Ngenes, Orang Miskin RI Diramal Tak Bisa Beli Makanan Pokok

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
18 December 2020 14:52
Bantaran Sungai Ciliwung Manggarai, Jakarta, Selasa, (15/1). Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan di Indonesia pada September 2018,  persentase penduduk miskin turun menjadi 9,66% dari 9,82% di bulan Maret 2018. Dan dari September 2017 yang sebesar 10,12%.

Garis kemiskinan pada September 2018 adalah Rp 410.670/kapita/bulan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Penduduk bantaran kali Ciliwung (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat miskin dan rentan di Indonesia diramal semakin tak mampu membeli makanan pokok. Ini menjadi salah satu masalah yang muncul akibat pandemi corona (Covid-19).

Hal tersebut setidaknya disampaikan Bank Dunia, dalam peluncuran Indonesia Economic Prospects (IEP) Desember 2020. Keterjangkauan menjadi persoalan.

"Keamanan pangan di Indonesia mengalami tantangan. Pasokan pangan ini lebih banyak dinikmati oleh mereka yang mampu membeli makanan dan tidak demikian dengan mereka yang miskin," kata Country Director World Bank untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, dikutip Jumat (18/12/2020).

Ia mengatakan rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah mengalami 'food insecurities'. Oleh karena itu masalah keamanan pangan ini perlu diperhatikan pemerintah.

"Bukan hanya di tingkat pertanian ataupun juga produksi, tetapi juga di tahap perdagangan serta daya saing pada saat memasuki pasar," katanya lagi.

"Ini adalah waktunya, sehingga kita bisa mendorong reformasi di bidang pangan untuk keterjangkauan dan ragam makanan bergizi di Indonesia."

Sementara itu, Bank Dunia merevisi pertumbuhan ekonomi RI di 2020 menjadi -2,2% dari sebelumnya -1,6% di laporan September. Bank Dunia mengindikasikan bahwa RI akan menyelesaikan tahun ini dalam resesi.

"Pertama kali dalam dua dekade," tulis laporan itu.

Meski menyebut ekonomi sudah mulai pulih dari kontraksi signifikan di kuartal II sebesar -5,3%, pemulihan tak merata di semua sektor. Sektor-sektor dengan intensitas kontak yang tinggi seperti pekerjaan yang sulit dilakukan dengan jarak jauh dan yang mengandalkan interaksi langsung dengan pelanggan- transportasi, perhotelan, pedagang grosir dan ritel, konstruksi, manufaktur- mengalami dampak yang sangat keras.

"Ini mencerminkan pemulihan yang yang lebih lemah daripada perkiraan pada kuartal III dan sebagian kuartal IV dan pembatasan mobilitas dan jarak sosial (social distancing) yang masih akan terus ada di tengah meningkatnya kasus-kasus Covid-19," tulis laporan itu lagi.


(sef/sef) Next Article Bank Dunia Ramal Ekonomi RI Membaik di 2021, Ada Syaratnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular