88% Perusahaan di RI 'Muntah Darah' Gara-Gara Covid-19

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
24 November 2020 17:40
Seorang karyawan berjalan melalui karya pewarna di pabrik perusahaan Tekstil
Foto: Ilustrasi REUTERS/Michaela Rehle

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sekitar 88% perusahaan yang ada di Indonesia merugi akibat dampak pandemi Covid-19. Bahkan 9 dari 10 perusahaan di Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar.

Ini berdasarkan survei online yang dilakukan, termasuk melalui telepon dan email terhadap 1.105 perusahaan yang dipilih secara probability sampling sebesar 95% dan margin of error (MoE) sebesar 3,1% pada 32 provinsi di lndonesia.

"Kerugian tersebut umumnya disebabkan penjualan menurun, sehingga produksi harus dikurangi," ujar Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemenaker, Bambang Satrio Lelono di Jakarta, Selasa (24/11/2020).

Adapun survei online ini dilakukan Kemenaker bekerja sama dengan INDEF. Dari survei ini jika dilihat dari penurunan permintaan, produksi, dan keuntungan maka yang paling banyak terkena adalah UMKM, yaitu di atas 90%.

UMKM yang terdampak paling besar adalah yang berada di bidang penyediaan akomodasi makan dan minum, real estate dan konstruksi.

Meski demikian, Kemenaker menemukan bahwa sebagian besar perusahaan tetap mempekerjakan pekerjanya. Hanya terdapat 17,8% perusahaan yang memberlakukan pemutusan hubungan kerja dan 25,6% perusahaan yang merumahkan pekerjanya serta 10% perusahaan yang melakukan keduanya.

"Respons perusahaan ini dikarenakan hal tersebut satu-satunya jalan untuk efisiensi di tengah masa pandemi," kata Bambang.

Lanjutnya, dari survei ini ditemukan bahwa keterampilan teknologi adalah yang paling dibutuhkan saat ini dan setelah pandemi nanti. Antara lain terkait penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, dan penguasaan teknologi industri untuk diversifikasi produk.

"Implikasi setelah masa pandemi mengisyaratkan bahwa work from home/teleworking menjadi pilihan utama bagi perusahaan, sehingga menjadi lebih fleksibel meskipun efisiensi jumlah tenaga kerja dan pengurangan upah menjadi tidak bisa dihindarkan," jelasnya.

Menurutnya, hasil survei ini juga menyampaikan enam rekomendasi .Pertama, pemerintah perlu mengidentifikasikan perusahaan yang terdampak lebih detail lagi agar mendapat akses yang lebih luas atas berbagai program pemulihan ekonomi khususnya, insentif perpajakan, restrukturisasi pinjaman KUR dan non KUR, subsidi gaji, hingga akses terhadap kartu pra kerja.

Kedua, perlunya pemerintah memberikan perhatian yang lebih bagi perusahaan UMKM yang terdampak pandemi meskipun saat ini pemerintah telah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi bunga KUR, restrukturisasi pinjaman dan pengurangan pajak.

Ketiga, pemerintah perlu memperluas informasi pasar tenaga kerja yang berorientasi pada jenis pekerjaan, dan perusahaan juga perlu didorong untuk menentukan spesifikasi keahlian yang dibutuhkan agar terinformasikan skills demand secara lebih luas.

Keempat, kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan setelah pandemi berkaitan dengan teknologi, baik teknologi informasi maupun teknologi industri. Seperti terkait digital marketing, dan digital working.

Kelima, dibutuhkan kebijakan dan peraturan yang menjadi landasan flexible working arrangement yang menyangkut jabatan dan jenis pekerjaan tertentu.

Keenam, diperlukan kebijakan yang cukup komprehensif terkait penyatuan beberapa jaminan sosial bagi pekerja, baik terkait pendidikan dan kesehatan, termasuk program untuk masa pandemi yang lebih persisten.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Baru Covid-19 di RI Tiba-tiba Naik, Nyaris Tembus 1.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular