukum pidana dalam persidangan itu. Namun, Eddy justru akhirnya hadir sebagai saksi ahli untuk Ahok.

Selain itu, Eddy juga pernah menjadi ahli yang dihadirkan jaksa dalam sidang kasus kopi sianida pada tahun 2016. Kasus itu menjadikan Jessica Kumala Wongso sebagai terdakwa atas dugaan pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin.

Dalam sidang itu, Eddy berpendapat bahwa pembunuhan berencana tak memerlukan motif.

Eddy juga pernah akan dihadirkan oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, dalam perkara pembayaran elektronik untuk pengurusan paspor di keimigrasian pada tahun 2015. Akan tetapi, saat itu Eddy tidak hadir.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article KolaborasiTASPEN & UGMMajukan Dunia Pendidikan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular