Fakta Kacaunya Program Dana Pensiun PNS, Makanya Mau Dirombak

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 October 2020 18:20
Ilustrasi Poundsterling Inggris (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana untuk merombak tata kelola program dana pensiun (dapen) baik PNS maupun keseluruhan. Dana pensiun saat ini kurang berperan terhadap industri keuangan.

Sebenarnya di dalam Undang-Undang APBN 2019, pemerintah pernah memberikan catatan khusus mengenai pengelolaan dana pensiun pada PT Asabri (Persero).

Di dalam catatan UU APBN 2019, pemerintah menyebut telah menyusun beberapa rencana terkait adanya potensi Unfunded Past Service Liability (UPSL) pada PT Asabri. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada September 2020 lalu saat melaporkan mengenai RUU APBN 2019 di DPD.

UPSL adalah kewajiban masa lalu untuk Program Dana pensiun atau Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil yang belum terpenuhi.

Dengan adanya program dapen yang belum terpenuhi oleh Asabri, maka pemerintah pun berencana untuk menyusun penyelesaian ketentuan dan standar terkait penyajian kewajiban jangka panjang program pensiun.

Salah satu strategi yang akan ditempuh pemerintah terhadap Asabri yakni untuk melakukan review dan penyesuaian atas penggunaan asumsi, serta metode perhitungan aktuaria serta menyempurnakan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat (KAPP) untuk pengungkapan nilai kewajiban jangka panjang pensiun.

Sri Mulyani juga memberi catatan kepada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Di mana kata Sri Mulyani, pemerintah telah meminta Asabri dan Jiwasraya untuk melakukan pemeriksaan laporan keuangan 2020 sehingga dapat mendukung penyajian investasi permanen pada LKPP tahun 2020 secara andal.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah melaporkan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2019. Dalam laporan keuangan BUMN per 31 Desember 2019, ada 10 dari 99 BUMN berekuitas negatif. Sehingga pencatatan PMN sebesar Rp 0.

Dari 10 BUMN dengan ekuitas negatif, diantaranya ada PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya. PT Asabri (Persero) dengan kepemilikan pemerintah 100%, dan dengan ekuitas yang diatribusikan kepada pemilik entitas minus Rp 6,11 juta. Sementara PT Asuransi Jiwasraya, dengan kepemilikan pemerintah 100%, dan dengan ekuitas yang diatribusikan kepada pemilik entitas minus Rp 33,66 juta.

BPK juga pernah melaporkan, program pensiun PNS, TNI, dan Polri untuk menjamin perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, pada tahun 2018 sampai Semester I-2019 tidak efektif.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 disebutkan, bahwa program pensiunan tersebut dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), KemenPANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero).

Dari catatan BPK, Pemerintah belum menetapkan peraturan pelaksanaan terkait dengan jaminan pensiun PNS sesuai dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yaitu paling lambat 2 tahun sejak UU diundangkan

BPK menyebut, tata kelola penyelenggaran jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas, serta belum disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan pengelolaan pensiun, BPK menilai masih terdapat permasalahan, yakni belum ada penunjukan dewan pengawas yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan program pensiun. Serat belum ada penetapan besaran iuran pemerintah selaku pemberi kerja pensiun sejak tahun 1974.

Selain itu, pemerintah belum menyusun peraturan pelaksanaan terkait dengan pengalihan program Pensiun PNS, TNI, dan Polri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS tersebut mengamanatkan penyelesaian pengalihan bagian program Pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.

"Akibatnya pelaksanaan program pensiun saat ini belum dapat menjamin kesejahteraan pensiunan PNS, TNI, dan Polri sebagaimana diamanatkan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan UU 40 tentang SJSN," jelas BPK.

BPK juga menyoroti bahwa pemerintah tidak lagi mewajibkan badan penyelenggara untuk menyampaikan laporan aktuaris sebagai bagian dari laporan berkala yang harus disampaikan kepada pemerintah.

Tidak adanya laporan aktuaris itu membuat pengelolaan risiko keuangan negara belum mempertimbangkan kewajiban pemerintah atas perhitungan aktuaria dalam program jaminan Pensiun PNS, TNI, dan Polri.

Akibatnya, adanya risiko peningkatan belanja pensiun di masa depan yang akan berdampak pada penurunan manfaat pensiun, peningkatan iuran sampai dengan keberlangsungan program jaminan pensiun bagi PNS, TNI, dan Polri.

Pemerintah Akan Rombak Program Dana Pensiun

Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kemenkeu Askolani menjelaskan industri aset dapen terus tumbuh setiap tahun. Tapi, pengelolaan dapen diklaim perlu diatur ulang.

Pada 2014, aset dapen mencatat sebesar Rp 561 triliun dan terus meningkat menjadi Rp 834 triliun pada 2017.

Sayangnya, kata Askolani, dana pensiun tidak memegang peranan yang signifikan pada perkembangan industri keuangan Indonesia. Sistem perbankan masih mendominasi industri keuangan Indonesia dengan porsi 78%.

Sementara, dana pensiun hanya 2,5% dari total aset sektor finansial. Ukuran industri dana pensiun Indonesia dari total aset dana pensiun terhadap PDB juga masih jauh tertinggal dari peer countries seperti 5 negara Asia lainnya.

Menurut Askolani, untuk meraih potensi maksimal, dapen harus dikelola dengan baik dan hati-hati atau prudent. Pasalnya, saat ini manajer dapen (pengelola) di Indonesia cenderung menempatkan aset mereka ke instrumen investasi jangka pendek dengan volatilitas rendah dan keuntungan yang sedikit.

Padahal, sangat penting untuk memastikan pengelolaan dana pensiun dibarengi dengan tata kelola pemerintahan yang baik khususnya untuk meningkatkan kepercayaan pada industri dana pensiun.

"Praktek ini tidak sesuai dengan karakteristik program pensiun yang memiliki kewajiban atau liabilities jangka panjang yang berakibat asset-liabilities mismatch atau kewajiban aset tidak sesuai," ujarnya.

"Indonesia perlu memastikan dana pensiun Indonesia sejalan dengan best practice internasional. Contohnya pada hari ini, bisa belajar dari pola pensiun Iran dan Thailand," kata Askolani melanjutkan.

Pengelolaan dana pensiun, menurut Askolani juga harus efektif diredesain dan diimplementasikan oleh institusi dana pensiun dan didukung oleh masyarakat.

Ia juga menekankan desain dana pensiun yang bagus adalah ada keseimbangan antara keuntungan yang cukup, pendanaan yang terjangkau dan program yang berkelanjutan.


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Catat, Ini Waktu Pencairan Gaji ke-13 PNS dan Pensiunan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular