Ahok Sebut Gasifikasi Batu Bara Lebih Mahal dari LPG, Kenapa?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
02 December 2020 18:45
INFOGRAFIS, Proyek Gasifikasi RI
Foto: Infografis/Gasifikasi RI/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mendorong hilirisasi batu bara, salah satunya melalui program gasifikasi, yakni mengubah batu bara kalori rendah menjadi dimethyl ether (DME) yang bisa dimanfaatkan sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Namun, proyek gasifikasi ini mendapatkan tanggapan kurang menarik dari Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dia menyebut biaya memproses DME lebih mahal daripada LPG. Artinya, proyek pembuatan DME dari batu bara ini dinilai kurang ekonomis.

"DME lebih mahal dari LPG dan juga jangka panjang teknologi," kata Ahok dalam acara "2020 International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas" secara virtual, Rabu (02/12/2020). Namun sayangnya dia tidak merinci lebih lanjut.

Seperti diketahui Pertamina menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berencana mengerjakan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME dengan bekerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan Air Products. Proyek gasifikasi batu bara ini digadang-gadang bakal menekan tingginya impor LPG.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arviyan Arifin mengatakan dalam mengerjakan proyek gasifikasi ini pihaknya sudah melakukan studi kelayakan dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari para konsultan, para praktisi, dan para industrialis.

"Kita perlukan investasi hampir US$ 2 miliar ya atau sekitar Rp 30 triliun yang nanti akan dibangun oleh investor. PTBA akan suplai batu bara, nanti DME-nya disalurkan ke Pertamina," paparnya.

Dia mengatakan, DME sebagai pengganti LPG, secara teknis dan ekonomis akan memberikan nilai yang lebih baik bagi pemerintah dan masyarakat. Subsidi bisa berkurang dan masyarakat mendapatkan harga yang lebih baik.

Bahkan, dengan memproduksi 1,4 juta ton DME per tahun mampu mengurangi impor LPG setara 1 juta ton per tahun. Ini artinya, ada penghematan devisa sekitar Rp 8,7 triliun per tahun.

"Selain itu, kita bisa manfaatkan kalori rendah yang selama ini tidak mungkin dijual, tidak bisa diserap market, di mana yang selama ini tidak ada nilainya, maka kita olah menjadi DME," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan proyek DME ini diproyeksikan akan mulai operasi pada triwulan II 2024, sehingga paling tidak impor LPG mulai tahun itu hingga ke depannya bisa ditekan.

"Kalau sudah berhasil, kita akan lanjut ke hilirisasi lainnya," paparnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Laba Pertamina Lampaui US$ 3 Miliar, Ahok Ungkap Rahasianya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular