Sstt.. Ada Kabar Royalti Batu Bara Pemegang IUPK Bakal Naik!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
10 December 2020 18:05
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kini tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor pertambangan batu bara. Ada kabar bahwa dalam RPP ini pemerintah akan menaikkan besaran royalti batu bara bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai perpanjangan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), benar kah?

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengakui saat ini pemerintah memang tengah menyusun RPP tentang PNBP batu bara yang kewenangannya berada di bawah Kementerian Keuangan.

Meski menjadi kewenangan Kementerian Keuangan, namun pihaknya memberikan sejumlah rekomendasi terkait hal ini. Dalam memberikan rekomendasi, pihaknya juga memperhatikan kepentingan badan usaha.

"Terkait royalti batu bara ini memang ada RPP Perpajakan dan PNBP. Inisiatif dilakukan oleh Kementerian Keuangan, bola di sana. Kami memberikan masukan-masukan dan pandangan, bahwa kita harus perhatikan kepentingan badan usaha, sudah kami sampaikan," tuturnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Kamis (10/12/2020).

Dia menyebutkan, salah satu usulan yang disampaikan pihaknya kepada Kementerian Keuangan yaitu dengan menerapkan besaran royalti berjenjang disesuaikan dengan harga batu bara. Namun berapa besaran angka perjenjangannya itu menurutnya ini masih belum ditentukan karena masih dibahas.

"Jika boleh saya sebutkan secara umum, kami Kementerian ESDM mengusulkan royalti berjenjang tergantung dengan harga batu bara. Saat ini, mohon maaf sekali lagi meskipun ini sifatnya sementara, semangat berjenjang ini sudah dapat dipahami. Namun, kami masih membahas angka perjenjangannya itu," tuturnya.

Pernyataan Ridwan tersebut merupakan respons dari pertanyaan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno. Eddy mengatakan bahwa dirinya menerima kabar bahwa Kementerian Keuangan akan menaikkan royalti batu bara secara signifikan khusus bagi pemegang IUPK. Tak tanggung-tanggung, dia menyebut kenaikan royalti batu bara bisa mencapai 24% dari biasanya 13,5% bagi para pemegang PKP2B.

"Terkait royalti, kami dapat kabar bahwa Kemenkeu akan menaikkan royalti secara signifikan khusus untuk IUPK batubara ekspor. Akan ada peningkatan yang signifikan yang jadi kurang lebih 24%. Kalau itu terjadi saya kira banyak penambang baik sekarang maupun mendatang akan keberatan," tuturnya dalam RDP tersebut.

Menurutnya, bila ini terjadi, maka perusahaan bisa rugi di awal karena pemotongan royalti yang besar di awal yang diambil dari penjualan, bukan setelah mencatatkan laba. Padahal, lanjutnya, semangat dari UU Minerba yang baru yaitu untuk memaksimalkan penerimaan negara.

"Kalau itu terjadi, memang ada maksimalisasi penerimaan negara, tetapi penambangnya tidak mau ekspor, nanti yang akan dilaksanakan adalah dijual di dalam negeri," ujarnya.

Bila itu terjadi, maka menurutnya bisa berdampak pada menurunnya harga jual batu bara di dalam negeri karena kelebihan pasokan. Dalam jangka panjang, dikhawatirkan perusahaan tidak berinvestasi dan pasokan untuk dalam negeri menjadi berkurang.

Namun di sisi lain, pihaknya juga mendengar kabar bahwa besaran royalti akan berjenjang.

"Saya kira ini perlu penjelasan, sesungguhnya kami juga mendengar ada usulan untuk menyampaikan royalti ini secara berjenjang. Ini perlu pendalaman juga," ungkapnya.

Sementara itu, anggota Komisi VII asal Fraksi Partai Gerindra Kardaya Warnika mengingatkan agar besaran royalti yang akan ditetapkan nantinya dapat diaplikasikan.

"Saya ingin sampaikan bahwa (aturan) yang ingin dikeluarkan itu sebaiknya doable, applicable dan tidak bersifat lucu. Karena begini, misalkan royalti yang progresif itu tergantung daripada harga. Kalau tergantung dari produksi itu umum," ujarnya.

Dia pun mempertanyakan bagaimana penentuan harga batu bara yang menjadi patokan royalti tersebut nantinya, apalagi harga sangat fluktuatif setiap harinya.

"Kalau tergantung dari harga, yang namanya harga setiap menit berubah, jadi bagaimana itu," tanyanya.

Pada bulan lalu, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan kepada CNBC Indonesia bahwa Rancangan PP tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di bidang pertambangan batu bara telah berada di Sekretariat Negara untuk selanjutnya ditandatangani Presiden.

Salah satu pemegang PKP2B yang telah menerima perpanjangan operasional menjadi IUPK yaitu PT Arutmin Indonesia. Surat Keputusan IUPK Arutmin ini telah dikeluarkan pada 2 November 2020 lalu, sehari setelah kontrak berakhir pada 1 November 2020. Adapun IUPKĀ AruminĀ ini berlaku 10 tahun terlebih dahulu.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Girang Dulu! Gak Semua Batu Bara Taipan Royaltinya 0%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular