Airlangga Klaim UU Ciptaker Kebut Hilirisasi Batu Bara RI

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
27 October 2020 13:35
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi batu bara (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengklaim hilirisasi batu bara akan tercapai melalui Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

"Sebelum adanya Undang-Undang Cipta Kerja, hilirisasi batu bara belum terjadi. Dengan nilai tambah hilirisasi batu bara, UU Cipta Kerja telah memberikan insentif 0% khusus kepada hilirisasi yang masuk ke dalam gasifikasi batu bara," ujar Airlangga dalam acara APBI-ICMA Award 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (27/10/2020).

Kendati demikian, dia menekankan, royalti dihilangkan bukan untuk mereka yang tidak melakukan hilirisasi.

"Itu tidak benar. Hilirisasi ini hanya untuk gasifikasi dan hilirisasi batu bara. Nilai tambah dapat dilakukan dengan gasifikasi batu bara, dengan membuat briket batu bara, membuat kokas, dan lainnya," kata Airlangga melanjutkan.

Seperti diketahui, Undang-Undang Cipta Kerja telah mengubah beberapa ketentuan dalam UU No.3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara.

Di mana dalam UU Cipta Kerja disebutkan, pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batu bara dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen).



Pembebasan pajak royalti tersebut rencananya diberikan kepada perusahaan tambang batu bara yang melakukan hilirisasi, seperti mengolah batu bara menjadi dimethil ether (DME) alias gasifikasi batubara. DME dapat menggantikan LPG yang selama ini masih diimpor.

Perusahaan tambang batu bara yang akan mencicipi keringanan itu adalah mereka yang memegang kontrak Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) generasi pertama.

Jika pembebasan royalti untuk perusahaan tambang batu bara disetujui, maka setoran ke negara bakal berkurang. Sementara selama ini Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari batu bara mencapai puluhan triliun rupiah.

Pada 2018 saja, PNBP di sektor mineral dan batu bara (minerba) mencapai Rp 50 triliun yang sekitar 80 persen di antaranya berasal dari setoran pengusaha batu bara. Jika royalti ini dikurangi atau bahkan dinolkan, artinya pendapatan negara terpangkas.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Genjot Ekonomi, RI Susun Strategi Percepat Belanja Negara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular