
Alert! Ekonomi RI Mulai Pulih, Tapi Bisa Buyar Dalam Sekejap

Membaiknya perekonomian dalam negeri juga terlihat dari beberapa indikator ekonomi lainnya, sektor manufaktur yang sebelumnya mengalami kontraksi dalam sudah mulai membaik, bahkan sebelumnya sempat mengalami ekspansi.
Aktivitas manufaktur yang tercermin dari purchasing managers' index (PMI) di bulan April merosot ke 27,5 menjadi yang terburuk sejak awal pencatatan April 2011.
PMI Dirilis oleh IHS Markit dan menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atasnya artinya ekspansi.
Selepas April, PMI manufaktur mulai membaik, bahkan sempat kembali berekspansi di bulan Agustus. Markit melaporkan di bulan Agustus PMI manufaktur sebesar 50,8, tetapi sayangnya di bulan September kembali turun ke 47,2. PSBB di DKI Jakarta yang kembali diketatkan menjadi pemicu kontraksi manufaktur bulan lalu.
"Penerapan kembali PSBB di Jakarta pada medio September di tengah peningkatan kasus infeksi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) berdampak terhadap penjualan produk manufaktur dan proses produksi. Setelah kenaikan yang solid pada Agustus, permintaan baru turun drastis pada September meski tidak separah Maret," sebut keterangan tertulis IHS Markit yang dirilis Kamis (1/10/2020).
Jadi, cepat atau lambatnya pemulihan ekonomi terlihat sangat tergantung dengan perkembangan pandemi Covid-19. Semakin cepat virus yang berasal dari kota Wuhan China tersebut diredam, maka perekonomian bisa segera bangkit, begitu juga sebaliknya jika jumlah kasus kembali meningkat dan PSBB ketat diterapkan lagi, laju pemulihan ekonomi bisa kembali melambat.
Kabar baiknya, PSBB di Jakrta sudah dilonggarkan kembali memasuki kuartal IV-2020, sehingga ada harapan sektor manufaktur kembali berekspansi.
Penerapan PSBB ketat juga berdampak pada tingkat keyakinan konsumen yang menurun di bulan September.
Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode September 2020 sebesar 83,4. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 86,9.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau masih di bawah 100, maka artinya konsumen punya persepsi yang pesimistis melihat perekonomian ke depannya, sementara di atas 100 berarti optimistis.
Kali terakhir IKK berada di atas 100 adalah pada Maret 2020 dan pada April 2020 sempat berada di titik terendah sejak 2005. Selepas itu IKK mulai membaik dengan kenaikan selama tiga bulan beruntun. Namun pada September 2020 laju kenaikan itu terhenti, IKK kembali terkoreksi.
Sementara itu penjualan ritel yang memberikan gambaran konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi di bulan Agustus, tetapi lebih baik dari bulan sebelumnya, dan di bulan September diperkirakan lebih baik lagi.
Di awal Oktober lalu, Bank Indonesia melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Agustus 2020 tumbuh negatif 9,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Membaik dibandingkan Juli 2020 yang terkontraksi 12,3% YoY.
"Perbaikan terjadi pada sebagian besar kelompok barang, dengan penjualan kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang tumbuh positif sejalan dengan implementasi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang mendorong aktivitas masyarakat," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Kamis (8/10/2020).
Pada September 2020, BI memperkirakan IPR masih mengalami kontraksi 7,3% YoY. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau diperkirakan tetap tumbuh positif dan lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Kelompok barang lain yang penjualannya tumbuh membaik adalah kelompok bahan bakar kendaraan bermotor serta barang lainnya, khususnya sub-kelompok sandang serta suku cadang dan aksesori.
Meski beberapa indikator ekonomi menunjukkan perbaikan, tetapi sekali lagi ketika PSBB kembali diketatkan, maka akan kembali terjadi penurunan. Sehingga perlunya segera meredam penyebaran virus corona, begitu juga peran masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan agar perekonomian Indonesia semakin cepat pulih.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap)[Gambas:Video CNBC]