Dibantu Trump, Sudan Akui Kedaulatan Israel & Palestina Marah

Jakarta, CNBC Indonesia - Sudan mengakui kedaulatan diplomatik dan menjadi negara Arab yang ketiga menyatakan hal tersebut. Kabar tersebut disampaikan Presiden Donald Trump beberapa hari sebelum pemilihan AS.
Uni Emirat Arab dan Bahrain menandatangani kesepakatan di Gedung Putih bulan lalu untuk menormalkan hubungan dengan Israel, tetapi kesepakatan dengan Sudan menjadi simbol tersendiri, karane Sudan merupakan negara Arab yang berperang dengan Israel.
Trump mengumumkan perjanjian oleh pemerintah yang didukung pemerintah sipil Sudan yang baru berusia satu tahun. Ini dilakukan setelah secara resmi status sebagai negara sponsor terorisme, yang menjadi tujuan utama pemerintah Sudan.
Laporan dari Oval Office, Trump menggunakan speaker telepon berbicara dengan pemimpin Sudan dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
"Ini benar-benar mengubah kawasan. Ini mengubah kehidupan masyarakat kita menjadi lebih baik dan memungkinkan kita untuk fokus pada tugas membangun negara kita, membangun masa depan kita," terdengar Netanyahu mengatakan kepada Trump.
Trump mengatakan bahwa lebih banyak negara Arab ingin mengakui Israel termasuk Arab Saudi, rumah bagi dua kota paling suci Islam.
"Kami memiliki setidaknya lima lagi yang ingin masuk dan kami akan memiliki lebih dari itu segera," kata Trump di White House.
Hingga bulan lalu, satu-satunya negara Arab yang mengakui Israel adalah Yordania dan Mesir - tetangga negara Yahudi yang telah berdamai setelah mediasi AS.
Pemimpin Palestina telah marah pada kesediaan negara-negara Arab untuk mengakui Israel tanpa kemajuan apa pun dalam mendirikan negara Palestina.
Kantor Presiden Palestina Mahmud Abbas menyuarakan "kecaman dan penolakan" atas kesepakatan antara Sudan dan "negara pendudukan Israel yang merebut tanah Palestina."
Sementara Bahrain dan Uni Emirat Arab telah menemukan tujuan yang sama dengan Netanyahu dan Trump melawan Iran, Sudan tampaknya sebagian besar didorong oleh situasi ekonomi yang putus asa yang telah memicu protes baru dalam beberapa hari terakhir.
Baik Amerika Serikat dan Israel berkomitmen untuk membangun perdagangan dengan Sudan, negara miskin yang dilanda konflik yang telah menghadapi kritik selama bertahun-tahun atas kampanye internal yang penuh kekerasan hingga jatuhnya diktator Omar al-Bashir tahun lalu.
Dalam pernyataan tiga arah, Sudan dan Israel mengatakan delegasi akan bertemu "dalam beberapa pekan mendatang untuk merundingkan kesepakatan kerja sama" termasuk di bidang pertanian, penerbangan dan migrasi.
"Para pemimpin setuju untuk normalisasi hubungan antara Sudan dan Israel dan untuk mengakhiri keadaan perang antara negara mereka," katanya, tanpa menetapkan tanggal.
Sebagai bagian dari kesepakatan untuk keluar dari daftar hitam teror, Gedung Putih mengatakan bahwa pemerintah transisi Sudan telah menyetor $ 335 juta untuk memberi kompensasi kepada para penyintas dan anggota keluarga korban pemboman kedutaan besar AS tahun 1998 di Kenya dan Tanzania serta serangan lainnya oleh Al -Qaeda, yang disambut Bashir.
Perdana Menteri sipil Sudan, Abdulla Hamdok, berterima kasih kepada Trum, mengatakan Sudan adalah "negara yang toleran dan cinta damai."
"Keputusan ini akan membuka lebar pintu bagi kembalinya Sudan ke komunitas internasional yang pantas," kata kantor Hamdok dalam sebuah pernyataan yang tidak menyebutkan hubungan dengan Israel.
Juga dalam panggilan telepon adalah jenderal tertinggi Sudan, Abdel Fattah al-Burhan, yang bertemu Netanyahu awal tahun ini di Uganda.
[Gambas:Video CNBC]
Perang Minggir Dulu, Klinik Kesuburan Laku Keras di Palestina
(hps/hps)