
Penjelasan Pakar Soal Potensi Tsunami Jawa 20 Meter, Simak!

Jakarta, CNBC Indonesia - Peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) Sri Widiyantoro menyatakan riset tentang potensiĀ tsunami di selatan Pulau Jawa yang sedang ramai diperbincangkan merupakan hasil penelitian 2019. Semua berawal dari tahun 2016 saat tsunami deposit ditemukan di Pangandaran, Jawa Barat. Tsunami deposit itu berasal dari gempa yang cukup besar pada 1584-1596.
Dari hasil penelitian ditemukan di lokasi megathrust pernah terdapat beberapa gempa kuat di bagian barat dan timur Jawa. Selain itu dengan model yang diturunkan dari GPS, anggota tim riset melakukan simulasi.
"Simulasinya sebenarnya tidak hanya tiga skenario yang dilakukan, dan sebenarnya yang tepat maksimum 20 meter, dan semakin ke timur semakin kecil karena sumbernya di barat. Kalau bagian timur yang pecah, yang sebelah timur lebih tinggi dari yang barat," kata Widiyantoro, Rabu (30/09/2020).
Skenario terburuk yang terjad, jika sumber berada sebelah barat dan timur pecah bersamaan maka tinggi tsunami 20 meter di sebelah barat dan 12 meter di timur dan di tengah-tengah sekitar 4,5-5 meter
"Risetnya multidisiplin tetapi ujungnya skenario kalau megathrust terjadi. Inilah worst case scenario," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Geoteknologi LIPI Danny Hilman Natawidjaja mengatakan zona subduksi ada di Jawa dan Sumatera. Namun, lempeng yang menunjang Pulau Jawa lebih tua umurnya dibandingkan Sumatera sehingga tidak menekan ke arah Jawa.
Namun di selatan Jawa, justru menjadi tantangan yang lebih besar. Karena di Jawa tidak ada deretan pulau yang di selatan yang bisa berfungsi untuk pemasangan alat, berbeda dengan Sumatera.
Yang terpenting, menurut Danny adalah apakah dalam sejarah Jawa pernah terjadi gempa besar. Sebab, dengan begitu dapat dipetakan periode perulangan gempa apakah lebih panjang itu perkiraan umumnya.
"Paling tidak selama 160 tahun ke belakang tidak pernah ada gempa di selatan Jawa. Pada 1600-1700 tidak ada juga, masih misteri kapan terakhir. Kalau tahu kapan terakhir terjadi dan bisa tahu berapa ratus tahun sekali berarti kan bisa tahu pengulangannya," ujar Danny.
Hingga kini tidak dapat dipastikan bagaimana ciri-ciri akan terjadi tsunami ataupun gempa, karena ada situasi yang berbeda-beda.
![]() |
Ahli Tsunami sekaligus Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Abdul Muhari mengatakan di Mentawai pernah ada gempa besar 2007 dan dikhawatirkan akan ada tsunami. Ternyata tidak ada tsunami karena tinggi gelombang hanya 5-15 cm.
Kemudian pada 2010 terjadi mekanismenya beda tsunami dari gempa yang bertemu di daerah lempeng, sehingga tidak terasa.
"Karena ada pengalaman sebelumnya, ternyata lalu ada tsunami 12-15 meter yang menghantam mereka. Kita tidak bisa mengkarakteristik gempa pasti diikuti tsunami atau yang lainnya," kata Abdul.
"Ada satu hal yang bisa disampaikan pada masyarakat gempa yang diikuti tsunami pelepasan energinya lama. Jika masyarakat merasakan guncangan gempa keras dan lemah kalau sampai 20 detik harus evakuasi," lanjutnya.
Hal yang harus dilakukan menurut dia, yakni melanjutkan riset tentang tsunami di selatan Jawa sebagai riset pembuka, sehingga harus dilanjutkan dengan rangkaian riset.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan gempa belum bisa diprediksi di awal, sehingga riset yang dilakukan dapat membuat lebih waspada dan menyiapkan langka antisipatif. Kehadiran riset seperti itu juga bukan untuk menakuti masyarakat atau menimbulkan kepanikan, melainkan meningkatkan kewaspadaan di kalangan masyarakat dan mengedepankan usaha mitigasi.
"Juga meredam dampak dari bencana yang barangkali bisa terjadi. Riset yang dilakukan Prof. Widyantoro bukan memprediksi dan menimbulkan kepanikan berlebihan. Tapi kita harus antisipatif siap siaga dan mitigasi secara maksimal, karena kita ada di ring of fire dan rentan dari gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi," kata Bambang.
Adanya bencana bisa menimbulkan kerentanan ekonomi dan kerentanan di lingkungan hidup. Untuk melakukan mitigasi bencana, harus ada informasi dan pengetahuan dari semua sejarah yang dapat diketahui.
"Ratusan tahun yang lalu di satu tempat pernah terjadi gempa tsunami, sehingga tidak ada alasan untuk mengatakan tidak ada dasar daerah tertentu tidak ada gempa," ujar Bambang.
Meski demikian dia menegaskan belum ada metodologi atau model atau pendekatan untuk memprediksi gempa. Prediksi bencana alam sangat berbeda dengan prediksi pertumbuhan ekonomi. Untuk mengidentifikasi potensi gempa pun bukan hanya kapan dan dimana, yang lebih sulit lagi mengenai kedalaman dan kekuatannya sudah dibuktikan ilmiah
"Sudah ada paper yang di-publish, intinya penting untuk tidak menimbulkan kepanikan. Daripada kita bicara panik berlebih terhadap potensi bencana lebih baik mengantisipasi kesiapsiagaan yang dikedepankan BNPB, dan mereka punya tugas tanggap darurat terjadi bencana," ujarnya.
(miq/miq) Next Article AS Diguncang Gempa M 7,8 Berpotensi Tsunami