Lockdown Bisa Bikin Populasi Meledak, Sering di Rumah Sih...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 October 2020 13:17
Ilustrasi Wanita Hamil (Freepik)
Foto: Ilustrasi Wanita Hamil (Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) benar-benar mengubah wajah dunia, kini dan pada masa mendatang. Aspek yang tidak luput tersentuh oleh dampak penyebaran virus ini adalah kependudukan.

Sebenarnya perubahan di seluruh sendi kehidupan masyarakat dunia bukan dari si virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Namun yang membuatnya menjadi masalah di tingkat global adalah bagaimana cara mengatasinya.

Hampir seluruh negara mengedepankan pembatasan sosial (social distancing) agar penyebaran virus corona bisa diredam. Interaksi dan kontak antar-manusia dibuat seminimal mungkin, kalau bisa tidak usah meninggalkan rumah karena virus corona akan lebih mudah menular ketika banyak orang berkumpul dalam jarak dekat apalagi di ruangan tertutup.

Oleh karena itu, miliaran penduduk dunia terpaksa 'terpenjara' dengan #dirumahaja. Bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.

Situasi ini membuat orang-orang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Nah, karena mungkin sering berdua di rumah dengan pasangan, sepertinya populasi dunia akan berubah. Lebih banyak aktivitas yang menyebabkan seseorang berkembang biak, terutama di negara berkembang.

Sejak 1961, rata-rata laju pertumbuhan penduduk bumi adalah 1,59% per tahun. Namun di negara-negara berpendapatan tinggi lajunya hanya 0,78% per tahun sedangkan di negara-negara berpendapatan menengah dan rendah adalah 1,8%.

Mengutip kajian The Economist, social distancing malah menyebabkan tingkat pertumbuhan penduduk di negara-negara maju semakin rendah. Sebab, masyarakat di negara-negara maju menyadari bahwa biaya membesarkan anak sama sekali tidak sedikit. Ketidakpastian ekonomi akibat pandemi membuat prospek penghasilan menjadi tidak menentu sehingga membuat pasangan semakin ogah punya momongan.

"Saya dan istri saya sudah menghitung bahwa dalam waktu 30 atau 40 tahun ke depan masa depan kami akan baik-baik saja jika tidak punya anak. Jadi untuk apa mengambil risiko?" kata Keith, seorang warga Singapura.

Padahal pemerintah Singapura siap memberi hibah sampai SG$ 3.000 (sekira Rp 32,42 juta dengan asumsi kurs SG$ 1=Rp 10.807,44 seperti kurs tengah transaksi Bank Indonesia 30 Oktober 2020). Namun bagi orang-orang seperti Keith, jumlah itu tidak akan cukup untuk membesarkan dan memberikan yang terbaik bagi anak.

Sementara di Amerika Serikat (AS), survei Guttmacher Institute menyebutkan bahwa semakin banyak perempuan memilih menunda kehamilan. Selain itu, lebih banyak juga yang ingin punya anak lebih sedikit dari perencanaan sebelumnya.

"Sepertiga dari perempuan berusia 18-34 tahun dengan latar belakang keluarga berpenghasilan kurang dari US$ 75.000 (Rp 1,1 miliar) per tahun ingin menunda kehamilan atau memiliki lebih sedikit anak karena pandemi virus corona. Sementara kajian IZA Institute of Labour Economics memperkirakan laju kelahiran di AS turun 15% selama November 2020 hingga Februari 2021," sebut kajian The Economist.

economistThe Economist

Namun situasi yang berbeda terjadi di negara-negara berkembang dan miskin. Kurangnya literasi keuangan serta pendidikan reproduksi membuat angka kehamilan diperkirakan naik. Mumpung sering di rumah sih ya...

Misalnya di India. Kebijakan karantina wilayah (lockdown) membuat banyak pekerja terpaksa dirumahkan atau bahkan divonis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Banyak pekerja migran yang berasal dar Nepal, Bangladesh, dan negara-negara tetangga Negeri Bollywood terpaksa mudik sambil menunggu panggilan kerja selanjutnya, yang entah kapan akan datang.

Biasanya para pekerja migran itu bertemu dengan pasangannya hanya beberapa kali dalam setahun. Namun sekarang bisa bertemu setiap hari.

"Ini sudah cukup untuk menyebakan ledakan populasi. Sebab, tidak ada yang menyangka banyak pasangan bisa berkumpul dalam waktu lama seperti ini," kata Vinit Sharma, Regional Techincal Adivisor United Nations Population Fund.

Oleh karena itu, negara harus hadir untuk memecahkan masalah potensi ledakan penduduk. Menrut kajian The Economist, caranya bisa dengan mempermudah akses ke alat kontrasepsi dan pendidikan reproduksi. Juga dengan sosialisasi literasi keuangan, sehingga sebuah keluarga bisa lebih matang dalam mempersiapkan segala kebutuhan bagi anak-anaknya kelak.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Chaos! Kasus Covid-19 RI Tembus Seribu 3 Hari Berturut-turut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular