
Cek! Ini Fakta yang Jarang Diungkap Soal Krisis Covid-19

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu resesi akibat pandemi Covid-19 masih belum basi untuk dibahas oleh semua kalangan sampai saat ini. Resesi atau fenomena kontraksi output perekonomian penyebabnya sangat beragam, mulai dari perang hingga ekonomi yang overheating akibat ketidakstabilan sistem keuangan.
Namun pemicu resesi kali berbeda dengan yang sudah-sudah, setidaknya dari krisis keuangan global pada 2008 silam. Pada periode tahun 2000-2007 ekonomi Paman Sam tumbuh ditopang oleh sektor properti yang booming.
Mulai dari kaum buruh sampai para pemilik modal pemuja kapitalisme semua ikut kebagian untung sepanjang periode tersebut. Meskipun harga properti terus meningkat dengan tajam dalam kurun waktu tersebut, masyarakat AS yang sebenarnya tidak creditworthy masih tetap mampu membeli rumah melalui KPR. Tentu dengan bunga yang lebih tinggi.
Di saat yang sama, bank-bank AS terus kebanjiran permintaan untuk menyalurkan pinjamannya ke sektor properti. Kebutuhan likuiditas perbankan kala itu masih bisa ditambal dengan menjual produk turunan kredit-kredit KPR tadi kepada investor dalam bentuk efek beragun aset (Asset Backed Securities/ABS)
Penyaluran kredit yang sangat agresif tersebut terus berlangsung hingga akhirnya... boom! Masyarakat yang tak creditworthy tadi mulai bermasalah dalam membayar cicilannya. Bahkan banyak juga sampai default.
Perbankan dan lembaga penyalur KPR di AS pun akhirnya kebanjiran aset-aset berkualitas buruk di dalam neraca keuangannya, kredit macet melonjak signifikan.
Sementara investor tak tertarik lagi membeli produk-produk turunan kredit KPR tadi meski sudah di-bundling sedemikian rupa yang seolah-olah sudah cukup untuk mendiversifikasi risiko.
Investor lebih tertarik untuk membayar premi asuransi guna melindungi diri mereka dari berbagai kemungkinan dan skenario buruk yang ada. Alhasil likuiditas pun seret dan krisis pun terjadi. Krisis tak hanya melanda AS saja, tetapi juga diekspor ke seluruh dunia terutama Eropa.
Resesi global pada 2008 menjadi contoh yang menunjukkan kontraksi perekonomian lebih disebabkan oleh krisis yang terjadi di sektor keuangan yang merembet ke sektor riil.
Namun pandemi Covid-19 ini jelas berbeda. Penyakitnya baik dalam artian eksplisit maupun implisit berasal dari sektor riil yang kemudian merembet ke sektor keuangan hingga perekonomian global secara luas.
Virus corona jenis baru yang awalnya merebak di China telah menginfeksi lebih dari 30 juta orang di dunia sampai saat ini. Meski lockdown yang masif sudah diterapkan di berbagai negara di dunia dengan kadarnya masing-masing wabah belum juga selesai.
Pada dasarnya lockdown ketat yang diterapkan di banyak negara pada Maret-Mei telah memberikan pukulan ganda bagi perekonomian baik dari segi permintaan maupun pasokan. Inilah yang memicu terjadinya resesi global tahun ini.
Bahkan resesi global untuk tahun ini jauh lebih besar ketimbang yang terjadi pada 12 tahun silam. Menariknya lagi ada beberapa fakta yang menunjukkan bahwa tidak hanya lockdown saja yang berkontribusi terhadap resesi. Hal tersebut disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan terbarunya yang dirilis belum lama ini.