Masih Mau Turun Demo? Tolong Ingat Perjuangan Para Dokter!

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
10 October 2020 17:00
Aksi demo tolak Omnibus law disejumlah pabrik di Kerawang, Jawa Barat. Ist
Foto: Aksi demo tolak Omnibus law disejumlah pabrik di Kerawang, Jawa Barat. Ist

Jakarta, CNBC Indonesia- Demonstrasi telah pecah di sejumlah kota menyusul disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) pada Senin (5/10/2020).

Dua hal pokok yang dipermasalahkan oleh para demonstran, baik dari buruh dan mahasiswa adalah unsur formil dalam pembuatan UU yang tidak melibatkan publik. Bahkan ada tudingan RUU ini melabrak prosedur rules of making rule dan sengaja dipercepat di saat publik lengah di tengah pandemi Covid-19

Selain itu unsur materi atau isi dari UU Ciptaker, juga tak kalah diprotes. Puluhan pasal dan poin-poin dipermasalahkan, meskipun draft final dari RUU belum jelas keberadaannya. Hingga sore ini belum ada draft akhir UU Ciptaker yang resmi baik dari DPR dan Pemerintah.

Buruh-buruh meninggalkan pabrik serta kantor dan memilih berdemo ketika ekonomi RI dan dunia sedang sulit. Mahasiswa pun meninggalkan kelas offline dan online dan memilih turun ke jalan.

Demokrasi menjamin aksi mereka. Hak Asasi Manusia menjadi fundamental kuat, bahwa demonstrasi bisa dilakukan di waktu apapun.

Namun, virus corona (Covid-19) tidak mengenal demokrasi dan HAM. Covid-19 yang berukuran sekitar 500 mikro meter, hanya tahu cara mereproduksi diri untuk mempertahankan spesiesnya. Makhluk tak kasat mata ini, juga tak punya tujuan politik ketika menularkan ke lebih dari 36 juta manusia per hari ini.

Dengan segala kelemahannya, virus ini menunggu manusia lengah. Kontak antar manusia menjadi harapan virus ini. Apalagi kontak tersebut dilakukan dalam kurun waktu lama, virus makin punya banyak peluang untuk menular dari satu manusia ke manusia lain.

Faktanya, protokol kesehatan yang sangat simple, yakni #pakaimasker, #jagajarak dan #cucitangan sesering mungkin adalah hal yang sulit dilakukan ketika demo anti omnibus law kemarin.

Jangankan kepatuhan terhadap protokol kesehatan, sebagian demonstran memilih jalur kekerasan sebagai perjuangan. Bentrok dengan polisi, membakar kendaraan, membakar bangunan, hingga menghancurkan fasilitas publik.

Lalu benarkah ada Covid-19 di antara pendemo?

"Jadi untuk saat ini para pedemo yang kemarin kita amankan kita lakukan rapid test, kemudian dari hasil rapid test bahwa ditemukan ada 145 reaktif Covid-19 dari semua yang kita amankan," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam keterangan pers di kantornya, Jumat (9/10/2020).

Itu merupakan hasil dari pendemo yang ditangkap, yang jumlahnya jauh lebih sedikit dengan total seluruh demonstran. Lalu bagaimana dengan pendemo yang pulang ke rumah? apakah semuanya bebas dari Covid-19?

"Kegiatan yang sifatnya mengumpulkan massa apalagi dalam jumlah yang sangat banyak itu tentunya menimbulkan risiko yang sangat besar karena bisa saja di antara masyarakat yang berkumpul itu ada yang positif Covid-19," ujar tegas Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo dalam talkshow Media Bertanya, Doni Monardo Menjawab, Jumat (9/10/2020).

Yang pasti demonstran tersebut akan pulang ke rumah, kos, kontrakan, dengan atau tanpa membawa virus. "Ketika pulang ke rumah bertemu dengan orang-orang yang disayangi, orang-orang yang dikasihi, maka bisa juga mereka yang tidak pernah keluar rumah pun akan terpapar Covid-19," ujarnya.

"Ingat, mereka yang mengabaikan protokol kesehatan sehingga menimbulkan korban jiwa bukan hanya dimintai pertanggungjawaban di dunia, tetapi juga di akhirat," kata Doni dengan kalimat yang jelas dan tegas.

Belajar dari AS, demonstrasi besar-besaran juga pernah terjadi. Pemicunya adalah kematian seorang warga Afro-Amerika bernama George Floyd. Pria kulit hitam tersebut harus rela merelakan nyawanya di tangan seorang polisi berkulit putih AS.

Video aksi polisi tersebut yang menekan leher George Floyd hingga kehabisan napas dengan kaki viral di sosial media dan memicu terjadinya gelombang demonstrasi di berbagai kota di AS.

Puluhan bahkan ratusan ribu pendemo turun ke jalan raya menyampaikan aksi protesnya. Kemudian selang beberapa pekan setelah demonstrasi terjadi lonjakan kasus infeksi Covid-19 di AS terjadi. Banyak pihak yang mengaitkan kenaikan kasus tersebut dengan aksi demonstrasi itu.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Valentine dkk dan dipublikasikan di Journal of Public Health menunjukkan bahwa di delapan kota yang mengalami pelonggaran serta demonstrasi terjadi di sana menyebabkan kenaikan kasus infeksi terjadi.

Enam dari delapan kota yang diidentifikasi dalam studi tersebut mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Sampai di sini bisa terlihat bahwa munculnya cluster Covid-19 dari demonstrasi bukanlah hal yang mustahil.

Ketika kasus positif Covid-19 bertambah maka beban akan berpindah ke para tenaga kesehatan untuk merawat para pasien. Mereka bekerja keras, dengan risiko besar tertular Covid-19, agar tak ada pasien yang meninggal dan akhirnya bisa sembuh.

Apakah perjuangan demonstran menolak omnibus law lebih besar dan lebih penting dibandingkan perjuangan dokter di garda perang melawan Covid-19?

"Disiplin 3M itu tak sebanding dengan perjuangan dokter dan tenaga kesehatan dalam merawat pasien Covid-19," tegas Doni.

Satu yang pasti, di negara demokrasi seperti Indonesia, demonstrasi bukanlah satu-satunya alat perjuangan. Masih banyak alat-alat lain yang bisa digunakan tanpa harus mengorbankan diri dan keluarga tertular Covid-19.

Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mempersilakan kepada pihak-pihak yang tidak puas terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU untuk mengajukan uji formil dan uji materi UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika masih ada tidak ada kepuasan pada UU Cipta Kerja ini silakan ajukan uji materi atau judicial review ke Mahmakah Konstitusi," kata Jokowi melalui siaran langsung Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10.

Masih mau turun demo tanpa protokol kesehatan? Ingat kembali bahwa Covid-19 tak mengenal demokrasi, HAM dan juga tak peduli dengan omnibus law.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Baru Sebut China Sudah Kaji Covid Sebelum Pandemi Meledak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular