
Dianggap BPK Tak Cermat Uang Subsidi, Begini Komentar Pelni

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pelni (Persero) buka suara mengenai Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2020 yang diterbitkan Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).
BUMN ini sempat dinilai kurang cermat dalam komponen biaya dan pendapatan yang diperhitungkan dalam PSO bidang angkutan laut. Terdapat sejumlah poin yang disampaikan Pelni mengenai sorotan BPK, sebagai berikut.
"PT PELNI (Persero) sebagai Perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan Public Service Obligation (PSO) selalu mengedepankan kode etik dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, serta memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Pemerintah secara berkala," kata Kepala Kesekretariatan Perusahaan PT Pelni, Yahya Kuncoro, dalam suratnya yang disampaikan kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/11/20).
Dia juga memberikan informasi untuk menjawab hasil laporan BPK tersebut, serta untuk menghindari adanya potensi perbedaan persepsi terkait dengan komponen-komponen biaya dalam penyelenggaraan PSO.
PT PELNI (Persero) telah mengusulkan untuk me-review Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 2 Tahun 2019 tentang Komponen Biaya dan Pendapatan yang Diperhitungkan dalam Penyelenggaraan Angkutan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut Untuk Penumpang Kelas Ekonomi.
"Sehingga dapat mencakup hal-hal yang lebih rinci dan jelas. Usulan tersebut juga telah ditindaklanjuti antara PT PELNI (Persero) bersama dengan Kementerian
Perhubungan," bebernya.
"Pada prinsipnya, PT PELNI (Persero) selalu mengikuti arahan dari Pemerintah dan Kementerian Perhubungan selaku regulator Perusahaan dalam setiap kegiatan dan pelaksanaan kegiatan PSO di lingkungan Perusahaan," lanjutnya.
Sebelumnya, penyelenggaraan public service obligation (PSO) atau subsidi yang disalurkan melalui PT Pelni (Persero) jadi salah satu sorotan.
Hal ini tertuang dalam laporan IHPS I halaman 150-151. BPK menyebut, pedoman mengenai komponen biaya dan pendapatan yang diperhitungkan dalam PSO bidang angkutan laut yang ditetapkan pemerintah belum mengatur pengalokasian join cost, reduksi dan terdapat pengaturan formula yang belum tepat.
"BPK merekomendasikan kepada Direksi PT Pelni agar lebih cermat dan proaktif berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan untuk mengevaluasi dan merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2019 tentang Komponen Biaya dan Pendapatan yang Diperhitungkan dalam Penyelenggaraan Angkutan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi," jelas BPK.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPK Sentil Pelni Gara-Gara Tak Cermat Pakai Uang Negara