
Banjir Peluang, Airlangga: Ekonomi RI Tumbuh 5,5% di 2021

Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia tetap optimistis pertumbuhan ekonomi pada 2021 akan mencapai 4,5% sampai 5,5%.
"Pemerintah optimis, bahwa seluruh rangkaian strategi dan kebijakan yang dipersiapkan tersebut, akan mampu memanfaatkan peluang pemulihan ekonomi yang ada. Dengan berbagai kombinasi kebijakan dan peluang yang kita manfaatkan secara optimal, maka diharapkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di kisaran 4,5 hingga 5,5% di tahun 2021," ujar Airlangga ketika memberikan Keynote Speech di Outlook Perekonomian Indonesia "Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi 2021", Selasa (22/12/2020).
Meski demikian, Airlangga menggarisbawahi bahwa soliditas dari Pemerintah dan sejumlah stakeholder dibutuhkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2021 tersebut.
"Berbagai upaya pemerintah tersebut tidak akan berhasil, tanpa dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. Koordinasi dan sinergi harus terus dipertahankan dan diperkuat untuk menjawab tantangan perekonomian di tahun 2021," jelasnya.
Keyakinan Airlangga terbangun karena sejumlah data menunjukan ekonomi Indonesia mulai pulih dan banyaknya peluang pada 2021.
"Ijinkan saya menyampaikan kembali pesan dan keyakinan Presiden Joko Widodo, bahwa Tahun 2021 akan menjadi tahun yang penuh peluang, tahun opportunity, tahun pemulihan ekonomi nasional, dan pemulihan ekonomi global. Pada tahun 2021 adalah saat yang tepat untuk kembali bekerja, kembali mengembangkan usaha, dan optimis memanfaatkan peluang," ujar Airlangga.
Dia menjabarkan bahwa sejumlah peluang kian terlihat, antara lain mulai terjadinya pemulihan ekonomi, baik pada tingkat global, maupun di dalam negeri, di antaranya ditunjukkan melalui penguatan nilai tukar rupiah dan pasar saham. IHSG terus bergerak naik dari level 5.400 menjadi 6.165,62 pada penutupan pasar per 21 Desember 2020, dan nilai tukar rupiah berada di level Rp14.130/US$.
"Bahkan JP Morgan memprediksi IHSG bisa mencapai 6.800 pada tahun 2021," ujar Airlangga.
Peluang lain yang akan membantu pemulihan ekonomi di tahun 2021 adalah perbaikan tingkat harga komoditas utama Indonesia di pasar global, serta perluasan akses pasar sebagai akibat dari kerjasama perdagangan luar negeri yang dibangun bersama. Dalam harga komoditas, ada pemulihan harga komoditas utama Indonesia di pasar global, seperti CPO dan Nikel. Pulihnya harga komoditas ini akan memberikan dampak multiplier yang besar terhadap aktivitas ekonomi domestik sehingga dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Lebih rinci dia menjabarkan peluang pertama terkait pemulihan ekonomi global dapat dilihat dari aktivitas manufaktur di negara maju dan negara berkembang, yang mulai memasuki fase ekspansif. Meningkatnya aktivitas manufaktur juga terjadi di Indonesia, yang terdorong dari peningkatan utilisasi industri dalam negeri. Hal ini mengindikasikan adanya optimisme pelaku sektor bisnis, terhadap kondisi perekonomian ke depan.
"Sinyal perbaikan juga terjadi pada Indonesia, di mana perekonomian telah melewati titik terendahnya (rock bottom) di Triwulan II 2020. Di Triwulan III 2020, Indonesia terkontraksi -3,49% (yoy), masih lebih baik dibandingkan beberapa negara lain seperti Jerman, Singapura, Filipina, Meksiko, dan Spanyol yang terkontraksi lebih dari 4%," ujarnya.
Menurutnya, tren perbaikan yang terlihat pada konsumsi domestik dan inflasi, memperkuat fondasi pemulihan ekonomi dari sisi demand. Permintaan domestik dan keyakinan konsumen yang membaik, memicu aktivitas produksi domestik.
"Di sisi supply, di tengah kontraksi yang terjadi, masih terdapat sektor yang mampu bertahan dan tumbuh di sepanjang tahun 2020, seperti sektor Pertanian; Informasi dan Komunikasi; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; serta Jasa Pendidikan," ujarnya.
"Peluang lain yang harus dimanfaatkan, adalah aktivitas perdagangan internasional yang semakin terintegrasi, melalui perjanjian RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) secara luas, oleh seluruh 10 negara ASEAN dan 5 Mitra dagang besar. Juga kerjasama Indonesia-EFTA, CEPA-Australia, Indonesia-Korea CEPA, serta fasilitas GSP (Generalized System of Preference) yang akan ditingkatkan menjadi LTA (Limited Trade Agreement).
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Airlangga Hartarto Disebut Mampu Jaga Ekonomi RI Tetap Kuat
