Satu Dekade Tak Tuntas Dibahas, Apa Kabar Revisi UU Migas?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
19 October 2020 11:43
Jika BUMN Khusus Migas Dibentuk, Kata Komisi VII Begini Nasib SKK Migas(CNBC Indonesia TV)
Foto: Jika BUMN Khusus Migas Dibentuk, Kata Komisi VII Begini Nasib SKK Migas(CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi No.22 tahun 2001 sudah dibahas sejak dua periode keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum periode saat ini, yang artinya sudah berlangsung hampir satu dekade lamanya, namun sampai saat ini revisi tersebut masih belum tuntas.

Lantas, apa yang membuat revisi UU Migas ini mandek? Bahkan, lebih lama dibandingkan pembahasan revisi UU No.4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang sejak Mei lalu sudah tuntas dan disahkan DPR dan pemerintah.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan pembahasan setiap klausul dalam Revisi UU Migas ini harus dilakukan secara hati-hati, terlebih ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2013 lalu menyangkut kelembagaan hulu migas yang pada saat itu Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dibubarkan dan pemerintah harus membentuk badan usaha baru.

Dia mengatakan, pada Rapat Paripurna 3 Desember 2018 pada keanggotaan DPR periode sebelumnya Revisi UU Migas juga telah ditetapkan menjadi program legislasi nasional. Lalu pada 29 Januari 2019 pemerintah melalui Presiden telah mengirimkan surat ke DPR agar segera membahas kembali Revisi UU Migas ini.

"Akan tetapi, pemerintah ketika mengeluarkan Surpres (Surat Presiden) belum disertai dengan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah), sehingga ini lah yang kami tunggu beberapa waktu lalu, bahkan sampai periode DPR yang lalu habis masa berlakunya, DIM belum tiba," tuturnya dalam wawancara khusus bersama CNBC Indonesia di rubrik "Energy Corner" pada Senin (19/10/2020).

Lalu pada Rapat Paripurna awal keanggotaan DPR RI periode 2019-2024, telah diputuskan bahwa Revisi UU Migas ini kembali masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di bawah kewenangan Komisi VII DPR.

"Komisi VII DPR RI sudah siap dengan naskah akademiknya. Kami sedang tunggu pembahasan selanjutnya dari pemerintah, sehingga Komisi VII DPR sudah siap. Nanti secara koordinatif kami dengan pemerintah, kalau sudah siap, maka akan segera mulai pembahasan," tuturnya.

Dia mengakui salah satu klausul yang penting dibahas dalam Revisi UU Migas ini yaitu pembentukan badan usaha baru di sektor hulu migas, pengganti Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) atau BP Migas yang dibubarkan MK pada 2013 lalu.

Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja sebelumnya sempat dibahas pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus Minyak dan Gas Bumi (Migas), namun sayangnya pada akhirnya dalam UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang telah disahkan itu, klausul pembentukan BUMN Khusus Migas itu telah dicabut.

Namun demikian, lanjutnya, ini bukan berarti pembahasan BUMNK Migas untuk menggantikan SKK Migas menjadi berhenti. BUMNK Migas ini menurutnya akan dibahas di dalam Revisi Undang-Undang Migas.

"Salah satunya adalah tentang kelembagaan sektor migas, dalam keputusan itu MK mensyaratkan ada badan usaha khusus migas. Ini akan dibahas di Revisi UU Migas," tuturnya.

Sugeng pun menyebut sektor hulu migas sudah dalam kondisi gawat karena lifting dan cadangan migas yang terus anjlok.

"Cadangan minyak tinggal 2,5 miliar barrel yang kalau tidak ditemukan giant discovery atau cadangan besar hanya 8-9 tahun saja kita bisa produksi minyak, lantas demand sedang turun hari-hari ini bisnis di hulu, sehingga menjadi tidak menarik bagi investor, di tambah suasana tidak kondusif gonta ganti lembaga," paparnya.

Badan lembaga khusus, imbuh Sugeng, berdasarkan penjelasan Presiden adalah badan yang bertanggung jawab langsung, ada yang menyebut bertanggung jawab ke Presiden langsung, tapi ada juga yang mengatakan ke Kementerian BUMN. Hal ini lah menurutnya yang masih terus dikaji.

"Dengan kelembagaan yang ada ini kita buat tata atur yang kondusif. Sektor hulu di Indonesia sudah lampu kuning menjelang merah," ujarnya.

Dia mengatakan bahwa konsumsi minyak di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang telah diputuskan Dewan Energi Nasional (DEN) masih akan naik 3% per tahun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5%. Namun jika pertumbuhan ekonomi 7% per tahun, maka konsumsi minyaka akan naik 4% per tahun.

"Bayangkan dalam 25 tahun ke depan, konsumsi minyak kita akan dua kali lipat dari konsumsi saat ini," jelas Sugeng.

Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Mulyanto kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat pada Senin (14/09/2020) mengatakan penghapusan pembentukan BUMN Khusus Migas dalam RUU Cipta Kerja ini bermula dari permintaan sejumlah anggota DPR agar pembahasan sejumlah pasal terkait kelembagaan BUMN Khusus ini ditunda.

Hal ini dikarenakan pemerintah dianggap belum mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan BUMN Khusus tersebut, baik bentuk maupun kewenangannya.

"Pemerintah mencabut pasal-pasal yang terkait dengan kelembagaan dan pembentukan BUMNK tersebut dari RUU Cipta Kerja," ungkap Mulyanto yang juga anggota Komisi VII DPR RI yang menangani sektor energi dan pertambangan.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nasib SKK Migas Tergantung Revisi UU Migas, Bakal Jadi Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular