Internasional

China Tutup Akses Lalu Lintas Maritim Laut China Selatan?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
23 November 2020 07:29
Kapal Perang Amerika di Laut China Timur (Twitter @USNavy)
Foto: Kapal Perang Amerika di Laut China Timur (Twitter @USNavy)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan yang terjadi diĀ Laut China Selatan (LCS) tentunya telah menimbulkan kekhawatiran baru bagi dunia. Dalam ketegangan tersebut, China disebut-sebut mampu untuk menutup lalu lintas maritim di lautan itu dengan tujuan untuk mempertegas kedaulatannya di sana.

Dikutip dari opini yang dimuat The Maritime Executive, Greg Earl, seorang ahli kawasan Asia-Australia, menuliskan bahwa meski hal ini terbilang aneh dan terkesan tidak mungkin namun China sangat mampu untuk melakukannya kapanpun. Mengingat kehadiran militer Beijing yang cukup tinggi.



"Kadang-kadang dikatakan bahwa China enggan mengganggu rute perdagangan Laut Cina Selatan karena sangat bergantung pada mereka untuk perdagangannya seperti negara lain. Tetapi studi ini memberikan perspektif yang berbeda tentang potensi tersebut," tulisnya dikutip Senin (23/11/2020).

Earl mengatakan bahwa tujuan China melakukan hal tersebut adalah memberikan tekanan baru bagi negara-negara lain seperti Taiwan, Singapura, dan Vietnam, yang tidak mengakui klaim China. Karena ekspor negara-negara itu sangat bergantung pada jalur pelayaran laut kaya hasil alam itu.



"Taiwan menjadi yang paling rugi, dengan penurunan PDB sebesar 33%, diikuti oleh Singapura dengan kerugian 22%, dan Vietnam sebesar 13%," jelasnya lagi seraya menyebut kerugian China diprediksi hanya 0,7% saja.

Selain itu meski perjanjian dagang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) telah ditandatangani oleh beberapa negara 'claimant state' termasuk China, Australia, dan negara-negara ASEAN, Earl mengklaim potensi penutupan ini masih mungkin dilakukan oleh Beijing. Bahkan tanpa agresi militer yang kuat, membuat ketegangan saja sudah akan mengganggu arus kapal di lautan itu.

Saat ini eskalasi di Laut China Selatan belum juga usai, dan diprediksi masih jauh dari usai. Aktifitas China yang makin agresif dengan pengerahan armada tempur besar besaran serta UU maritim baru membuat panas semua negara, tak terkecuali AS.

Diketahui sudah beberapa kali kedua negara melakukan aksi yang cukup provokatif. Seperti mengirimkan pesawat pengintai serta menembakkan misil di wilayah itu.

Dikutip dari The Diplomat, perdagangan dengan nilai US$ 3,37 hingga 5,3 triliun melintasi LCS setiap tahun. Di 2016, ada lima negara yang paling mengandalkan LCS untuk lebih dari 50% dari total perdagangan mereka, yakni Vietnam (86%), Indonesia (85%), Thailand (74%), Singapura (66%), dan Malaysia (58%).

Sebelumnya hal senada juga sempat dikatakan ujar Kerem Cosar dan Benjamin Thomas dari University of Virginia melansir Trading U yang mengutip Financial Times. Risiko perdagangan sangat jelas di LCS.

"Apa yang akan terjadi jika peristiwa geopolitik menghentikan perdagangan laut timur-barat melalui LCS dan berbagai selat Indonesia, dan memaksa kapal-kapal untuk mengalihkan Australia selatan? Jawabannya adalah kejutan yang besar namun beragam," katanya.

Mereka menyarankan pemilik kapal mulai melakukan lindung nilai dan mengasuransikan kapal meskipun krisis belum menyebabkan konflik yang sebenarnya. Bila blokir terjadi di rute itu, semua kapal yang mengangkut barang harus berlayar ke Australia selatan dan ini akan membuat perdagangan kehilangan banyak uang karena kenaikan biaya pengiriman.


(sef/sef) Next Article China Bisa Tutup Akses Lalu Lintas di Laut China Selatan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular