1 TAHUN JOKOWI-MA'RUF

Ekonom Soroti Penanganan Corona Hingga Usul Reshuffle Kabinet

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
20 October 2020 15:12
Tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri (APD) mengambil sampel darah dengan metode swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2020). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Untuk memutus rantai penularan Covid-19, Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab) membuka laboratorium tes PCR berstandar Biosafety Level (BSL) 2+. 

Laboraturium GSI Lab dirancang untuk memberikan pelayanan tes PCR yang tidak hanya bersekala masif, namun jugamemberikan hasil tes yabg cepat sehinggal hasil tes dapat diakses pada hari yang sama atau setidaknya H+1 (setelah tes).  

Untuk pasien drive thru sehari bisa 500 orang sedangkan SCR 5000 sempel perharinya.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi swab test Covid-19 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta CNBC Indonesia - Hari ini, genap satu tahun PresidenĀ Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin menjalankan roda pemerintahan Indonesia. Berbagai kebijakan telah dilakukan selama satu tahun terakhir.

Tak hanya itu, selama setahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf, hal yang tak terduga pun terjadi yakni pandemiĀ Covid-19 yang menghantam perekonomian Indonesia. Ini menjadi tantangan berat bagi pemerintahannya di tahun pertama ini.

Pertumbuhan ekonomi terkoreksi tajam hingga minus di atas 5%, tingkat pengangguran hingga kemiskinan yang juga dipastikan akan melonjak tajam akibat pandemi Covid-19 ini.

Ekonom CORE Piter Abdullah mengatakan, indikator tersebut memang tidak bisa dijadikan patokan secara langsung akan keberhasilan kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf. Namun, dari penanggulangan yang dilakukan, terutama untuk melindungi masyarakat dan dunia usaha, kinerja Jokowi-Ma'ruf jauh dari kata memuaskan.

Kepemimpinan yang tidak memuaskan ini terjadi karenanya para menteri dalam kabinet yang dinilai tidak selaras dan kompak. Ia melihat hanya beberapa menteri saja yang terlihat bekerja membantu masyarakat yang kesulitan akibat Covid-19, sedangkan yang lainnya tak terlihat kinerjanya.

"Padahal mereka seharusnya ada di jajaran terdepan dalam setiap upaya menanggulangi pandemi dan dampaknya," ujar Piter kepada CNBC Indonesia, Selasa (20/10/2020).

Dengan kinerja para menteri yang tidak mumpuni ini, ia berharap agar Jokowi bisa melakukan reshuffle. Ini dinilai menjadi harapan banyak masyarakat agar terjadi perubahan yang lebih baik di tahun berikutnya.

Catatan lainnya yang menjadi sorotan Piter untuk pemerintah periode kedua bagi Jokowi ini adalah mengenai penerbitan UU Cipta Kerja (Ciptaker). Ia menilai, ini adalah bukti buruknya komunikasi baik sesama menteri dan juga dengan dunia usaha serta masyarakat sehingga UU ini menimbulkan penolakan dari banyak pihak terutama buruh.

"Penerbitan UU Cipta Kerja saya yakin didasarkan oleh sebuah niat yang baik. Isinya juga cukup baik, tetapi dilakukan dengan proses yang tidak cukup baik, dan diperburuk oleh komunikasi yang tidak terencana baik dan tidak di-support oleh tim komunikasi yang andal. Makanya saya menyarankan Pak Jokowi memperbaiki semua nya ini di sisa masa pemerintahannya," jelasnya.



Sementara itu, ekonom INDEF Bhima Yudhistira juga mengatakan ada sejumlah kegagalan Jokowi-Ma'ruf selama setahun kepemimpinannya ini. Pertama, Jokowi dinilai gagal dalam menangani pandemi Covid-19 karena jumlah kasus terus bertambah bahkan hingga mencapai berada di atas 4.000 kasus per harinya.

"Indonesia termasuk ke dalam 18 negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia versi Worldometer," kata Bhima.

Keterlambatan penanganan kasus Covid-19 ini dikatakan terlihat dari kontraksi perekonomian pada kuartal II-2020 minus 5,32%. Padahal China yang merupakan negara asal pandemi mencatatkan pertumbuhan positif 3,2% di periode yang sama.

"Vietnam juga tumbuh positif 0,3% karena adanya respons cepat pada pemutusan rantai pandemi, dengan lakukan lockdown dan merupakan negara pertama yang memutus penerbangan udara dengan China," jelasnya.

Menurut Bhima, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan jumlah anggaran sebesar Rp 695,2 triliun relatif kecil dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Selain itu, stimulus yang diberikan salah sasaran karena lebih fokus kepada perekonomian dibandingkan ke Kesehatan.

"Stimulus kesehatan dalam PEN hanya dialokasikan 12% sementara korporasi mendapatkan 24% stimulus. Ada ketimpangan yang nyata antara penyelamatan kesehatan dibandingkan ekonomi," ujar Bhima.

Dengan kondisi ini, ia menilai tidak heran tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia akan melonjak tajam di tahun ini. Selanjutnya akan berdampak pada tingkat ketimpangan di antara masyarakat.

"Angka kemiskinan diperkirakan mencapai lebih dari 12%-15% akibat jumlah orang miskin baru yang meningkat. Data Bank Dunia mencatat terdapat 115 juta kelas menengah rentan miskin yang dapat turun kelas akibat bencana termasuk pandemi Covid-19," kata Bhima.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular