Jurus Jitu Produksi Minyak RI 1 Juta Barel Lagi, EOR?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
10 November 2020 08:50
Minyak Bumi
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Sumur tua atau lapangan yang telah beroperasi masih menjadi andalan pemerintah dalam mengejar target produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada 2030. Target produksi 1 juta bph bakal diperoleh dari 70% dari kontribusi lapangan yang telah ada saat ini dan sisanya berasal dari kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan eksplorasi lapangan baru.

Hal tersebut disampaikan oleh Jaffee Arizon Suardin, Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).



"Kita bisa 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 dengan kondisi existing yang ada ditambah transformasi akan berkontribusi 70%, lalu sisanya ditutup dengan EOR dan eksplorasi," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Senin (9/11/2020)

Dia mengatakan, salah satu andalan untuk mencapai target produksi 1 juta bph ini yaitu produksi dari Blok Rokan di Riau yang saat ini masih dioperasikan Chevron Pacific Indonesia, namun pada Agustus 2021 mendatang akan dioperasikan PT Pertamina (Persero).



Menurutnya, penggunaan teknologi EOR seperti chemical flooding di Blok Rokan ini bisa meningkatkan produksi minyak di Blok Rokan. Hingga kuartal ketiga 2020, produksi minyak terangkut (lifting) dari Blok Rokan ini mencapai 176.298 bph, lebih tinggi dibandingkan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) yang sebesar 170.000 bph. Namun, bila dibandingkan tahun lalu yang mencapai 190.131 bph, ini berarti lifting minyak tahun ini turun 7,2%.

Bila EOR tidak digencarkan di Blok Rokan ini, maka ada kemungkinan produksi minyak dari blok ini akan terus menurun setiap tahunnya dan akan sulit menjadi andalan untuk berkontribusi mencapai target produksi 1 juta bph.

Jaffee menyebut potensi EOR di Indonesia masih cukup besar, di mana kegiatan EOR di Blok Rokan ini akan menjadi yang terbesar. Kegiatan EOR menggunakan bahan baku dari bahan kimia (chemical flooding) di Blok Rokan kemungkinan baru bisa dilaksanakan Pertamina pada 2024 mendatang.

Chevron Pacific Indonesia, imbuhnya, sudah melakukan proyek pilot-nya. Sehingga diharapkan bisa dilanjutkan Pertamina dan nantinya pada 2024 bisa dilakukan masif.

"Nah inilah yang sedang kami kejar khusus untuk chemical EOR ya, jadi EOR dengan menggunakan chemical nah itu yang akan kami coba jalankan supaya paling lambat onstream (beroperasi) pada 2024," ungkapnya saat wawancara dengan CNBC Indonesia, Senin (09/11/2020).

Jika dihitung-hitung menurutnya masih ada potensi masih ada 600-800 juta barel. Jaffee optimis chemical EOR ini akan berhasil karena perusahaan kelas dunia seperti Chevron sudah pernah melakukan pilot dan berhasil.

"Jadi, mudah-mudahan kita bisa langsung meneruskan apa yang sudah ada, sehingga bisa terjadi. Dari bagian komitmen dari Pertamina kita ada sekitar US$ 250 juta khusus untuk EOR di Rokan," jelasnya.

Dia menjelaskan, perkiraan 2024 itu dengan asumsi Plan of Development (POD) disetujui pada 2022, lalu dilanjutkan dengan pengembangan fasilitas. Menurutnya selain melalui EOR, masih ada potensi-potensi lainnya yang bisa dikembangkan.

"Di luar chemical EOR, ada water flooding dan lain-lain, itu potensi juga besar, teknologi akan terus kita masifkan di potensi-potensi yang ada, termasuk di Rokan. Kami melihat potensi Rokan masih besar dan banyak yang bisa produksikan dari situ," tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Perencanaan Eksploitasi SKK Migas Wahyu W. dalam konferensi pers secara daring pada Rabu (04/11/2020) menjelaskan sejumlah langkah untuk bisa mencapai produksi sebesar 1 juta barel per hari.

Menurutnya, harus ada terobosan pekerjaan secara masif, seperti jumlah pengeboran pada setiap tahunnya. Jika biasanya dalam setahun hanya mengebor 100-200 sumur saja, harus naik menjadi 500-700 sumur, dan meningkat lagi menjadi 1.000 sumur setiap tahunnya.

Namun demikian, dia mengakui bahwa terdapat sejumlah konsekuensi untuk menambah jumlah pengeboran ini, antara lain jumlah investasi yang dibutuhkan pasti akan naik. Misalnya, dia memberikan gambaran, untuk mengebor satu sumur butuh US$ 2 juta, maka kalau 1.000 sumur, maka setidaknya butuh dana US$ 2 miliar.

"Itu bisa kita hitung berapa multiplier effect dari itu. Itu baru dari pengeboran. Nanti dari proyek, Plan of Development (POD) yang jalan, Enhanced Oil Recovery (EOR), eksplorasi, saya bayangkan industri hulu migas menggelinding dengan besar," paparnya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ampun Bang Jago! Cadangan Minyak RI Tinggal 9,5 Tahun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular