Obral Insentif Kala Corona, Rasio Pajak RI Menciut di 2020

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
01 October 2020 20:20
Petugas melakukan pengecekan fisik kendaraan sebelum di kirimkan ke pelanggan di Dealer Honda Sawangan, Depok, Jawa Barat (17/9/2020). Kementerian Perindustrian mengusulkan relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar 0 persen atau pemangkasan pajak kendaraan bermotor (PKB). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penjualan Mobil Baru (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tax ratio atau rasio pajak semakin tertekan selama pandemi covid-19. Hal itu karena, pemerintah memberikan banyak insentif pajak untuk meringankan beban masyarakat dan dunia usaha saat menghadapi pandemi covid-19.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menjelaskan kondisi ini diperparah dari kondisi harga komoditas yang belum pulih selama beberapa bulan terakhir. Sektor komoditas seperti CPO, batu bara dan lainnya selama ini jadi penyumbang pajak tidak sedikit bagi kas negara.

"Tax ratio memang tertekan karena tahun ini kita berikan sangat banyak insentif. Sudah bertahun-tahun harga komoditas belum pulih meski ada beberapa yang pulih seperti CPO yang naik, tapi baru beberapa bulan terakhir," jelas Febrio dalam diskusi virtual, Kamis (1/9/2020).

Oleh karena itu, pemerintah memproyeksikan rasio pajak akan berada di bawah 8%, dan pemerintah akan meningkatkan tax ratio secara bertahap sebagai bagian dari kebijakan fiskal jangka menengah. Rasio pajak sempat mencapai angka belasan dari PDB.

"Dampak dari pemberian banyak insentif pajak di 2020 maka rasio pajak kita akan turun tajam, kami prediksi rasio pajak berada sedikit di bawah 8%," kata Febrio melanjutkan.

Proyeksi capaian rasio penerimaan pajak itu, lanjut Febrio membuat peringkat rasio pajak Indonesia menjadi paling bawah dibandingkan negara-negara berkembang (emerging economy). Oleh sebab itu, terus berupaya melakukan reformasi pada basis pajak.

Untuk merealisasikan reformasi basis pajak, ia menuturkan Kemenkeu akan mempelajari sektor-sektor yang masih memiliki kontribusi kecil pada perpajakan. Ia mengungkapkan terdapat dua sektor yang kontribusinya masih kecil pada perpajakan yakni sektor pertanian dan infrastruktur.

"Ini harus dipelajari bagaimana agar partisipasi dari sektor ini juga besar. Dalam konteks pertanian, kemarin sudah ada tentang pemajakan dengan nilai lain untuk sektor pertanian. Mudah-mudahan itu bisa sedikit membuat sektor pertanian lebih formal, lebih mudah bayar pajak," ucapnya.

Selain itu, Kemenkeu juga akan menggali potensi perpajakan dari sektor UMKM. Meskipun, nilai pajak sektor ini tidak terlalu tinggi, namun basis wajib pajak UMKM cukup besar sehingga diharapkan bisa mendorong rasio pajak Indonesia.

"Ini bukan hal mudah, ke depan kami harus melihat dari tahun ke tahun, sambil melihat posisi recovery perbaikan aktivitas ekonomi akan seperti apa," ucapnya.

Febrio mengatakan pekerjaan pemerintah untuk meningkatkan tax ratio menjadi bagian penting untuk keberlanjutan kebijakan fiskal sampai dengan 2024. Pada tahun depan, target rasio pajak sebesar 8,18% dari produk domestik bruto (PDB).

Selanjutnya, otoritas fiskal memproyeksikan tax ratio bergerak moderat pada 2022 dengan rentang sebesar 7,75% - 7,97%. Kemudian proyeksi tax ratio pada 2023 bergerak pada kisaran angka 7,76% - 7,99%. Tax ratio diproyeksi naik menjadi 7,86% -8,09% pada tahun fiskal 2024.

Rasio pajak Indonesia yang rendah tidak luput dari perhatian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

OECD bahkan telah memperingatkan Indonesia dengan adanya proyeksi rasio pajak di bawah 8% tersebut. Masalahnya, rasio pajak yang diproyeksikan tersebut menjadi salah satu rasio pajak paling rendah di dunia.

"Tantangan utama Indonesia adalah fakta bawah di antara negara G20 dan lebih luas lagi negara berkembang, rasio pajak Indonesia dari PDB merupakan salah satu yang terendah di dunia," ujar Director of Centre for Tax Policy and Administration OECD Pascal Saint Amans dalam webinar Perpajakan Kemenkeu dan OECD, Kamis (1/10/2020).

Lebih lanjut, Pascal meyakini proyeksi tersebut jauh lebih rendah dari batas minimum rasio pajak yang disepakati oleh lembaga ekonomi internasional lain, seperti IMF.

"Saya pikir akan ada konsensus dari lembaga ekonomi seperti IMF, OECD, dan lainnya yang menyatakan jika (posisi rasio pajak) itu jauh dari batas minimum yang dibutuhkan untuk mendorong perkembangan ekonomi," tuturnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Daftar Insentif Pajak yang Diperpanjang Hingga Akhir 2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular