MUI: Kerja Keras 10 Bulan Dihancurkan Kerumunan Kegiatan

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
23 November 2020 12:02
Suasana penjempuran Habib Rizieq massa berkempul di terminal kedatangan Internasional terminal 3 bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa, (10/11/2020). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Suasana penjemputan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab di terminal kedatangan internasional terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (10/11/2020). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC IndonesiaMajelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan kerumunan massa yang memperbesar risiko penularan Covid-19. MUI pun menyerukan agar peristiwa serupa tidak terulang.

"Kita sangat menyesalkan. Kerja keras sepuluh bulan dihancurkan oleh kegiatan-kegiatan kerumunan dalam satu pekan terakhir," ujar Wakil Sekretaris Jenderal MUI Nadjamuddin Ramly dalam rapat virtual Satgas Penanganan Covid-19, Minggu (22/11/2020).

Selain diikuti unsur satgas berbagai daerah, rapat juga diikuti BPBD, unsur TNI/Polri, dan Dinas Kesehatan, utamanya yang ada di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Rapat rutin setiap hari minggu malam seperti ini sudah berlangsung sejak Maret 2020 dan dipimpin Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo.

Menjadi istimewa, karena rapat juga menghadirkan para tokoh agama. Selain unsur pimpinan MUI, juga hadir perwakilan dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, organisasi keagamaan Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu.

MUI, menurut Ramly, berkomitmen terus mendukung dan meminta satgas mengedepankan aksi penyelamatan jiwa manusia.

"Umat Islam tahu betul, untuk dan atas nama penyelamatan jiwa manusia, yang wajib pun bisa diringankan. Wajib sholat jumat di masjid bisa dilakukan di rumah. Idul Fitri di lapangan, bisa di rumah. Wajib merapatkan shaf saat shalat berjamaah, bisa diatur menjadi berjarak. Itu semua atas nama dan demi penyelamatan manusia. Dalilnya pun jelas, baik dalil naqli maupun dalil aqli. Baik yang bersumber dari Alquran dan hadis maupun pemikiran ulama," katanya.

Ramly menyebut, tak kurang dari 12 fatwa sudah dikeluarkan MUI terkait situasi pandemi antara lain, tata cara sholat bagi tenaga kesehatan yang tengah melakukan perawatan terhadap pasien Covid-19. Berikutnya, fatwa mengenai pemulasaraan jenazah Covid-19, lalu sholat idul fitri dan sholat idul adha di rumah masing-masing, dan banyak fatwa lain.

Keprihatinan serupa disampaikan perwakilan PBNU yang dihadiri dr M. Makky Zamzami, Ketua Satgas Covid-19 PBNU. Menurutnya, PBNU berharap kejadian serupa tidak akan terulang.

Bukan hanya itu, tutur Makky, sudah selayaknya satgas dan segenap pemangku kepentingan penanganan Covid-19 melakukan langkah kebijakan antisipasi terhadap musim libur akhir tahun 2020.

Mencermati kondisi psikis masyarakat yang berada pada tingkat kelelahan akut menjalani kehidupan sulit di masa pandemi, diperlukan strategi pendekatan yang diperbarui. Dengan begitu, bentuk komunikasi dan cara-cara sosialisasi tidak monoton.



"Bila perlu, disesuaikan dengan kearifan lokal. Pesan-pesan protokol kesehatan, lebih baik jika dibuat berbeda antara satu bulan dan bulan yang lain. Bentuk, cara, dan strateginya berbeda, tetapi tujuannya sama," kata Makky.

Pembicara lain adalah Arif Nur Kholis, Sekretaris Satgas Covid-19 PP Muhammadiyah. Dia melaporkan, dari 82 rumah sakit Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Tanah Air, saat ini telah merawat 17.000 pasien Covid-19. Angka penambahan korban Covid-19 terus bertambah dari hari ke hari.

Poin penting adalah perubahan perilaku. Grafik perubahan perilaku menuju masyarakat yang disiplin menerapkan protokol kesehatan pada kenyataannya naik-turun. Untuk itu perlu terus digencarkan kampanye perubahan perilaku melalui berbagai tema. Menurutnya, semakin tinggi tingkat kepatuhan masyarakat, maka tidak diperlukan pendekatan dengan cara-cara keras dan tegas. Demikian pula sebaliknya.

Kampanye perubahan perilaku bukan tanpa hambatan. Hal yang sangat disesalkan adalah perilaku elite yang ada kalanya justru menurunkan persepsi masyarakat terhadap tingkat kepatuhan menjalankan protokol kesehatan.

Saat semua elemen masyarakat bekerja keras mengubah perilaku masyarakat agar disiplin menerapkan protokol kesehatan, sementara ada elite masyarakat lain yang justru abai, bahkan terkesan menabrak. Dampaknya sangat serius terhadap indeks persepsi masyarakat.

"Kesan yang timbul di masyarakat bisa sangat keliru. Menduga kalau situasi sudah aman," tegas Arif.

Dalam kesempatan rapat virtual semalam, PP Muhammadiyah juga meminta Satgas Covid-19 menaruh perhatian tidak saja pada sosialisasi protokol kesehatan, tetapi juga protokol kejadian. Sebab, di banyak tempat, saat terjadi kasus, semua menjadi gagap. Banyak di antara warga masyarakat yang belum tahu bagaimana protokol menangani warga sekitar yang terinfeksi Covid-19.

Di akhir rapat, Doni mengajak segenap aparat, petugas, relawan, dan berbagai elemen masyarakat lain mempertahankan semangat memerangi Covid-19. Karena tidak ada yang tahu kapan pandemi berakhir.

"Kita pernah menekan angka terendah pada September lalu berjumlah 41.000 kasus, tapi hari-hari ini naik-naik ke posisi 63.696 korban, baik yang ringan, sedang, berat, maupun kritis," kata Doni.

Angka kematian lebih dari 15.000 orang, tuturnya, adalah angka yang besar sekali. Karenanya, melihat perkembangan terakhir, semua pihak harus prihatin terhadap peningkatan kasus, terutama di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Dua hari terakhir Jakarta mencapai rekor tertinggi. Angka positif terakhir mendapai 1.579 korban, padahal sebelumnya di bawah 1.000 bahkan beberapa waktu lalu pernah di bawah 800 kasus per hari.

Karenanya, ke depan, setiap langkah kita adalah pencegahan.

"Saya teringat pesan yang sangat baik dari Sekjen MUI, Pak Anwar Abbas yang mengatakan, iman saja tidak cukup untuk mengendalikan Covid-19, tapi dibutuhkan ilmu," kata Doni.

Ia berharap, pengetahuan masyarakat tentang Covid-19 terus ditingkatkan. Masyarakat perlu diberi pemahaman bagaimana cara covid menulari, bagaimana proses transmisi, apakah lewat aerosol atau droplet.

"Edukasi dan sosialisasi terus kita lakukan tanpa henti, termasuk upaya mencegah terjadinya kerumunan. Ingat, Covid-19 ini adalah musuh kita bersama. Bagi yang mengatakan covid-19 bukan ancaman, bisa jadi ia merupakan bagian dari musuh yang harus kita perangi," kata Doni yang juga mantan Danjen Kopassus itu.

Lebih lanjut Doni menegaskan , komitmen menyelamatkan jiwa manusia harus ditempatkan pada posisi tertinggi. Semua yang mengancam keselamatan jiwa manusia harus kita hindari, termasuk kegiatan pengumpulan massa.


(miq/dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bulan Juli, MUI Gelar Ijtima Ulama Soal Pinjol Hingga Pilpres

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular